Kau pernah berjanji untuk setia kepadaku, apa pun yang kulakukan kau bisa menerima keadaanku dengan baik. Berjanji tidak meninggalkanku. Lalu kau pergi meninggalkanku, membiarkanku memikirkanmu: yang selalu berharap kau kembali. Berkat dirimu aku memiliki banyak rasa yang berguguran padahal musim ini adalah musim semi. Hatiku beku padahal aku tidak berada di tundra. Aku buta di tengah pekatnya cahaya matahari, aliran sungai yang deras tidak bisa kudengar.
Kau jauh, bagaikan orang asing, saat aku menatapmu kau mengalihkan wajahmu. Kau sisakan punggungmu saja. Padahal saat kita bersama dulu: kau tidak bisa tidur sebelum menatap wajahku.Â
Kau membuat jarak yang teramat jauh, aku tidak bisa menempuhnya, bahkan menumpangi pesawat tempur pun aku kira tidak bisa juga..
Â
Aku selalu tersenyum sendiri, kadang di pojok ruangan, kadang di bangku subway, kadang di kamar mandi, dan kapan pun itu, jika mengenangmu aku selalu merasa bahagia. Namun terkadang kebahagiaan itu membuatku menderita.
Luka itu membekas di aorta, luka itu bagaikan tembok yang menghalangi. Luka itu memang sudah lama tertinggal, sudah lama menghilang. Dan aku terlupakan dalam kebahagiaan yang kuanggap sempurna.
Sungguh Tuhan tak adil, semua terjadi hanya kepadaku. Kenapa ia tidak merasakan dengan apa yang kurasakan. Kenangan itu sangat tidak adil yang membuat rindu hanya datang kepadaku. Padahal jarak rumah kami tidak terlalu jauh. Ia di tengah gang sedangkan aku berada di ujung gang.
Apakah mungkin Tuhan hanya mengingat alamat rumahku saja hingga surat yang berisi kenangan, rindu serta harapan selalu mendatangiku. Inginku ralat saja ketika surat itu datang, namun apa daya pak pos sudah terlanjur menaruhnya di mail box yang tertanam di otak kiriku.
Namun kini perjalanan angka yang menggerus lembaran berisi bulan dan tahun, manafsirkan aku dalam sebuah pembelajaran untuk menutup mail box agar tidak menerima surat itu kembali. serta jarum yang berputar pada lingkaran angka mengajarkanku atas keikhlasan: mengapa jarak diciptakan selalu berdampingan dengan rindu serta rindu dan jarak bukanlah suatu keseharusan untuk selalu mengikat cinta.
Karena dari jarak aku mempelajari bahwa rindu sangat sulit ditepis jika hanya menunggu tanpa menempuh. Dari rindu aku bisa belajar bertahan atas jarak yang memisahkan. Serta jarak yang dekat; seperti saling bertemu, saling berjuang tidak menjamin dia lha jodoh kita. Dan saling merindukan pun tidak menjamin juga dia akan menjadi jodoh kita.
.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”