Seperti halnya lagu RAN yang mengatakan, "Jauh di mata, namun dekat di hati." Demikian juga dengan kisah kita saat ini. Di mana jarak bukan hanya di tempuh dengan jauhnya kilometer tempat kita berada masing-masing-tidak sekedar itu. Bukan pula hanya karena tidak seringnya kita berkomunikasi atau jarangnya kita bertatap muka. Bukan pula peluk cium atau pun ungkapan kerinduan lain yang terbungkus dengan rasa rindu yang selalu ingin dicurahkan setiap waktu.
Kata orang-orang, jarak terjauh adalah tentang berbedanya rumah tempat ibadah kita.
Suatu kenyamanan yang salah. Sejak awal kenapa harus kita mulai sampai pada titik ini? Bukan karena aku tak mau dekat atau pun memang ingin dekat dengan seorang yang lain. Namun, terlalu lama sendiri membuatku berpikir rasanya lelah dengan datangnya sapaan yang dekat, lalu menghilang pula dengan cepat.
Kamu. Seseorang yang jauh dari perkiraanku-membuatku nyaman dengan segala tingkah kocakmu. Bahkan hanya dengan tingkah salahmu aku pun tertawa geli melihatnya. Hingga pada suatu hari aku pun mulai disadarkan kembali akan jarak kita yang sebenarnya. Apakah kita akan tetap bertahan dengan rasa nyaman atau harus mulai berbenah diri melangkah di jalan kita masing-masing?
Aku tahu ini semua tak mudah. Apalagi kita adalah teman sedari kecil yang bertemu setelah besar ini. Rasanya ada begitu banyak hal masa kanak-kanak yang kita lakukan bersama, membuat rasa bercanda dulu sangat begitu berartinya. Tak jarang pula kita saling melempar pertanyaan ingin bertemu, yang meskipun entah kapan bisa terwujud.
Yah… Untukmu yang jauh di sana, lekaslah menuntut ilmu agar kita setidaknya bisa bertemu kembali. Meskipun status kita tak berubah-masih sama seperti dulu-karena suatu keyakinan kita.
Selain dengan dirimu sebenarnya ada beberapa dari mereka yang datang. Namun lagi-lagi, mereka sama seperti denganmu-sama berbeda keyakinannya denganku.
Rasanya aku pun tidak berani untuk memikirkan sampai jauh ke depan. Kuanggap mereka yang datang hanya sebatas teman-pelepas lelah bekerja seharian. Mekipun terlintas dalam benakku untuk membuat keputusan yang salah-menentang kuatnya keyakinan. Namun itu hanya sebatas dalam pemikiranku saja. Entah.. Aku tidak berani melakukannya. Jikalau pun berani, kenapa tidak denganmu saja aku mengakhiri kesendirian ini? Memperjelas status kita masing-masing.
Apakah sekarang kamu bisa melihatku sebagai wanita? Tidak seperti saat kita kecil dulu? Atau sampai saat ini-rasa nyaman ini-rasa rindu yang mungkin terlarang ini kita musnahkan begitu saja sampai di sini?
Hanya yang bisa terus kulakukan untukmu sampai saat ini adalah menyayangimu dalam setiap doaku. Kuharap suatu saat nanti kamu pun tahu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”