Siapa yang datang ke Dar es Salaam? The Prodigal Son, Llukas, seorang sahabat yang berasal dari Jerman. Dia pernah tinggal di Dar es Salaam selama beberapa bulan. Kami tidak bertemu sejak tahun lalu, 2019. Karena dia harus kembali ke Jerman untuk bekerja. Kemarin, 7 April 2020 dia datang ke Dar. Dia tinggal di sini untuk 2 hari saja. Saya pikir itu hanya lelucon, karena waktunya sangat singkat, ternyata tidak. Namun, hari ini 9 April 2020, dia terbang kembali ke Jerman, dan saya baru saja menerima pesannya di whatsapp bahwa dia sudah ada di Dubai saat ini.
Senang mendengarnya, karena dia sudah berada pada setengah perjalanan menuju Jerman. Kami menjadi teman selama beberapa tahun. Itu dimulai sejak pertemuan saya dengan Teresa. Dia adalah teman dari Llukas. Saya bertemu dengannya di Goethe, Institute Jerman. Saya ingat saat itu. Saat – saat dimana saya masih bergumul dengan tekanan dan stagnasi. Aktivitas yang saya lakukan hanyalah pergi ke kantor lalu pulang. Siklus ini berlanjut sampai saya menyadari bahwa saya hanya membuang-buang waktu saja. Saya selalu berbicara pada diri saya sendiri, jika saya akan pergi keluar dan mencoba untuk bersosialisasi. Selalu ada alasan untuk tidak memulai. Mungkin karena memulai sesuatu adalah hal yang terasa mengerikan. Saya merasa sudah saatnya untuk pensiun dari gelar sebagai tukang tunda terbaik. Pada malam itu saya memutuskan untuk menghadiri acara Thursday Movie Night di Goethe dan berharap bertemu dengan beberapa teman baru di sana.
Setibanya disana, seorang pria pemandu acara, membuka percakapan untuk memulai filmnya. Dia memberikan penjelasan singkat tentang film yang akan diputar dan juga beberapa informasi agar tetap menjaga barang bawaan.
Filmpun dimulai. Saya menyaksikan setiap adegan dengan cermat dan mencoba menafsirkannya sesuai dengan versi saya. Waktu menunjukkan pukul 21.55, menandakan film akan selesai. Akhirnya filmpun selesai. Saya mulai memperhatikan dan melihat keadaan sekitar dan menyadari bahwa sebagian besar orang sudah memiliki grup mereka masing – masing. Mereka saling berbicara satu sama lain. Saya berada di luar garis sosialisasi, namun saya bertekad untuk keluar dari garis itu, sambil seraya berkata dalam hati, “kamu bisa melakukannya Zefan.”
Saya mencoba untuk menjadi berani. Lalu saya melihat seorang wanita dari kejauhan. Dia juga sendirian. Saya mencoba untuk mendekatinya. Saya merasa sangat gugup. Dengan keberanian yang masih setengah, saya datang kepadanya dan menanyakan namanya. Kami berjabat tangan. Saya memperkenalkan diri dan dia merespon, tidak terlalu buruk untuk suatu pendahuluan . Situasi yang beku perlahan-lahan mencair. Waktu berlalu 15 menit, kemudian kami berakhir dengan bertukar nomor. Saya merasa bahwa percakapan kami tidak terlalu kikuk. Setelah itu, Teresa pun pulang dan mengatakan selamat tinggal, dan saya membalas sampai bertemu kembali.
Saya seperti mendapatkan pewahyuan pada hari itu. Saya seakan mendengar paduan suara malaikat menyanyikan Hallelujah ditelinga saya. Karena tadinya saya merasa enggan dan penuh keraguan untuk memulai pertemanan dan akhirnya saya bisa menemukan satu teman dimalam itu.
Persahabatan kami berlanjut. Kamis berikutnya saya datang ke Goethe lagi dan bertemu dengannya. Teresa membawa Llukas. Dia mengatakan kepada saya jika Llukas juga sedang magang di rumah sakit yang sama. Persahabatanpun bertumbuh diantara kami. Saya punya satu teman lagi, yaitu Llukas.
Pertemanan kamipun dimulai. Kami jadi sering bertemu, dari acara di pusat kebudayaan Rusia dan Perancis hingga pergi ke Pulau untuk menikmati jernihnya air laut, desiran ombak pantai. Setelah pertemanan ini terjalin, kami akhirnya saling mengenal satu sama lain. Kami tidak sekaku dulu. Saya melihat Llukas sebagai orang yang selalu tersenyum dan tampak bahagia. Selain itu ia adalah seorang story teller yang sangat baik, dengan banyak cerita unik dan menarik untuk dibagikan. Rasa penasaran bergejolak di hati dan pikiran, kenapa dia bisa selalu tampak sukacita? Lalu saya datang kepadanya dengan pertanyaan bodoh. Saya bertanya kepada Llukas; Apakah kamu pernah sedih dan menangis? Setelah itu sayapun terdiam dan merasa canggung. Saya mencoba untuk mendengarkannya dengan penuh perhatian dan mengharapkan jawaban yang luar biasa keluar dari mulutnya, tetapi dia hanya mengatakan ya. Saya menjawab ok, tidak apa-apa, saya hanya ingin tahu saja, hehe. Setelah mendengar jawaban tersebut, sayapun berakhir dengan kesimpulan jika itu adalah sesuatu yang natural baginya, menjadi pribadi yang tampak selalu diliputi sukacita. Dia adalah seorang happy go lucky.
Waktu terasa berlalu begitu cepat, kemudian Teresa meninggalkan Dar. Dia kembali ke Jerman. Saya merasa sangat sedih, karena dia adalah perempuan pertama yang menjadi teman saya di Dar es Salaam. Jadi hanya saya dan Llukas yang masih tinggal di Dar.
Pada akhir pekan, kami berjalan-jalan di kawasan kota, dimana tempat hiburan dan makanan enak berada. Kemudian kami menemukan tempat hangout keren bernama Mokka City. Kami memasuki kafe dan memesan minuman serta kue-kue. Sambil menunggu pesanan kami. Kami melihat seorang perempuan yang tersenyum dari kejauhan, dia adalah seorang waitress di kafe tersebut. Saya merasakan getaran yang baik darinya. Saya mengatakan kepada Llukas tentang sesuatu yang saya rasakan terhadap waitress tersebut. Kami melakukan diskusi kecil tentang hal itu. Saya meminta Llukas untuk berbicara dengannya dan memintanya untuk menjadi bagian dari grup kami. Kemudian si Llukas yang pemberani langsung mendatanginya dan menanyakan nama dan nomor handphone nya.
Misipun selesai. Kami mendapatkan nama dan nomor handphone nya. Namanya Fatma alias Milly. Sejak perkenalan itu, dia menjadi sahabat kami hingga saat ini. Beberapa hari berikutnya Llukas membawanya ke Goethe dan aku bertemu dengan Fatma di sana untuk kedua kalinya. Saya, Llukas dan Fatma mulai sering bertemu. Kami menghabiskan waktu bersama hampir setiap hari. Kami secara rutin makan malam bersama dan minum milkshake di tempat favorit kami . Selain itu kami juga sering pergi ke tempat – tempat yang belum pernah kami kunjungi. Kami pergi ke bagian paling atas dari gedung hotel untuk duduk – duduk saja dan merasakan angin sepoi – sepoi. Kami sering melontarkan lelucon dan menertawakan kekonyolan satu sama lain. Selama persahabatan ini berlangsung, kami selalu menunjukkan warna asli kami. Hal ini yang membuat jalinan persahabatan kami menjadi sangat seru. Kami terus mengulangi rutinitas hangout bersama, tetapi jujur saja saya tidak pernah bosan melakukannya.
Hingga pada akhirnya, waktunya telah tiba. Llukas harus kembali ke Jerman. Saya dan Fatma merasa sangat sedih karena kepulangan Llukas ke Jerman. Namun hingga saat ini, kami masih tetap berhubungan. Hal inilah yang menjadikan pelipur lara dikala nelangsa.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”