Aku yang Menemanimu Saat Terluka, tapi Kamu Malah Memilih Dia pada Akhirnya

jagain jodoh orang

Jadi begini rasanya menjaga jodoh orang itu. Sakit sekali tapi tak ada darahnya. Perih sekali tapi tak tampak lukanya. Sungguh menyedihkan menerima kenyataan bahwa bukan namaku yang tertera pada kartu undangan yang kau sebar.

Advertisement

Lucunya, kamu yang menebar undangan aku yang direcoki dengan kekepoan teman-temanmu. Aku tidak menyalahkan mereka akan rasa penasaran yang ada. Siapa yang bisa memprediksi, aku yang bertahun-tahun bersamamu. Sedari pelajar, mahasiswa sampai kita sama-sama menjadi seorang pekerja. Fotoku yang menghiasi dinding sosial mediamu. Wajahku yag kau pamerkan sebagai calon ‘pendamping masa depan’. Namun nyatanya, foto yang ada disampul ‘buku nikah istri’ bukanlah wajahku.

Aku yang merancang konsep pernikahan denganmu tapi dia yang jadi pengantinnya. Aku yang menenangkan saat kau bersedih tapi dia yang menikmati tawamu. Aku yang menjagamu dalam kesepian tapi dia yang menggengam tanganmu dalam keramaian. Itu aku bukan dia.

Aku terlalu sesumbar perihal jodoh. Melangkahi takdir membayangkan hidup berdua bersamamu, meski dalam hayal. Imajinasi itu berubah jadi sebuah keinginan yang sayangnya tidak dapat terwujud. Saat impian itu tak hanya semu, akulah yang jadi paling menyedihkan.

Advertisement

Aku yang mendampingimu menjadi baik namun dia yang merasakan kasih sayangnya. Aku yang menyembuhkan luka, namun dia yang kau limpahkan perhatian. Aku yang berharap ada disisimu jadi pendamping hidup tapi dia yang kau pilih jadi teman hidup. Di mana letak salahku?

Bukan saja mereka barisan para ‘penonton’ yang kerap melabeli kita sebagai couple goals atau sekedar memenuhi kolom komentar instagram yang sibuk mengarahkan kita untuk segera meresmikan hubungan dalam ikatan pernikahan yang tersentak dengan kenyataan ini.

Advertisement

Banyak tanya terlontar padaku.


Kenapa kalian putus?

Kenapa bukan kamu yang bersamanya?

Kenapa bukan kamu yang jadi pengantinnya?


Dan banyak kenapa-kenapa lainnya.  

Kemudian aku hanya mampu terdiam. Mulutku kelu untuk sekedar mengucap satu kata. Aku masih sulit memberi alasan karena semakin aku mencari celah ‘salah’ pada akhirnya aku menemukan kesimpulan tidak ada yang salah diantara kita.


"Tidak ada yang dapat menolak takdir (ketentuan Allah) kecuali doa dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali berbuat kebaikkan." (HR Tirmidzi, HR. Ibnu Majah)


Semua permainan takdir. Perihal jodoh sekuat apapun aku memaksa, dirimu mengelak, jika Tuhan bilang bukan jodohnya, aku bisa apa, kita bisa berbuat apa.

 


"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)."

 (QS. Ar Ra'd: 39).


Untukmu yang akan menjemput bahagia semoga kenangan bersama kita tidak mengusik kehidupanmu bersama dia. Dan aku ? Biarlah aku menikmati hidupku dan kamu tak perlu mengetahuinya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penyuka Arunika - Penikmat Swastamita

Editor

Not that millennial in digital era.