Membicarakan kesalahan orang lain memang suatu hal yang menyenangkan bagi sebagian orang. Entah itu tujuannya untuk mengoreksi, gengsi atau hiburan belaka. Yang sesungguhnya semua manusia pasti mempunyai hati yang baik. Tinggal bagaimana kita mengelolanya dengan baik agar outputnya pun baik. Output yang baik tentunya didasarkan pada omongan kita terhadap sekitar.Â
Mungkin benar hal yang paling tajam adalah lidah. Lidah tak bertulang ini bisa kapanpun, dengan sadar maupun tidak bisa membuat seseorang tertusuk hatinya hingga membuatnya putus asa. Dan hal yang paling bahaya dari putus asa adalah merasa diri tak berguna untuk hidup hingga akhirnya memilih tidak hidup. Toh termasuk perbuatan dosa jika kita membuat orang lain tidak nyaman apalagi terluka.
Bukankah miris jika karena lidah kita atau mungkin jari kita yang dengan mudahnya memberi komentar terhadap kehidupan orang lain tanpa tatap muka maupun dengan cara lainnya. Karena tanpa tatap muka inilah yang membuat orang lebih berani namun tidak kendali emosi. Orang dengan mudahnya memberi komentar negative hanya mengandalkan media berita yang ada.Â
Padahal kita sedang hidup di akhir zaman yang di mana suatu berita bisa saja adalah hoax, karena demi menaikan rating atau lainnya. Kita hidup yang segalanya bisa dibayar oleh uang termasuk kejujuran. Belum lagi kejujuran itu sering dibungkam oleh entah siapa itu, yang jelas oleh mereka yang ingin berkuasa.Â
Jadi dengan adanya berita yang ada alangkah baiknya difilter dulu lalu dikonfirmasi. Jika kita tidak mempunyai akses untuk memfilter ataupun mengkonfirmasi coba untuk tetap diam. Mungkin niatmu ingin melakukan kritisi agar ada perubahan dan menganggap diam itu berarti mendukung suatu kondisi yang ada.
Padahal diam itu bisa jadi melawan secara taktik yang tersembunyi, mencegah adanya yang terluka dan terkadang diam lebih baik jika harus berkomentar namun tak akan berpengaruh sama sekali karena baginya lebih baik diam mengumpulkan energi untuk bisa membabat atas ketidak setujuan hal tersebut dengan karya maupun pembuktian.
Bahkan saya suka bertanya-tanya, kenapa orang-orang sempat komentar dilaman publik figure entah itu nasihat ataupun cacian. Bukankah masih banyak yang harus diselesaikan dengan diri sendiri. Misalnya memantaskan diri dengan Allah SWT ataupun kehidupan sekitar. Atau karena tidak punya masalah dan merasa sudah menjadi baik jadi bebas berkomentar tentang hidup orang lain? Bukankah yang harus diubah adalah diri sendiri terlebih dahulu daripada orang lain.Â
Tahukah kamu ada orang yang sebagian memendam amarah ada pula yang langsung meluapkan. Keduanya sama saja berbahaya, karena segala sesuatu yang dilakukan dalam keadaan emosi pasti tidak baik.
Memendam bisa jadi menahan amarah baik dalam tangis maupun senyuman palsu sama saja berbahaya karena kodratnya manusia punya sifat keterbatasan dalam menahan sabar. Dan orang yang marah karena sudah bertahun lamanya dalam menahan sabar justru bisa jadi lebih berbahaya baik dirinya sendiri maupun orang lain.Â
Meskipun lawan bicara kita tidak menampakan kemarahan tetaplah jaga perasaanya meskipun itu hanya sebuah candaan. Bukankah lebih menyenangkan jika kita membuat orang lain senang daripada membuat orang lain marah.Â
Jadilah sayap pelindung bagi siapapun itu, semua orang intinya ingin menjadi baik begitupun kita. Mengajak kebaikan, mengkritik sesuatu ada adabnya. Karena mengajak kebaikan tujuannya hanya menyampaikan biarlah selebihnya Allah SWTÂ yang mengurus.
Berkomentar secara pribadi akan lebih diterima daripada secara umum. Berkomentar harus menggunakan nalar dan jangan asal-asalan. Bukankah tujuan berpendapat mencari kebenaran bukan untuk menjatuhkan? Bukankah kamu tidak ingin menjadi pembunuh tanpa kesadaranmu sendiri?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”