Sudah seminggu sejak kepergiannya. Sejak pagi, Ibuku sudah mulai memasak untuk acara tahlil. Setidaknya, inilah yang bisa kami lakukan sebagai penghormatan terakhir untuknya yang telah tiada. Mempersiapkan sedikit hidangan ringan untuk tamu yang akan datang mendoakan kerabat kami yang berpulang. Kegiatan doa bersama ini kabarnya akan dilakukan menjadi dua sesi, untuk menghindari kerumunan.
Kepergiannya adalah cambuk bagi kami, bahwa ajal dapat datang kapan saja dan tidak mengenal usia. Disaat wabah Covid-19, kabar duka silih berganti dari korban Covid-19 yang terus berjatuhan, tragedi jatuhnya pesawat di perairan kepulauan seribu, gempa bumi, longsor dan juga banjir. Siapa sangka, kabar duka terbaru justru datang dari kerabat sendiri. Bukan karena sakit, bukan karena bencana, namun semata-mata karena sudah waktunya.
——————————————————————————————————————————
Jumat pagi itu berlangsung normal, tak hujan, pun tak juga cerah. Namun suasana hatiku hari itu sangat baik. Aku berangkat kerja sebagaimana biasa dan menjalani hari tanpa kesedihan apapun. Tak terlintas sedikitpun hari itu tangisku akan pecah sejadi-jadinya. Sore itu, saat menanti jam pulang kerja, tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa sepupuku tiada. Aku segera menelepon salah satu keluarga, dan iapun mengiyakan. Sepupuku telah berpulang.
Aku sedikit terkejut mendengar kabar tersebut. Aku tak bisa berkata apa-apa. Tak pernah ku dengar kabar sakitnya. Bahkan dua hari lalu aku masih berpapasan dengannya di depan rumah. Dalam keadaaan sehat dan sedang menanti kelahiran anaknya. Bagaimana bisa tiba-tiba dia wafat? Apakah karena melahirkan? atau bagaimana? Aku bergegas pulang ke rumah dan ku dapati cerita ternyata dirinya memang memiliki tekanan darah yang cukup tinggi akhir-akhir ini. Aku tak berani bertanya lebih lanjut karena takut pertanyaanku melukai paman dan juga bibiku.Â
Karena rumah kami yang berdekatan, aku langsung melayat ke rumahnya. Ku lihat beberapa orang sudah datang untuk melayat dengan menaati protokol kesehatan. Semua tetap jaga jarak dan menggunakan masker. Orang-orang yang melayatpun secara bergantian masuk ke dalam rumahnya dan mulai membacakan Yaasin.Â
Tak pernah terbayangkan kehilangan Saudara secepat ini, di saat pandemi sedang berlangsung. Di saat berpelukan tak bisa dilakukan untuk saling menenangkan. Di saat doa terbaik hanya bisa dilakukan secara bergantian (atau dari jauh) demi menghindari kerumunan. Tak pernah terbayangkan bahwa dua hari lalu adalah kali terakhir ku lihat dirinya.
Rest in Love, MN, 22 Januari 2021
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”