Membina sebuah hubungan baiknya didukung dengan kuatnya komitmen. Ia bak tali pengikat agar semakin kuat dan kokoh. Di dalamnya kedua insan harus saling belajar tanpa saling mencurigai satu sama lain. Untuk memperkuatnya, dibutuhkan adanya rasa saling percaya, tak boleh ada prasangka buruk di dalamnya. Ia harus dilandasi dengan sikap rendah diri dari masing-masing pasangan.Â
Sebelum saya memutuskan untuk melepaskan masa lajang, pelbagai pertimbangan dipilih. Analisisnya kelampau mendalam. Pelbagai pertimbangan dipakai, baik dan buruknya dilihat, pun begitu dengan untung dan buntungnya, dari saling belajar satu sama lain sampai di titik untuk memaknai setiap percekcokan antara kami berdua.Â
Hingga tiba di pilihan untuk berlabuh di kursi pelaminan,  kami telah makan asam garam dalam ziarah percintaan. Pernah di suatu waktu ada kesalahpahaman yang tak sengaja saya lakukan. Kesalahannya tak seberapa bagiku. Namun itu berujung fatal. Seketika ia ngambek. Seluruh percakapan via media sosial di antara kami terputus. Ia tak memberi kabar sama sekali. Nomor hape saya diblokir. Pikiran saya dibuatnya risau. Ia tak berbagi kabar, apalagi mengajukan pertanyaan apa kabar. Sekian purnama berlalu, kabar tentangnya tak kunjung muncul, ia hilang sekejap.Â
Di masa-masa tak berbagi kabar itu, saya memilih untuk menepi ke ruang sunyi. Melihat atas segala dosa dan salah, merefleksikan sisi baik dan buruk. Kadang kita perlu merenung, tak gegabah dalam mengambil keputusan, mengambil jeda untuk melihat segala kekurangan, lalu mengambil hikmah atas segala tindak yang berlalu. Setelah itu baru memompa semangat untuk sekadar memohon maaf atas segala kesalahan. Pilihan terakhir kita legawa, agar segala yang terjadi kembali normal seperti sediakala.Â
Demi meluruskan segala kekeliruan yang sempat terjadi, saya kembali menata rasa agar ia dapat berjalan seperti semula. Percakapan dibuka dengan memanfaatkan media sosial. Saya mengajukan pertanyaan perdana dengan menanyakan apa kabar. Beruntung ia menanggapinya dengan aktif. Ia tak cuek. Percakapan dilanjutkan dengan pelbagai pertanyaan. Ia menanggapi setiap pertanyaan dengan lugas. Puncaknya saya memohon maaf atas segala salah. Ia turut memohon maaf. Kami saling mengirim emoji love. Semenjak itu hubungan kembali membaik. Hari-hari kembali dirayakan penuh kasih. Berbagi kabar pun menjadi agenda rutin di pagi dan malam hari.Â
Hari ini, di saat saya menyusun catatan ini, kami sudah memasuki usia empat bulan pernikahan, usia yang masih terlalu muda, masih seumur jagung. Namun sejuta harap terus didoakan bersama malam yang lekas pergi, biar segalanya tetap awet hingga maut memisahkan perjalanan hidup kami. Doa yang sama terus disampaikan saat mengawali hari di tiap pagi.Â
Sejauh ini, saya sadar, kalau kunci agar hubungan semakin awet, yakni saling memahami. Rasa ego di dalam diri sebaiknya dibuang jauh sebelum memutuskan ke jenjang yang lebih serius. Saling memahami di antara kedua insan akan memupuk awetnya hubungan. Jaga komitmen agar langgeng hingga pelaminan. Semangat yuk!  Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”