Hustle Culture, Budaya yang Salah dalam Memaknai Produktivitas

Produktif tapi jangan lupa untuk rehat

Di dunia saat ini pastinya tidak ada orang yang tidak butuh uang, kita berbondong-bondong melakukan apapun untuk memperolehnya. Melakukan banyak hal agar bisa menghasilkan banyak uang untuk menyambung hidup. Bahkan aktivitas bekerja kini seperti kegiatan utama, generasi 90-an sering menyebutnya dengan istilah “budak korporat”. 

Advertisement

Banyak waktu tersita hanya untuk bekerja, kita seakan-akan dituntut menyerahkan seluruh waktu untuk bekerja di manapun dan kapanpun. Antara kebutuhan dan realistis sekarang hanya memiliki batas tipis. Iya kita butuh uang namun kita juga butuh waktu beribadah, me time, makan dengan tenang tanpa harus memikirkan kerjaan, piknik, travelling dan lain-lain.  Namun realisasinya kita kekurangan waktu untuk sekedar hangout bareng teman.


Sering banget kita mendenger istilah kayak gini, “dulu pas mau main masih mikir-mikir enggak ada uang, sekarang giliran ada uang susah nyari waktu buat main.” 


Banyak postingan-postingan orang yang memperlihatkan lagi kerja kantoran, kesibukkan kerjaannya, dikejar deadline ataupun kerja lembur bagai kuda. Memang itu tuntutan kantor, yang sekarang sudah menjadi gaya hidup, yang lebih dikenal dengan istilah Hustle Culture.

Advertisement

Dikutip dari channel youtube Gita Savitri, Hustle Culture adalah gaya hidup dimana seseorang melakukan banyak hal, sibuk terus di mana pun dan kapanpun. Dengan gaya hidup itu orang merasa puas, dengan merasa kerja keras dapat cepat sukses. Saat ini banyak orang mengansumsikan kalau hustle culture itu bagus, mengapresiasi orang yang sibuk kerja, sehingga bangga kalau dia itu sibuk kerja, bangga kalau over work. Hustle culture dilakukan bukan karena kemauan tapi butuh.

Nah gaya hidup ini seperti menuntut kita buat selalu produktif, melakukan banyak hal dalam sehari. Kita enggak boleh cuma tidur-tiduran saja, cuma nonton tv atau film terus. Bahkan untuk males-malesan pun kita seperti merasa bersalah melakukannya. Kita merasa bangga kalau seharian bisa sibuk terus dan melakukan banyak hal. Padahal rebahan itu juga bagian dari pola hidup produktif lho, kita butuh waktu istirahat untuk dapat melakukan hal-hal baru, kreativitas atau menemukan ide baru, atau sekedar rehat sejenak untuk aktivitas selanjutnya.

Advertisement


Kenapa sih adanya hustle culture ini membuat kita salah dalam memaknai produktivitas?


Hustle culture menuntut kita untuk terus-menerus menghasilkan, menghasilkan dan menghasilkan. Hustle culture tidak sepenuhnya bagus, justru karena tuntutan ini kita dipaksa untuk berpikir terus-menerus. Hidup di dunia yang kompetisinya sudah gila-gilaan sekali membuat kita mau enggak mau bertahan dengan gaya hidup yang seperti ini.

Produktif menjadi ajang agar tetap bertahan hidup dan menghasilkan banyak uang. Tidak masalah kalau produktif ini tidak menyita waktu yang harusnya bisa digunakan untuk diri sendiri dan keluarga. Tapi akan menjadi salah dalam memaknai produktif apabila seluruh waktu dan hidup hanya untuk bekerja.

Produktivitas adalah kombinasi kegiatan produktif dengan faktor lainnya. Sehingga tidak salah kalau dalam sehari kita bisa bermalas-malasan, rebahan saja, atau sekedar menikmati hobi. Anggap saja itu reward terhadap diri kamu sendiri yang sudah hustling selama berhari-hari. Hustle culture, tidak menjamin akan cepat menjadi sukses atau kaya. Kenapa? Karena saat kita sibuk kerja terus-menerus, kita banyak lembur yang diuntungkan besar-besaran bukan kita namun tentunya pimpinan-pimpinan kita atau orang-orang yang berpengaruh. Dengan produktivitas dan kerja keras yang berlebihan, kreativitas justru akan menurun dan tingkat kebosananpun akan cepat meningkat. Namun bukan berarti produktif dan kerja keras itu sia-sia dan tidak penting kok. Produktif dan kerja keras itu penting banget apalagi di zaman yang kompetisinya sudah gila-gilaan banget ini, kita perlu yang namanya muter otak gimana caranya tetap bertahan hidup, menjadi manusia yang produktif dan kerja keras itu kuncinya. 

Huslte culture ini juga yang memicu para millenials berpikir “kok aku masih gini-gini saja ya” padahal kenyataannya udah banyak hal-hal positif yang dilakukan dan dihasilkan. Kita hanya butuh yang namanya me time saja kok untuk tidak terjebak oleh ambisius dan hustle culture ini. Menikmati segala prosesnya, mensyukuri apa yang sudah kita lakukan, memberi reward pada diri sendiri adalah salah satu cara agar otak tetap sehat, lebih memacu kreatifitas, dan tentunya tidak terjebak oleh kebosanan rutinitas. Hustle culture dilakukan bukan karena kemauan tapi butuh.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Orang yang sudah Bahagia melihat orang lewat