Kita pada HujanÂ
Sebisik senyum runtuh melaju larut – jadi cuma begituÂ
Persis larung terbawa pergi ombak-ombak santai tanpa akhirÂ
Air turun dari awan-awan gelapÂ
Sengaja kamu hampiri aku yang sekarat bersamaan dengan larut senyum ituÂ
Pelukan di bawah rintik yang lama-lama jadi deras menghangatkankuÂ
Kamu tahu ini tak perlu tapi aku butuhÂ
Kita pada hujan adalah perkara saling memberi kebebasanÂ
Bukankah demikian?Â
Tanya kami pada hujan setelah kami melepas pelukanÂ
Â
Â
BerteduhÂ
Waktu itu kamu bilang ingin makan mi ayamÂ
Aku mengiyakan dan sore setelah menumpuk penat kita berangkatÂ
Biasanya aku peka dengan panggilan alam : seperti "hei, akan turun hujan"
Anehnya karena mi ayam atau mungkin karena kamu aku jadi tak peka begitu
Â
Mau tidak mau karena aku tak mematuhi laguku buat "sedia payung sebelum hujan"Â
Belum sampai melihat pantat penjual mi ayam, kita kebasahan Â
Kita menepi di toko yang punya halaman beratap galvalumÂ
Meski jadi berisik karena air jatuh bersentuhan dengan atapÂ
Berisik itu bukan halangan kita bercerita seruÂ
Aku mendengarkanmu dengan baik, tak mau ketinggalan informasiÂ
Begitupun aku berbicara dengan baik, tak mau kamu kehilangan hal menarikÂ
Sampai lupa harus mengisi perut dengan mi ayamÂ
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”