Hiatus
Berhenti sejenak!
Sandarkan jangkar perjuangan,Â
Bukan menyerah,Â
Waktu perlu jeda.Â
Dibanding tertidur ditelan ilusi,Â
Gagal-gagal kemarin menghantui,
Minta cepat diperbaiki,
Menunggu kibarkan layar lagi,
Dengan yang baru.
Tapi hati-hati,
Hiatus begitu candu,
Bisa nyaman dibuatnya kau.Â
Oleh : Davina Aulia SekarÂ
Oke sekarang, siap-siap ya!Â
Kamu yang sedang berusaha menyembuhkan diri, lihat-dengar-baca puisi berjudul Awan ​​​​​​​​​​​dengan perlahan, selamat datang!Â
Awan
Kini aku terkurung, terlilit teratai duri dalam ruang gelap gulitaÂ
Tak kasat mata
Tak terucap apapun
Tak teraba bahkan dengan tangan ajaib,
Samar sekali walau didepan mata.
Ada yang hilang dari diri,
Terjebak dalam tubuh yang tak punya jawaban untuk bahagia,
Lalu untuk apa aku ada?
Hey! semua prajurit kehidupan!
Keluarlah! Kecup dan hirup banyak-banyak udara luar kamar, rumah, kantormu,Â
Berjalanlah dan pandangi wajah langit biru diatas,
Kecup banyak-banyak awan yang menggumpal lucu,
Lihat mereka tersenyum padamu,Â
Menghapus tangis agar lekas kering.Â
Dengar awan bicara,
Awan bersedia menghisap sedih, tangis, dan sesak.
Lukis senyummu sekarang,
Tatap lama awan biru hari ini,
Jangan tertinggal satupun,
Awan tak meninggalkan,Â
Awan akan membawa satu persatu tangismu,Â
Membawa awan baru untuk memelukmu lagi,Â
Jangan kasihan!Â
Awan banyak sekali, dia senang menaungi sedihmu.Â
Tapi ingat janjimu,Â
Cepatlah banyak tersenyum,
Semesta tak menyukaimu murung dibawah pandangannya.Â
Oleh : Davina Aulia SekarÂ
Â
Peron Kereta
Jam giliran kita; menanti waktunya,
Kau menggenggam milikmu, aku!
Untuk menggenggam habis waktu,Â
Agar sisa-sisanya tak penuh sesal.Â
Tapi, peron-peron hening
Tak ada teriakan peringatan jam tepat waktu,
Bahkan sekedar bisikan.
Kau bawa aku,
Aku tanya sekali lagi padamu,
"Peron macam apa ini?," Kau jawab "Peron waktu keretaku."Â
Lalu mari kita berdua naik bersama?Â
Tidak ucapmu lantang!Â
Akhirnya kau naik duluan,
Melepas tanganku dan membawa sisanya naik keatas peron kereta yang entah terbawa ke stasiun mana.
Tak lama kosong memenuhi sekat-sekat nadi dan aliran darah,
Lamunan menjadi mengerikan,
Sehingga membawaku setahun kemudian,
Terlalu lama aku menunggu giliran,
Sekarang giliran peron waktu keretaku!Â
Membawaku menuju singgasana yang tak ditemui yang hidup.
Oleh : Davina Aulia SekarÂ
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”