Hilangnya ‘Cinta’ dalam ‘Aku Cinta Kamu’

Cinta? Ya, banyak manusia yang begitu terpesona dengan kata itu. Sebuah kata yang dianggap begitu sakral yang-dengan segala ekses negatif dan positifnya-telah mampu membuat kehidupan ini terus berlanjut. Tak jarang, cinta dianggap sebagai sebuah anugerah sehingga banyak manusia yang berpandangan-bahkan percaya-bahwa cinta itu soal keberuntungan. Dan atas dasar itu pula manusia (dengan congkaknya) merasa tidak perlu serta tidak tertarik untuk memperbincangkan masalah cinta secara mendalam karena menurutnya jatuh cinta itu hanya tentang mencari atau menunggu "keberuntungan" atas waktu dan sosok yang tepat untuk memenuhi hasrat cintanya.

Advertisement

Ketidaktertarikan manusia untuk memperbincangkan cinta justru berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa betapa banyak film romantis bertemakan cinta dan ribuan lagu cengeng yang diciptakan hanya demi memenuhi tuntutan manusia akan "cinta". Melihat kenyataan tersebut Erich Fromm berpendapat; "Nyaris tidak ada orang yang berpikir bahwa ada sesuatu yang dipelajari tentang cinta".

"Aku Cinta Kamu" bertolak pada premis Adam Smith yang berpendapat bahwa pengejaran kepentingan pribadi akan menciptakan sebuah tatanan sosial. Lantas kenapa cinta itu dapat dikatakan sebagai sebuah kepentingan?

Kebanyakan manusia menganggap masalah cinta adalah bagaimana agar dapat dicintai. Sehingga dalam pengejaran tujuan tersebut, manusia, baik laki-laki ataupun perempuan, berusaha membuat dirinya menjadi semenarik mungkin, baik dengan pakaian, kekayaan, sikap dan tatakrama atau dengan berusaha menjadi pribadi yang memiliki perilaku sosial yang menyenangkan. Usaha yang didasari oleh keinginan untuk menjadi populer dan memiliki daya tarik seksual. Tak sampai disitu, ketika berbicara cinta, kebanyakan manusia berpikir bahwa untuk mencintai itu mudah, namun menemukan objek yang tepat untuk mencintai itu sulit. sebuah konsep yang mengagungkan arti penting objek dari pada arti penting dari fungsi.

Advertisement

Saat ini yang terjadi adalah hilangnya kata "cinta" dari pernyataan "aku cinta kamu", sehingga yang ada hanya "aku (dan) kamu", dan melulu begitu. Kenyataan yang berkutat dan berputar pada subjek dan objek, ketersalingan ambigu yang tercipta karena esensi dan fungsi yang telah tercerabut dari keduanya. Pada akhirnya ketika manusia mengucapkan kalimat "aku cinta kamu" itu berarti dia mengatakan"aku sudah cinta kamu, maka kamu juga harus cinta aku". Sebuah pengharapan imbalan (cinta) yang sepadan. Konyolnya, egoisme ini sudah disalahpahami sebagai cinta.

Egoisme ini begitu jelas terlihat ketika seseorang berusaha menjadi pribadi yang selalu menyenangkan didepan pasangannya, agar pasangannya pun melakukan hal yang sama terhadapnya. Pada akhirnya, yang terjadi adalah keduanya tetap menjadi orang asing bagi satu sama lain, hanya sebatas pasangan yang memiliki hubungan untuk tetap menjalin keadaan yang baik-baik saja, dan (parahnya) itulah yang ditafsirkan oleh keduanya sebagai romantisme cinta. Hubungan yang berlandaskan sifat pura-pura. Sehingga, saat ini, "aku cinta kamu" lebih berarti bahwa "aku akan (berpura-pura) baik dan menjadi pasangan yang menyenangkan bagi kamu agar kamu pun melakukan hal yang sama, dan aku akan (berpura-pura) menganggapnya sebagai cinta".

Advertisement

Saat ini kata cinta merupakan sebuah kepentingan yang mendewakan kehendak untuk "menguasai" pribadi lain agar dapat memberikan perlindungan semu, agar mendapat imbalan berupa cinta sehingga bisa merasa bahagia dengan keadaan yang "baik-baik saja". Begitu menjemukan!

"Cinta merupakan tantangan yang terus berlangsung; ia bukanlah tempat untuk beristirahat, melainkan tempat untuk bergerak, bertumbuh dan bekerjasama; entah ada keselarasan atau konflik; kebahagiaan atau kesedihan, itu tidak lebih penting dari pada fakta fundamental bahwa dua orang mengalami diri mereka sendiri dari hakikat eksistensi mereka, bahwa mereka adalah satu dengan masing-masing dipersatukan dengan diri mereka sendiri, bukan dilenyapkan dari diri mereka. Hanya ada satu bukti kehadiran cinta: kedalaman hubungan, serta kehidupan dan kekuatan dalam diri masing-masing orang yang terlibat; inilah buah yang membuat cinta dihargai".
Erich Fromm – The Art of Loving

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang pria yang ingin menangisi semesta dengan tawa yang amat riang!