Pagi ini Jakarta tampak cerah, tapi terlalu angkuh untuk bisa ditakhlukkan. Hotel yang aku tempati selama perjalanan dinas urusan pekerjaan ini termasuk dekat dengan pusat bisnis di kota metropolitan ini. Aku yang hanya seorang perempuan daerah terpaku takjub ke beberapa gedung pencakar langit yang ku perhatikan dari balik jendela kamar .
Sambil merenungkan kata-kata yang keluar dari mulut orang-orang kalau mendengar kata Jakarta, kata mereka kota yang lebih kejam dari ibu tiri. Tapi kata mereka juga Jakarta menjanjikan sebuah harapan untuk memperbaiki perekonomian. Ya walaupun aku tau banyak yang akan mengambil keuntungan dari para pencari kerja lugu yang berasal dari daerah. Bukan untung yang didapat bisa saja menjadi buntung.
Takjub ku juga belum berakhir sampai disitu. Aku bergegas turun ke lantai dasar untuk segera berkumpul dengan rombongan untuk pergi mencari makan siang sebentar, lagi-lagi fokus ku masih ke jalanan. Melihat beberapa orang yang lewat, mereka terlihat rapi. Dengan kemeja dan dasi yang sudah terpasang, dan para perempuan yang tak kalah cantik dengan blazer yang dikenakan dengan id card yang menggantung dileher mereka.
Seketika aku melirik ke diri ku sendiri, perempuan dari daerah seadanya yang rasanya jauh tertinggal dari mereka.
Ini bukan pertama kali bagiku ke Jakarta, tapi berkali-kali aku kembali. Rasanya ini saat yang paling menyadarkan betapa tak ada apa-apanya aku. Kemampuan dan siapa diriku rasanya sudah terlalu jauh tertinggal dibandingkan dengan kehidupan mereka.
Aku menghela nafas panjang, rasanya orang lain sudah mencapai goal hidup mereka masing-masing. Tapi aku? Aku masih belum menemukan apa yang mau aku cari selama ini. Karir yang aku bangun belum apa-apa dibanding teman-teman kuliah ku yang lain, yang mungkin sudah menjadi manager dibidang mereka masing-masing. Ditambah dengan mereka yang sudah mempunyai keluarga, sudah mempunyai anak-anak yang lucu. Sedangkan aku, lagi-lagi aku tertawa sumbang menertawakan hidup ku sendiri. Jangankan untuk berkeluarga aku belum pernah merasakan menjalin sebuah hubungan dengan laki-laki manapun.
Bukan berarti aku terlalu keras dengan diri sendiri, aku juga pernah merasakan jatuh cinta. Aku pernah jatuh cinta dengan teman sekelas dulu waktu kuliah. Cuma lagi-lagi semesta tidak merestui ku untuk mengecap apa rasa kasih sayang dari orang lain selain orangtua dan adik laki-laki ku.
Aku mulai membatasi untuk membuka sosial media, bukan apa-apa nyatanya yang bisa mengatur perasaan yang ada adalah kita sendiri. Terlalu banyak postingan-postingan orang lain yang kadang membuat diriku semakin insecure. Yang membuatku semakin takut untuk mencoba hal-hal baru, takut berkenalan dengan orang baru karena aku merasa terlalu banyak kekurangan didiri ku yang belum tentu orang-orang tersebut bisa memahaminya.
Ketika aku melihat-lihat sosial media yang memang sepenuhnya diisi dengan kesenangan, pencapaian orang lain, selalu saja ada kalimat muncul dibenak ku seperti “enak ya jadi mereka, di umur segini udah sukses”.
Sampai-sampai aku lupa kalau mereka juga bisa saja mengucapkan kalimat serupa, hidup yang aku keluhkan bisa saja kehidupan yang diimpikan orang lain.
Padahal dibalik pencapaian mereka, di balik semua yang aku lihat yang mereka perlihatkan disosial media hanyalah sebagian kecil dari kehidupan mereka. Hanya saja mereka tidak memperlihatkan bagaimana mereka dimarahi pimpinannya sehingga dia bisa sukses di usia muda, bagaimana mereka pernah merasakan sakit hati begitu dalam sampai kemudian mereka mendapat pasangan yang memang terbaik versi mereka.
Aku pernah bercerita dengan salah satu temanku. Dia hanya menanggapi dengan seutas senyum, kemudian mulai memberikan nasihat. Katanya hidup semua orang itu berbeda-beda, waktunya tidak pernah sama. Bisa saja tahun ini aku redup seolah tidak terlihat bagi banyak orang, tapi akan terlihat di tahun berikutnya.
Hidup bukan lomba lari katanya, yang harus cepat-cepatan sampai di garis finish. Selama kita berusaha, dan kita tidak pernah tau usaha kita yang keberapa yang akan berhasil. Sama seperti kita menanam bibit tanaman dalam sebuah pot, tidak semua bibit itu berhasil bisa tumbuh dalam bersamaan. Layaknya sebuah pohon yang sedang berbuah, buahnya tidak merata untuk matang semua, tapi ada waktunya yang diatas matang duluan dan yang di bawah masih belum terlalu ranum. Begitupun hidup yang kamu jalani sekarang katanya sudah mempunyai waktu dan porsi keberhasilan yang berbeda dengan orang lain. Dengan catatan untuk tidak berhenti berusaha sambil diringi dengan doa.
Mari ubah insecure menjadi syukur, sekecil apapun itu. Pekerjaan yang aku jalani sekarang bisa saja adalah pekerjaan yang diimpikan oleh sebagian orang yang sampai sekarang belum mendapat pekerjaan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”