Hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak melulu tentang romansa, sebab menjalin pertemanan yang sewajarnya bukan hal yang tak mungkin untuk dilakukan.
Sayangnya, perasaan yang tak diinginkan kerap kali muncul ke permukaan, mungkin terjadi pada salah satunya, atau bahkan keduanya. Ah, perasaan bisa muncul dengan bias, bisa jadi hanya terbawa suasana yang muncul sesaat saja.
Namun saat kamu mencoba sadar dan menggunakan logika, apakah ini memang tidak masuk akal, atau kamu saja yang acuh dan menyangkal?
Menyadari perasaan yang tumbuh, juga berarti memahami risiko pertemanan yang runtuh.
Kita tidak bisa mengatur kepada siapa perasaan berpihak, kadang ia muncul saat pandangan pertama, atau tumbuh secara berkala saat dia mulai sering mengusap kepala.
Memiliki perasaan kepada seseorang yang terlanjur menjadi teman mungkin terdengar mudah dan menguntungkan. Sebab kamu tidak lagi perlu menguras waktu untuk mengenal dan mencari tahu bagaimana membuat dirinya lebih dekat. Padahal, kenyataannya tidak selalu sama, kamu akan lebih sering diliputi perasaan gundah karena tidak ingin melampaui batas dan membuat pertemanan yang sudah dekat menjadi tersekat. Memberikan sinyal bahwa kamu menyukainya, adalah sepaket dengan kemungkinan dia berubah dan memberi jarak sehingga pertemananmu tak lagi sama.
Kalau tak ingin dia menjauh, pura-pura ikhlas perlu ditempuh.
Saat kamu memilih untuk tidak mencampuri hubungan pertemanan dengan perasaan yang terlanjur tumbuh, menjalani hari-hari bersamanya akan terasa berat dan membuatmu mengeluh. Sebab untuk menikmati kedekatan yang terjalin, kamu harus merasa cukup dengan pertemanan yang tak akan bergerak kemana-mana, kamu juga perlu menahan perasaanmu agar tak tumpah saat dia memberimu perhatian dan waktu luang—yang bisa saja sebenarnya juga tidak mengisyaratkan apa-apa.
Jika kamu tak ingin dia berubah, mungkin kamu yang perlu sesekali memberi jarak. Bukan untuk menjauh, tapi untuk mendengar suaramu lebih dekat agar kamu lebih memahami apa yang kamu inginkan, serta menetralkan perasaan yang mungkin hadir karena terlalu sering bersama.
Saat menyukai seseorang dengan risiko yang besar, kadang kita perlu mengaramkan keinginan kita agar ia tidak perlu melukai siapa-siapa, terutama diri kita sendiri.
Ternyata jaga jarak bukan hanya karena pandemi, tapi juga mencegah agar tidak patah hati.
Saat hati sudah tak mampu, dirimu tak lagi bisa ditipu.
Semakin lama perasaan yang kamu pendam bisa jadi tak terbendung lagi, memberinya tanda-tanda terselubung juga tak bisa membantumu untuk merasa lega karena terhalang oleh batas yang tak sengaja berdiri. Lelah ya, menyadari dia yang sering menghabiskan waktu bersamamu, hanyalah angin segar yang sementara bersemilir kepadamu.
Berpura-pura cukup dengan pertemanan lama-kelamaan membuatmu tak sanggup lagi menipu diri sendiri. Jika perasaan yang tertahan membuatmu perlahan terluka, kamu bisa mengutarakannya saat kamu sudah siap dengan konsekuensi yang ada. Meski hubunganmu tak lagi sama, hati dan pikiranmu akan terasa lega karena berhenti menggenggam rahasia.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”