Ginkgo biloba merupakan salah satu spesies pohon tertua di bumi yang masih hidup hingga saat ini. Pohon ini disebut sebagai fosil hidup karena menjadi satu-satunya spesies dari divisi ginkophyta yang mampu bertahan dari kepunahan.
Dilansir dari Britannica, ordo ginkoales divisi ginkgophyta telah ada sejak periode Permian (sekitar 298,9 hingga 251,9 juta tahun yang lalu) sebanyak 15 genera dan Ginkgo biloba menjadi satu-satunya spesies yang masih hidup. Saat itu populasinya menyebar hampir di seluruh belahan bumi, terutama di wilayah utara yang beriklim hangat dan memiliki kelembaban tinggi.
Pada akhir periode Pliosen dan awal siklus glasiasi-deglasiasi Pleistosen, populasi ginkgo menyusut drastis. Bahkan hampir mengalami kepunahan dan hanya menyisakan spesies G. biloba di gunung-gunung dan lembah China.
Seorang paleobotani asal Amerika, Bruce Tiffney, berspekulasi bahwa biji ginkgo yang berbau khas merupakan bentuk spesialisasi dalam menarik perhatian dinosaurus atau jenis mamalia awal yang kini telah punah untuk membantu penyebaran benihnya. Perubahan iklim yang drastis menyebabkan hewan-hewan tersebut punah sehingga persebaran ginkgo pun menjadi terbatas. Jangkauan geografis yang sebelumnya luas menjadi terbatas berdampak pada penurunan populasinya. Namun, dari beberapa penemuan menunjukkan bahwa ginkgo masih tersebar bahkan setelah kepunahan dinosaurus dan mamalia purba.
Ginkgo biloba juga dikenal sebagai pohon yang kebal terhadap berbagai tekanan lingkungan, polusi, dan penyakit mikroba maupun hama lainnya. Bahkan, pohon ini berhasil selamat dari ledakan Hiroshima sehingga mendapat julukan hibakujumoku yang artinya ‘pohon-pohon yang dibom’.
Terkait dengan ketahanannya, para peneliti telah menemukan bahwa pohon G. biloba dapat memproduksi zat kimia yang berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba, dan hormon untuk berlindung dari tekanan lingkungan, penyakit, dan berbagai ancaman lainnya.
Meskipun begitu, pertumbuhan Ginkgo biloba sangat lambat dengan kemampuan perkembangbiakan generatif yang buruk. Terlebih pohon ini merupakan tumbuhan berumah dua (dioecious) yang antara jantan dan betinanya berada pada pohon terpisah, sehingga penyerbukan dan penyebaran benihnya perlu bantuan eksternal seperti angin, hewan, dan manusia.
Pohon ginkgo tertua yang masih hidup di China diperkirakan berusia sekitar 1000 hingga 3000 tahun. Saat ini G. biloba dibudidayakan di wilayah Asia Timur meliputi China, Jepang, dan Korea, serta di beberapa wilayah Eropa dan Amerika. Namun, keberadaannya di alam liar sangat terbatas yaitu di gunung Tianmushan, provinsi Zhejiang, China. Oleh karena itu, IUCN (Internasional Union for Conservatory of Nature) telah menetapkan Ginkgo biloba dalam daftar merah spesies yang terancam punah.
Ginkgo biloba memiliki arti tersendiri dalam budaya China, Jepang, dan Korea. Pohon ini dianggap sebagai pohon sakral yang melambangkan ketahanan dan panjang umur. Pohon ini biasanya ditanam di sekitar kuil-kuil Tao, Buddha, Konghucu, dan Shinto.
Penamaan ginkgo berasal dari transkripsi yang salah dari bahasa Jepang yin-kwo yang artinya buah perak. Sedangkan biloba mengacu pada bentuk daunnya yang berlobus. Dalam bahasa Inggris, G. biloba juga dikenal sebagai pohon maidenhair karena bentuk daunnya yang mirip dengan pakis maidenhair (pakis suplir).
Pertumbuhan G. biloba sangat lambat, mencapai kematangannya setelah berusia 20-30 tahun, dan baru berbiji pada tahun ke 30-40. Pohon ini berbentuk piramidal dengan tinggi mencapai 20-40 meter dan diameter hingga 2,5 meter. Batang pohon ini berwarna cokelat dengan tekstur kasar dan dilengkapi cabang-cabang membentuk kanopi unik yang mengerucut pada bagian ujung atasnya.
Daunnya memiliki bentuk yang unik seperti kipas dengan dua lobus, berurat dikotomis, sisi-sisinya lebih tebal, panjangnya sekitar 5-8 cm, cenderung melebar, dan tersusun secara bergantian atau berkelompok hingga 3-5 helai pada pucuk pendek. Warnanya akan menguning dan berguguran selama 15 hari pada musim gugur, menciptakan hamparan daun berwarna kuning keemasan yang amat memesona di bawahnya.
Biji ginkgo berukuran besar, di dalamnya terdapat embrio yang tertanam dalam jaringan gametofit betina serta diselubungi daging buah dan lapisan kulit yang cukup keras berwarna kuning jingga. Saat mengalami pematangan, buahnya akan mengeluarkan bau yang menyengat seperti muntahan.
Selain umurnya yang panjang dan tampilannya yang menarik, hampir seluruh bagian pohon ini dapat dimanfaatkan.
Sejak 1505 M, Ginkgo biloba telah digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok untuk mengatasi berbagai penyakit. Bagian yang biasanya digunakan sebagai obat adalah ekstrak daunnya yang telah dikeringkan.Â
Ekstrak daun ginkgo telah dikembangkan untuk keperluan farmasi di Jerman sejak tahun 1965, tetapi ekstrak pertama yang tersedia secara komersial dan terdaftar untuk digunakan manusia adalah di Perancis pada tahun 1974 dengan nama EGb761 dan merupakan salah satu obat herbal terlaris di seluruh dunia. Obat ginkgo telah tersedia dalam bentuk cair, kapsul, maupun tablet.
Dalam ekstrak daun ginkgo terkandung flavonoid, terpenoid, poliprenol, alkilfenol, dan asam karboksilat. Zat-zat tersebut berperan sebagai antioksidan yang melindungi sel dari stres oksidatif akibat radikal bebas, juga menjadi antivirus, anti inflamasi, dan anti karsinogenik.
Kandungan tersebut juga dianggap dapat melindungi sel-sel otak dari kerusakan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mengatur aliran darah atau dengan menetralkan bentuk racun dari molekul oksigen (radikal bebas oksigen).
Penggunaan obat dari ginkgo ini terkait dengan gangguan kognitif dan memori seperti demensia dan alzheimer, masalah sirkulasi darah, fungsi kardiovaskular, imunitas, kesehatan mata hingga gangguan kecemasan (anxiety disorder).
Selain sebagai obat, daun ginkgo juga digunakan sebagai pembatas buku yang dapat menghalau serangga perusak.
Batang pohon ginkgo yang berkayu dengan karakteristik ringan, licin, dan mengilap juga sering dijadikan sebagai bahan pembuat kerajinan, seperti, cangkir, mangkuk, alat makan, dan berbagai macam perabot lain.
Sedangkan biji ginkgo memiliki tekstur yang kenyal dan rasa gurih sehingga cocok diolah menjadi makanan, dapat dimasak bersama nasi, dijadikan sup, maupun cemilan ringan. Selain itu, mengonsumsi biji ginkgo juga dipercaya dapat meningkatkan kinerja otak.
Nah, itulah sekilas informasi mengenai Ginkgo biloba, si fosil hidup yang tak hanya berumur panjang, tetapi juga berpenampilan menarik dan sangat bermanfaat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”