Gereja dan Candi Hati Kudus Yesus Ganjuran: Warisan Penuh Cinta dari Belanda

“Gereja dan candi ini termasuk warisan orang Belanda yang cinta tanah Jawa,” kata penjaga gereja, Aris Sistoyo, sembari memandang para peziarah yang sedang berdoa di depan Candi Hati Kudus Yesus. Ya, inilah kompleks Gereja dan Candi Hati Kudus Yesus Ganjuran, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gereja inilah yang menjadi bukti perpaduan semangat penyebaran agama Katolik dari Belanda dengan adat dan budaya Jawa Tengah.

Advertisement

Aris kemudian bercerita tentang awal pembangunan gereja yang dimulai pada tahun 1912. Kala itu, dua orang Belanda bernama Prof. Dr. Ir. Joseph Ignaz Julius Maria Schmutzer dan Ir. Julius Robert Anton Maria Schmutzer, mendirikan pabrik gula yang diberi nama Gondanglipuro. Pabrik inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran.

Aris mengatakan, dirinya begitu mengagumi dua bersaudara Schmutzer yang menjadi sosok pendiri gereja. Meskipun keduanya bukan orang pribumi, namun mereka bersedia mencurahkan perhatian bagi masyarakat setempat. “Beliau sangat perhatian kepada warga dan karyawannya,” kata Aris.

Perhatian keduanya juga dicurahkan bagi kehidupan spiritualitas karyawan serta masyarakat setempat. Ajaran agama Katolik yang begitu kuat, dipersatukan dengan tekad yang bulat, semakin memantapkan keduanya untuk membangun gereja tersebut. “Mereka sangat kuat dalam segi iman Katoliknya sehingga akhirnya terdorong untuk memperkenalkan ajaran Katolik kepada karyawan dan masyarakat,” ujar Aris.

Advertisement

Berawal dari hal itulah, pada tanggal 16 April 1924, dua bersaudara Schmutzer mendirikan Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran. Aris kemudian menceritakan bagaimana gereja muda ini berkembang di bawah naungan Keuskupan Agung Batavia yang kini menjadi Keuskupan Agung Jakarta. “Dulu itu belum ada Keuskupan Agung Semarang, jadi gereja ini tumbuhnya di bawah Keuskupan Agung Batavia. Kalau sekarang di bawahnya Keuskupan Agung Semarang,” tambah Aris. Keuskupan Agung Batavia inilah yang kemudian mengirimkan seorang Romo bernama Romo van Driesche, SJ pada tahun 1924.

Tiga tahun setelah pembangunan gereja, tepatnya pada tahun 1927, dua bersaudara Schmutzer memutuskan untuk membangun sebuah candi sebagai bentuk ucapan syukur atas kelancaran usaha. Selain sebagai bentuk ucapan syukur, bangunan candi ini juga menjadi bentuk devosi kepada Hati Kudus Yesus. Dalam agama Katolik, devosi kepada Hati Kudus Yesus merupakan wujud penghormatan kepada Hati Yesus sebagai simbol kasih. Jadi karena usaha beliau lancar, beliau membangun prasasti Hati Kudus Yesus sebagai bentuk ucapan syukur kepada Hati Kudus Yesus,” tambah Aris. Atas dasar inilah, candi yang diresmikan pada tanggal 11 Februari 1930 ini kemudian diberi nama Candi Hati Kudus Yesus.

Advertisement

Selain berfungsi sebagai tempat para peziarah untuk berdoa, candi ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para peziarah. Daya tarik tersebut terletak pada bangunan candi yang memadukan arsitektur Hindhu-Jawa. Tak ketinggalan, patung Yesus yang berdiri di dalam candi juga mengenakan pakaian adat Jawa, lengkap dengan mahkota berbentuk kerucut seperti atap candi. Konsep inilah yang memang sengaja dibawakan oleh dua bersaudara Schmutzer untuk memperkenalkan agama Katolik pada masyarakat Jawa. Bentuk candi dipilih karena kedua pendirinya melihat candi sebagai salah satu arsitektur yang erat dengan kebudayaan Jawa. Sementara Yesus yang mengenakan pakaian adat Jawa, melambangkan kedamaian dan keadilan Tuhan di atas tanah Jawa.

Buku Gereja Hati Kudus Yesus di Ganjuran mencatat dua nama tokoh Katolik Indonesia yang pernah bertugas di gereja ini. Dua tokoh tersebut ialah Uskup non-Belanda pertama di Indonesia, Albertus Soegijapranata, SJ dan Kardinal pertama dari Indonesia, Justinus Darmoyuwono. Keduanya menjabat dalam kurun waktu yang berbeda. Albertus Soegijapranata, SJ menjabat sebagai pastor paroki di Ganjuran selama 6 tahun, mulai dari tahun 1934 hingga 1940. Kemudian Kardinal Justinus Darmoyuwono yang kala itu masih berstatus sebagai Romo, bertugas di gereja ini pada tahun 1947. Beliau kemudian dipanggil untuk bertugas sebagai Kardinal di Vatikan, Roma, Italia. Kardinal merupakan Uskup yang bertugas memilih Paus baru jika Paus yang sebelumnya meninggal dunia.

Buku ini juga mencatat bagaimana perjalanan gereja dalam membangun rangkaian Jalan Salib pada tahun 1997. Jalan Salib merupakan rangkaian peristiwa yang dipahat pada dinding-dinding gereja dan digunakan sebagai panduan bagi umat Katolik untuk berdoa mengenang sengsara, penderitaan dan kebangkitan Yesus. Jalan Salib inilah yang menjadi salah satu impian dua bersaudara Schmutzer pada awal tahun pendirian gereja. Impian ini kemudian terwujud tatkala pada tahun 1997 lalu, sebuah Jalan Salib bergaya arsitektur Hindhu-Jawa dibangun dari hasil pengumpulan dana dari umat dan donatur. Kini, umat dapat dengan mudah menggunakan sarana Jalan Salib yang dibangun mengelilingi kompleks gereja dan candi tersebut.

Satu tahun setelah Jalan Salib terbentuk, buku ini mencatat ditemukannya sebuah mata air yang memberikan kesembuhan bagi seorang peziarah bernama Perwita. Mata air tersebut ditemukan tepat di dasar Candi Hati Kudus Yesus. Pastor paroki pada masa itu yakni Romo Emmanuel Pranowo, Pr, memberkati mata air tersebut pada tanggal 1 Mei 1998. Tak lupa, mata air itu pun diberi sebuah nama yang tak lepas dari nama penemunya yakni Tirta Perwitasari. Mata air ini kini telah didesain unik layaknya candi kecil dengan masing-masing keran air di bagian depannya. Peziarah biasanya akan membasuh diri dan mengambil air dari masing-masing mata air tersebut.

Tanggal 27 Mei 2006 menjadi hari yang pahit bagi kompleks gereja dan candi ini. Gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter yang berpusat di Samudra Hindia, meluluhlantakkan Bantul dan sekitarnya, tak terkecuali kompleks gereja dan candi ini. Bangunan gereja berusia 82 tahun itu tak mampu menahan goncangan gempa yang begitu dahsyat sehingga akhirnya roboh dan rata dengan tanah. Tak hanya itu, paroki ini harus kehilangan 84 umat dari seantero Bantul. Dari 80 umat tersebut, 4 umat meninggal dunia karena tertimpa bangunan gereja ketika sedang mengikuti misa pagi. “Hancur semua. Ada yang meninggal juga. Soalnya waktu itu gempanya pas misa pagi sekitar jam setengah enam,” kata Aris, matanya menerawang ke kejauhan, seakan berusaha mengingat kembali peristiwa pahit itu.

Gereja ini tidak dipugar selama satu tahun sejak gempa itu terjadi. Selama itu pula, umat harus rela merayakan misa di sebuah gereja darurat berupa gubug besar yang tak berdinding. Baru pada tanggal 28 Juni 2008, gereja ini resmi dibangun kembali. Bangunan gereja yang baru ini dibangun menyerupai rumah Joglo, rumah tradisional khas Jawa Tengah dan DIY. Inilah yang kemudian menjadi ciri khas Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran sampai saat ini. “Yang baru ini lebih menonjolkan ciri khas budaya Jawanya,” kata Aris sembari tersenyum.

Ada satu hal unik dari gereja ini. Tak seperti gereja pada umumnya, gereja ini dibangun tanpa dinding di sekelilingnya. Selain itu, gereja ini juga dihiasi ukiran dan ornamen tradisional Jawa Tengah yang biasa ditemui di keraton-keraton Jawa. Ornamen seperti patung-patung malaikat, bersujud dan menunduk di samping kanan dan kiri altar. Keduanya mengenakan pakaian adat Jawa, bertelanjang dada, mengenakan sarung batik dan mahkota berbentuk atap candi, yang sering dikenakan para Sultan dari Jawa Tengah. Tak lupa, patung Bunda Maria di samping altar yang sedang menggendong Kanak-Kanak Yesus, juga mengenakan pakaian adat Jawa.

Ya, inilah warisan Belanda yang kini kembali berdiri kokoh, menanti setiap umat yang datang dari berbagai daerah. Warisan yang tetap menyimpan semangat perjuangan berlandaskan ucapan syukur dan rasa cinta akan budaya Jawa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Call me Cynthia Tee An ordinary girl from Solo, Central Java who writes perfect moments at perfect time Thank you for reading my article! ^.^

8 Comments

  1. Thessa Borsam berkata:

    Kereeenn! Pengen kesana!

  2. Lisa Elisabeth berkata:

    hai kamu, kunjungi www(dot)dewa168(dot)com untuk mendapatkan hadiah sampai jutaan rupiah, kapan lagi~ harus kemana lagi .. gabung di sini.. 🙂