Gas Air Mata Menjelma Air Mata Ibu, Duka Kanjuruhan

Sepakbola dan Tragedi Kemanusiaan

Sabtu malam, udara dingin menusuk hampir sekujur badan. Saat yang tepat untuk menghabiskan waktu dengan orang tersayang. Melewati keriuhan jalanan, menikmati keanggunan kerlap-kerlip lampu perkotaan, serta tidak lupa menyantap jajanan yang berbaris rapi di pinggir jalan.

Advertisement

Namun, semua itu lenyap seketika pluit panjang dibunyikan tanda berakhirnya pertandingan yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Tuan rumah harus mengakui keunggulan tim tamu dengan skor akhir 2-3. Supporter yang datang lantas kecewa dengan hasil yang didapat tim kesayangannya.

Kekecewaan yang tergambar dari para supporter ditunjukan dengan meneriaki para pemain, terlebih khusus ke manajemen yang diminta untuk segera evaluasi. Ada juga yang menunjukan dengan turun ke lapangan lalu memeluk dan memberikan semangat kepada para pemain.

Sebuah pemandangan hangat nan harmonis yang menepis udara dingin yang disujukan oleh tensi pertandingan dan juga dinginnya Malang. Sayangnya, kehangatan dan keharmonisan tersebut hanya bertahan 6 menit, setelah aparat yang menjaga pertandingan melakukan tindakan yang memaksa supporter kembali tersulut kedalam dinginnya suasana saat itu. Dalam sekejap, semua berubah menjadi 'Medan Perang'.

Advertisement

90 menit sebelumnya, kegesitan dan ketangkasan para pemain dalam jalannya pertandingan, keriuhan serta sorak-sorai supporter ketika tim kesayangannya berhasil memasukan gol ke gawang lawan, keceriaan dan keriangan anak kecil dengan ibundanya berubah menjadi hantaman tameng huru-hara, pentungan tonfa,  pukulan tanpa dosa, tendangan kegagahan, serta yang sangat-sangat tidak bisa diterima adalah lemparan GAS AIR MATA yang membabi buta.

Ya, saya tidak salah ketik, GAS AIR MATA. Dan yang membuat situsasi semakin tidak terkendali ketika lemparan GAS AIR MATA mengarah ke bagian tribun supporter.

Advertisement

Ribuan supporter yang menempati tribun seketika langsung panik untuk segera menyelamatkan diri. Desak-desakan dan dorong-dorongan pun tidak terhindarkan. Ditengah kepanikan, banyak yang berlarian dengan menangis, sesak, dan ada juga yang digotong menuju pintu keluar.

Namun, sayangnya, pintu keluar sudah dipenuhi oleh supporter-supporter yang juga ingin keluar. Dan yang lebih menyakitkan lagi, pintu keluar terkunci secara tiba-tiba. Semakin memperparah kondisi fisik dan mental para supporter.

Dalam situasi yang sudah sangat-sangat chaos, banyak supporter yang pingsan tidak kuat menahan perih dan sesaknya GAS AIR MATA. Dari teman mereka sendiri, ibu-ibu, hingga anak kecil pun turut menjadi sasaran empuk dari GAS AIR MATA yang membabi buta. Banyak juga yang terinjak-injak dikarenakan situasi yang tidak bisa dibayangkan oleh mata kita saat itu.


"Mas anak saya mas, tolonggg mas tolongg anak sayaaa…."


Dengan tenaga yang tersisa dan suara yang serak, seorang ibu berusaha untuk meminta tolong untuk menyelamatkan anaknya. Jeritan minta tolong pun menjelma seperti awan hitam yang menutupi seluruh bagian stadion. Benar-benar menyakitkan.

Disisi lain, tepatnya diruang ganti pemain, pemain yang seharusnya sudah beristirahat dan mengembalikan stamina jiwa dan raga mereka, harus menjadi tim medis dadakan untuk para supporter yang menjadi korban dari tindakan aparat keamanan dan juga GAS AIR MATA.


"Pak tolongg pak, ini pak tolong….." terdengar hampir setiap detik di lorong ganti pemain saat itu. "Saya sudah berusaha maksimal mas, saya sudah berusaha maksimal tapi tidak tertolong….."


Ucapan ringkih dan perih yang terlontar dari salah satu pemain yang membantu menyelamatkan supporter.

Korban nyawa pun bergeletakan tak terhindarkan. Para pemain serta official tim pun mulai meneteskan air mata lalu menangis parau. Bukan disebabkan oleh perih dan sesaknya GAS AIR MATA, melainkan kehilangan teman, kawan dan bahkan keluarga yang selalu ada di setiap mereka berlaga.

 

GAGAL.

Selama saya hidup menjadi pencinta sepakbola, baru kali ini merasakan sakit yang begitu mendalam. Hilang sudah gairah untuk menonton sepakbola. Sesak yang terus menyeruak. Duka tiada tara. Ratusan jiwa melayang, terinjak-injak saudaranya sendiri.

GAS AIR MATA melayang, nafas tersedak sesak diruang terkunci. Canda tawa, pelukan harmonis, sorak-sorai penuh rasa optimis telah berganti menjadi isak tangis. Api semangat mendukung tim kebanggan berubah menjadi lilin-lilin tanda penghormatan.

Mau pakai kata-kata tidak pantas apa lagi buat sadar diri? Mau berapa korban nyawa lagi buat evaluasi? Mau sampai berapa banyak IBU yang menangis ketika melihat anaknya menonton bola tapi tidak pulang kembali? Mau sampai kapan?!? Mau sampai kapan?!?


"SEPAKBOLA SEYOGYANYA MERUPAKAN HIBURAN PALING MURAH UNTUK DINIKMATI, BUKAN JALAN MENUJU HILANGNYA NYAWA YANG TIDAK BISA KEMBALI!"


 

Kita telah gagal dalam sepak bola. Sepenuhnya gagal.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

"Sometimes humans have two choices, return to their womb or be born completely. But I prefer to be fully human."