Menarik nafas pertama kalinya di sebuah bangsa dengan iklim tropis, “Hemmmm fffuuhhhh.“ Tercium bau kesegaran bercampur dengan kebusukan yang menusuk hidup mancungnya itu.
Suatu tugas suci yang dipikul dengan berat ukuran bola dunia ini, ia bukan seorang nabi atau pemuka-pemuka agama, ia juga bukan penceramah soal agama.
Kesenanganya adalah menyendiri, karena sendiri adalah jawaban ketika batas dengan sebuah pengaruh semakin membuatnya membeku, itu yang ditakutkan pengaruh!
Lioman bukan seorang bodoh, dia sudah berdialog dengan ide-ide dunia, yang diwariskan oleh orang-orang hebat di dunia yang pernah terlahir, bahkan ide-ide yang telah berusia 1000-2000 tahun yang lalu.
"Kepercayaan dengan hal itu adalah bentuk dari pencarian, suatu dialog dengan ide dunia 1000-2000 tahun yang lalu bahkan lebih"
“Terdampar di negeri samudera ini, bukanlah hal yang buruk melainkan sesuatu yang belum sempat terwujud,“ tangkasnya. Ia mengetahui dimana diri nya berada berkat suatu pembicaraan dengan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan lah yang memberikan jawaban di mana dirinya kini harus meng’ada’.
Ia tahu bahwa, ada yang belum sempat terwujud…
Abstraksi waktu yang berlalu
Negeri Samudera nan indah rupa nya, telah membawanya berpetualang untuk memahami kotak-kotak kehidupan yang belum semuanya dapat terisi. Memahami alam adalah sesuatu yang harus diwujudkan, ia berpendapat bahwa alam merupakan dasar dari berputarnya kehidupan dari zaman ke zaman, dari abad menuju abad, dari generasi awal ke generasi saat ini, apakah cukup adil?
Berkecamuk pertanyaan itu di dalam pikiran juga ‘hati’nya, siapakah yang seharusnya adil manusia atau alamnya ?
Sampai dengan suatu sore, berjalanlah ia disekitar pesisir pantai yang airnya begitu bersih sangat biru, di mana orang-orang disekelilingnya, hanya mengerti tentang bagaimana caranya agar barang daganganya laku terjual oleh turis-turis domestik maupun mancanegara.
Namun pikiran dan ‘hati’ nya tetap melayang mencoba membongkar pertanyaan yang belum sempat terjawab olehnya.
"Dia semacam menemukan apa yang telah diungkap ( sejarah ) di hari yang lalu di belahan dunia Barat, sebentuk ramalan yang benar terjadi"
Ekonomi, ya…Tentang sebuah keuntungan. Nilai kehidupan saat ini adalah tentang seberapa banyak harta yang kamu miliki, sehingga ini berdampak pada ukuran status sosial dalam masyarakat Negeri Samudera.
Sementara, perjalanan menuju desa dan kota mengurangi kontras, kota adalah dimana kemaharajaan uang menjadi suatu ide tunggal menuju tangga kebahagiaan kehidupan, dan desa yang dulu nya tempat kesetaraan di budayakan kini terseret dalam genggaman kota, suatu ide tunggal yang entah berantah datang nya dari mana, inti nya hal itu telah menjadi suatu keharusan.
Namun perjalanan telah membuatnya memahami, sebuah pandangan hidup yang telah di ‘pokok’kan dalam ajaran Negeri Samudera ini. Ajaran yang ingin coba menyiramkan angin kesegaran tanpa butir-butir debu, ajaran yang mencoba mengupas luka-luka lama yang masih menempel dalam tubuh Negeri Samudera, sehingga membuatnya berkata : “Ada sesuatu yang belum sempat terwujud, suatu ide suci yang diikat oleh luka lama yang sempat menjadi seekor kucing dan mampu dijinakan, tetapi kini telah menjadi buas bagaikan seekor singa di padang rumput Afrika"
"Dimensi ajaran Negeri Samudera, begitu mendalam dan mempunyai arah yang cerah," pungkasnya. Namun kecerahan itu semacam hanya terdapat dalam bingkai-bingkai resmi Negeri. Dimana wilayah di dunia ini yang mempunya beragam suku bangsa, bahasa, agama, ras selain di Negeri Samudera ini dan Negeri Dataran luas? Dan sangat luar biasa disatukan oleh pandangan hidup yang begitu cerah itu?
Sehingga sampailah ia kedalam hiruk pikuk kota, dengan aspal-aspal, beton, gedung-gedung yang menjulang tinggi, mobilitas orang-orang yang begitu cepat, tempat-tempat yang tidak pernah sepi, lampu yang sangat-sangat menerangi sampai dengan perjumpaan dengan gelandang-gelandang kota.
Ditengah gelandang yang sedang enaknya tidur terlelap di kolong-kolong jembatan yang becek, kumuh dan kotor itu. Para ksatria Negeri Samudera sedang memainkan panggungnya untuk sebuah kekuasaan. Dalam pikiranya, kekuasaan terbagi menjadi dua, ia yang positif dan ia yang negatif, semoga selalu aku berpikir dengan hati tentang sesuatu hal yang bersifat optimis dan positif. Sementara rakyat Negeri Samudera juga saling mengomentari jalan nya sebuah kekuasaan Negeri, juga Lioman ini mengomentari.
"Di Timur nya Dunia memancar ke Tenggara Dunia, sebuah rekayasa yang menyusup itu telah menjadi besar, menjelma menjadi suatu kebenaran dibalut oleh keserakahan, memuja yang Tunggal menunggangi jalan nya, jalan itu tak seperti yang seharusnya."
Dalam sorot matanya yang memandang ke gelandang itu, dan seisi jembatan, ia bersandar pada beton yang telah di bersihkannya debu oleh koran yang terbit seminggu lalu, ia memejamkan mata berharap pada yang Kuasa, bahwa yang Kuasa haruslah tetap berkuasa jangan biarkan yang lain merebut KuasaMu dan merusak, serakah, dan tidak lagi mengerti malu.
Dan janganlah biarkan ide tunggal tentang kemaharajaan uang membuatnya menjadi peperangan, kejijikan pada yang lain, dan sandiwara dalam kenyataan. Dan doaku PadaMu gelap ini, jadikanlah yang belum sempat terwujud dapat terwujud.
Kembalilah Lioman sang akal kecil, kedalam tubuh besarnya. Terang akan segera tiba dan berdoa pada yang kuasa untuk hari ini, esok, dan masa depan yang cerah di Negeri Samudura.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”