Gadis Kecil Bernama Yumna

Melihat senyum di wajah kecil Yumna membuat Yuniza sangat bahagia. Bahkan air mata jatuh begitu saja ke pipinya setiap kali Yumna memeluknya erat. Pertemuan mereka tidak disengaja. Sejak bertemu, Yuniza menemui bahagia yang rasanya sangat berkah. Yumna gadis kecil yang polos dan riang. Mereka bertemu pertama sekali saat Yuniza menemani temannya yang mengadakan beberapa kegiatan untuk diikuti oleh anak-anak di Taman Kota dalam memperingati hari ulang tahun kota. Hari itu Yumna tengah duduk termenung di bangku taman memperhatikan anak-anak lainnya sedang lomba mewarnai. Yumna cantik sekali dengan baju kembang bewarna merah jambu, rambut pendek sebahu yang dihias dengan bendo bewarna cokelat.

Advertisement

“Kamu suka mewarnai dik?” tanya Yuniza setelah duduk di sampingnya.

“Iya kak, aku suka sekali. Mewarnai gunung, burung, awan apalagi matahari yang bercahaya.”

“Oh iya? Lalu kenapa kamu tidak ikutan lomba itu?” Yumna diam dan menundukkan kepalanya. Saat aku melihatnya ia menahan air mata di kelopak matanya yang besar. Yuniza tidak ingin melihat air mata itu jatuh ia langsung berlari ke tukang balon yang berada satu meter dari tempat duduk mereka. Dibelinya dua buah balon boneka bewarna merah jambu.

Advertisement

“Ini untukmu” Yuniza memberikannya.

“Untukku?”

Advertisement

“Iya untukmu, ambillah.”

“Terimakasih kakak” Yumna tersenyum.

“Kamu dengan siapa disini?”

“Dengan nenek.”

“Oh iya? Ada dimana nenekmu?”

“Itu disana yang baju merah itu kak” Yuniza mengikuti arah telunjuk gadis kecil ini. Arahnya tertuju pada seorang perempuan tua yang tengah duduk dengan sebuah kotak bewarna putih dengan ukuran 60×60 cm.

“Nenek kamu yang jualan itu?”

“Iya kakak. Nenek jualan kue donat yang enak banget. Apa kakak mau mencobanya?”

“Boleh. Maukah kamu menemani kakak?”

“Baiklah. Ayo kak” Yumna memberikan tanggannya pada Yuniza seolah ia anak kecil. Yuniza tersenyum memegang tangan Yumna.

“Nama kamu siapa?”

“Yumna kak. Nenek bilang artinya diberkahi. Nama kakak siapa?”

“Yuniza”

“Artinya apa kak?”

“Ibuku bilang artinya cahaya”

“Wuah, seperti matahari dong kak” mereka tertawa.

“Yumna ini siapa?” tanya nenek saat melihat cucuknya bersama Yuniza.

“Ini kak Yuniza mau nyobain donat nenek yang enak itu.”

“Ah, cucu nenek ini memang suka berlebihan nak.”

“Iya nenek tidak apa-apa. Boleh saya mencobanya?” nenek memberikan satu potong ke Yuniza.

“Darimana Yumna mendapatkan balon ini? dua lagi.”

“Dari kak Yuniza.”

“Yumna nenek kan tidak pernah mengajarkan untuk meminta kepada orang lain.”

“Tidak nenek Yumna tidak memintanya, saya yang memberikannya karena Yumna anak yang manis.”

“Begitu ya, Yumna sudah bilang terimakasih tadi?”

“Sudah nenek. Bagaimana kak rasa donat nenek?”

“Wah, benar-benar enak.”

“Aku tidak bohongkan kak?”

“Iya, rasanya benaran enak.”

“Terimakasih nak.”

“Kakak aku mau kesana lagi ya, mau melihat lomba mewarnainya.”

“Iya, hati-hati.”

“Jangan lari-lari Yumna” teriak neneknya melihat Yumna yang berlari.

“Yumna itu berapa tahun nek?”

“Empat tahun nak.”

“Dia anak yang pintar nek, apa dia sudah mulai sekolah paud?”

“Belum nak. Nenek belum ada biaya untuk menyekolahkannya. Sekarang baru mengumpulkan uang semoga saja bisa menyekolahkannya di usia lima tahun besok nanti bertepatan dengan tahun ajaran baru apalagi kalau untuk Paud itu pendaftarannya lebih awal daripada SD. Yumna juga sudah sering minta di sekolahkan tapi apa lah yang bisa nenek lakukan selain mengatakan “Iya Yumna pasti akan sekolah.”

“Maaf sebelumnya nek, orang tua Yumna dimana?”

“Yumna sudah menjadi yatim piatu sejak usianya dua tahun. Ibunya meninggal saat melahirkanya tak lama setelah itu ayahnya menyusul karena sakit. Begitu takdir menyatukan kembali cinta mereka yang hanya sanggup berpisah sebentar saja. Sejak itu neneklah yang menjaga Yumna sampai sekarang. Kami hidup dari hasil jualan donat ini. Senyum riang Yumna selalu membuat nenek sangat bersemangat untuk membuat banyak donat.”

“Yumna anak yang benar-benar manis. Kalau boleh tahu nenek tinggal dimana?”

“Di rumah kecil peninggalan kakek Yumna. Untunglah rumah tidak lagi menyewa jadi uang hasil jualan sedikit demi sedikit bisa nenek sisihkan ke dalam celengan” air mata menggenang di mata nenek.

“Nek, donatnya masih banyakkah?” Yuniza menyadari itu dan berusaha mengalihkannya.

“Tinggal dua puluh lagi nak” nenek membuka tutup kotak putih yang dipegangnya.

“Aku beli semuanya ya nek, untuk teman-temanku mereka harus nyobain donat yang lezat ini.”

“Baiklah nak, terimakasih sekali.”

“Iya nenek sama-sama.”

Yumna datang lagi. “Kakak membeli semua donatnya?”

“Iya teman-teman kakak yang disana pasti sudah kelaparan. Acaranya sudah selesai mereka pasti ingin makan.”

“Iya lomba mewarnainya sudah selesai” Yumna bersedih.

“Kamu kenapa?”

“Apa kita akan bertemu lagi kak?”

“Tentu, kita akan bertemu lagi. Kakak akan main ke rumahmu.”

“Benarkah?”

“Iya, jika kamu mau memberikan alamat rumahmu.”

“Aku tidak tahu kak. Nenek apakah nenek mau memberikan alamat rumah kita kepada kak Yuniza?”

“Iya sayang, nenek akan memberikannya tapi nenek tidak punya kertas.”

“Sebutkan saja nek, saya akan mencatatnya di dalam note yang ada di ponsel. Baiklah Yumna sampai ketemu lagi.”

“Kak, boleh kak aku meminta sesuatu?” Yumna memegang tangan Yuniza.

“Apa?”

“Bolehkah aku memeluk kakak?”

“Tentu.”

Yuniza langsung menuju lokasi perlombaan di area tengah taman yang dikelilingi dengan kursi yang melingkar.

“Dari mana saja kamu?” tanya seorang laki-laki yang brewokan.

“Aku disini saja kok. Tadi kesana sebentar membeli donat, ini” Yuniza memberikannya.

“Terimakasih. Berikan pada teman-teman yang lain.”

“Kamu marah?”

“Apa aku pernah marah denganmu?”

“Tidak, baiklah aku akan berikan ini pada teman-teman yang lain” Yuniza tersenyum manja.

“Iya tentu. Aku akan menyusul, ingat sisakan untukku.”

“Iya. Siap bos.”

“Jangan menghilang lagi.”

“Iya.”

Laki-laki ini bernama Zaki. Ia sudah menjadi teman dekat Yuniza sejak mereka masih mahasiswa di tingkat 3. Mereka saling mendukung sampai saat ini. Hubungan mereka sudah berjalan lima tahun. Sudah satu tahun setelah kuliah mereka selesai dan mereka masih dengan kedekatan yang sama.

Yuniza sudah bekerja di sebuah perusahaan media cetak. Zaki juga sudah bekerja di perusahaan susu dan hari ini ia dan teman-temannya sedang mengadakan lomba yang merupakan salah satu program untuk mempromosikan susu dari perusahaan mereka. Berhubung Yuniza kerjaannya tidak begitu terikat dan hari ini tidak banyak berita yang harus ia periksa maka ia menyempatkan diri untuk hadir di acara ini.

“Tadi aku bertemu seorang anak kecil di taman.”

“Iya. Lalu kamu menyukainya?”

“Iya Zaki. Dia riang sekali.”

“Nanti saat kita sudah menikah kita akan buat anak yang banyak.”

“Zaki” Yuniza geram.

“Iya, aku tidak ingin melihatmu bersedih karena orang tuanya tidak akan memberikan anak mereka padamu. Bisa-bisa nanti kamu tidak akan mengembalikannya” Zaki tertawa.

“Dia tidak punya orang tua.”

“Dari mana kamu tahu?”

“Dia di taman dengan neneknya. Menemani neneknya menjual donat. Orang tuanya sudah meninggal.”

“Donat? Jadi donat ini buatan neneknya?”

“Iya, namanya Yumna.”

“Lalu apa yang ingin dilakukan oleh kekasihku yang cengeng ini?” Zaki mencubit pipi Yuniza.

“Kamu mau membantuku?”

“Tentu. Aku tidak mau melihat senyummu menjadi kecut.”

“Janji akan membantuku?”

“Iya janji” mereka saling mengikat kelingking.

“Aku ingin menyekolahkannya. Yumna dan neneknya pasti sangat senang jika Yumna bisa masuk sekolah di tahun ajaran baru nanti.”

“Yumna itu berapa tahun?”

“Empat tahun. Dia ingin sekali sekolah. Di tahun ajaran baru nanti usianya lima tahun. Kamu akan membantuku kan?”

“Iya, kita akan carikan sekolah yang baik untuknya dan membelikan semua peralatan sekolah yang dibutuhkannya. Tapi apa kamu tidak ingin mengenalkan aku dengan gadis kecil itu?”

“Terimakasih Zaki, iya. Minggu depan kita akan kesana dan memberi tahu Yumna kabar gembira ini.”

“Kamu sudah tahu rumahnya?”

“Tidak, tapi aku sudah meminta alamatnya. Kita akan mencarinya nanti.”

“Baiklah.”

“Zaki, terimakasih sudah membantuku.”

“Aku juga berterimakasih untuk kemeja baru ini” mereka tersenyum.

****

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Menulis cara saya mencintai hidup !