Bahagianya Menjadi Seorang Pemaaf. Meski Awalnya Susah, tapi Melegakan

Seni memaafkan

Hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Terkadang kita merasakan ketidaknyamanan, kekecewaan, dan rasa sakit hati yang mendalam. Entah rasa sakit karena penyesalan terhadap perbuatan diri sendiri, rasa sakit karena perbuatan orang lain, atau rasa sakit karena keadaan yang membuat kita menderita. Sebagai manusia biasa, terkadang kita sulit untuk menerima segala kepedihan, kekecewaan, dan penderitaan yang menimpa kita, hingga kemarahan pun datang seketika. Kita marah terhadap diri kita sendiri yang ceroboh, marah terhadap orang yang telah menyakiti kita, atau marah terhadap kondisi dan situasi yang menimpa kita. Hingga pada akhirnya, kita merasa sulit untuk memaafkan segala sesuatu yang membuat kita merasa sakit dan marah.

Advertisement

Ketika kita melakukan sebuah kesalahan yang cukup besar, terkadang kita berpikir bahwa kita harus menghukum diri kita sendiri atas kesalahan yang telah kita perbuat. Pikiran seperti itu pun datang ketika ada seseorang yang memperlakukan kita dengan dengan buruk, melontarkan kata-kata yang tidak pantas, atau bahkan berusaha menjatuhkan kita. Namun, benarkah rasa marah dapat menghukum segala sesuatu yang telah membuat kita merasa sakit? Bukankah amarah yang kita rasakan justru membuat kita semakin menderita dan tidak dapat merasakan kebahagiaan yang sejati? Pernahkah kita menyadari bahwa penderitaan yang kita alami saat ini adalah hasil dari ketidakinginan kita untuk memaafkan? Sampai kapan kita akan terus-menerus merasa marah? Ada baiknya kita memulai membuka hati dan pikiran kita untuk mulai belajar memaafkan agar kita bisa segera terbebas dari penderitaan yang saat ini kita rasakan.

Sayangnya, bagi sebagian besar orang, memaafkan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Kita masih bisa berusaha untuk memaafkan. Jika amarah masih mendominasi perasaan dan pikiran kita sehingga membuat kita merasa belum tergerak untuk memaafkan, berilah waktu pada diri kita sendiri untuk menenangkan diri. Sabarlah terhadap diri kita sendiri karena memaafkan butuh proses dan waktu. Setelah kita merasa tenang, ajaklah diri kita sendiri untuk merenung dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini: Apakah selama kita memendam amarah dan dendam, kita bisa merasakan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup? Apakah kemarahan dapat membuat kita merasa puas? Apakah orang yang menyakiti kita menyadari kesalahannya? Apakah kita menunggu ia berubah menjadi seseorang yang lebih baik, lalu meminta maaf kepada kita dan menyesali perbuatannya? Ataukah, kita menunggu ia merasakan kepedihan yang sama dengan apa yang pernah kita rasakan? Apakah peristiwa-peristiwa buruk yang pernah menimpa kita dapat kita ubah?

Setelah merenung, ajaklah diri kita sendiri untuk menerima kenyataan-kenyataan ini: Mengubah perilaku orang lain bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Menunggu orang lain berubah menjadi seseorang yang lebih baik bagaikan menunggu setetes air jatuh di padang pasir yang tandus. Hanya membuang-buang waktu saja. Kita bukan Tuhan yang memiliki kuasa untuk membolak-balikkan hati seseorang. Kita juga tidak bisa mengubah peristiwa di masa lalu yang telah terjadi pada kita. Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan saat ini adalah belajar menerima.

Advertisement

Menerima kenyataan bahwa kehidupan ini tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan dan kita harus siap untuk merasakan kebahagiaan dan kesedihan. Belajarlah menerima kesalahan yang pernah diri kita sendiri atau orang lain lakukan kepada kita. Kita hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Jadikanlah kesalahan-kesalahan dan peristiwa-peristiwa buruk yang pernah kita alami sebagai pelajaran berharga untuk diri kita. Untuk membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi di masa sekarang dan di masa yang akan datang.

Ketika kita mampu menerima hal-hal buruk yang terjadi di masa lalu, memaafkan bukan lagi menjadi hal yang sulit untuk kita dilakukan. Kebencian dan amarah hanya akan membuat kita merasa tertekan dan menderita. Yuk, belajar memaafkan. Banyak sekali hal yang kita dapatkan dari memaafkan salah satunya, menjadi seseorang yang bahagia lahir batin. Tubuh kita juga akan lebih sehat jika kita dapat memaafkan karena dengan memaafkan dapat menghilangkan rasa marah dan pikiran-pikiran negatif yang membuat tubuh kita menjadi tegang dan lelah?

Advertisement

Lalu, bagaimana dengan orang yang sudah menyakiti kita? Biarkan saja mereka hidup dengan kehidupannya sendiri. Kita tidak perlu mengganggu mereka dengan tangisan yang kita tunjukkan. Jangan membuang-buang waktu dengan mengharapkan permintaan maaf dari orang mereka yang menyakiti kita. Sayangilah diri kita sendiri, jika kita tidak bisa menyayangi diri sendiri, lalu siapa lagi yang akan sayang pada kita?


Percayalah, Tuhan Maha Adil.


Tuhan akan memberikan balasan yang setimpal kepada manusia atas perbuatan-perbuatannya, termasuk mereka yang telah menyakiti kita. Kita tidak perlu mengotori tangan kita untuk balas dendam. Hati kita terlalu berharga untuk menyimpan perasaan-perasaan negatif. Banyak hal yang lebih penting yang harus kita pikirkan, jangan terpaku pada orang yang telah berbuat jahat kepada kita. Bersihkanlah hati dan pikiran kita. Serahkan saja semuanya kepada Tuhan.

Tuhan bersama dengan orang-orang yang tersakiti. Kita hanya perlu berbenah diri dan membuktikan kepada mereka bahwa kita adalah manusia yang kuat dan tidak mudah dijatuhkan oleh perlakuan buruk telah mereka berikan kepada kita. Tunjukkanlah betapa hebatnya jiwa kita yang mampu berbahagia setelah penderitaan yang selama ini kita alami. Orang-orang hebat adalah mereka yang terlahir dari perjuangan untuk keluar dari rasa ketidaknyamanan. Benturan-benturan yang selama ini kita dapatkan, air mata yang selama ini kita teteskan, akan membuat kita memiliki jiwa yang hebat dan kuat. Maafkanlah segala sesuatu yang pernah menyakiti kita dan kebahagiaan itu akan datang kepada kita.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

Not that millennial in digital era.