Siapa yang tidak kenal dengan media sosial? Salah satu bentuk media baru ini tentu saja sudah dimiliki oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, segala hal dapat dilakukan secara daring.
Media sosial mempermudah masyarakat untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan masyarakat lainnya secara virtual. Selain ketiga manfaat media sosial tersebut, media sosial juga digunakan oleh masyarakat terutama anak muda untuk melakukan keterbukaan diri atau self disclosure.Â
Salah satu fenomena di media sosial mengenai self disclosure adalah fenomena Finstagram-fake Instagram-atau yang sering dikenal dengan second account. Akun tersebut adalah akun Instagram yang dibuat dengan sengaja hanya untuk orang-orang terdekat yang sudah ditentukan oleh pemilik akun.
Pada umumnya, akun-akun Finstagram tidak menggunakan foto dan nama asli sang pemilik, menggunakan username yang tidak menggambarkan nama asli pemilik akun, serta mengunci akun tersebut (private).
Faktor utama dalam melakukan self disclosure melalui akun Finstagram adalah kebebasan. Pada umumnya, first account atau akun utama cenderung digunakan oleh pengguna Instagram sebagai laman untuk personal branding mereka. Melalui first account, mereka menampilkan sisi yang diharapkan oleh orang lain atau yang dapat menciptakan impresi baik terhadap dirinya.
Dengan kata lain, mereka melakukan filterisasi terhadap konten yang akan mereka unggah. Sehingga, tidak sedikit anak muda yang merasa takut untuk mengunggah konten di first account akibat kekhawatiran mereka akan komentar orang-orang.
Berbeda dengan first account, Finstagram digunakan sebagai tempat untuk mengekspresikan diri mereka yang sesungguhnya. Melalui Finstagram, mereka dapat dengan bebas mengunggah apapun yang mereka inginkan kepada orang-orang yang sudah mereka seleksi tanpa perlu merasa khawatir akan dihakimi oleh orang lain. Di dalam Finstagram, mereka dapat mengekspresikan segala emosi dan cerita melalui konten yang diunggah tanpa melalui proses filterisasi terdahulu.Â
Fenomena keterbukaan diri melalui Finstagram ini sesuai dengan pengertian keterbukaan diri yang dijelaskan oleh DeVito, yaitu tindakan seseorang untuk memberikan informasi tentang dirinya yang pada umumnya tidak diketahui oleh orang lain. Sesuai dengan kebiasaan para pengguna Finstagram yang menyeleksi siapa yang boleh mengakses akun tersebut, keterbukaan diri yang mereka lakukan di Finstagram tentu saja merupakan hal-hal yang tidak mereka buka terhadap orang-orang yang hanya mereka ikuti di akun utama.
Selain itu, fenomena ini juga dapat dikaitkan dengan konsep Johari Window yang digagas oleh Joseph Luft dan Harrington Irham. Dalam konsep ini, terdapat empat tingkat keterbukaan diri, yaitu daerah terbuka (open area), daerah tersembunyi (hidden area), daerah buta (blind area), dan daerah tidak diketahui (unknown area).
Melihat perilaku anak muda dari fenomena di atas, mereka pada awalnya berada di tingkatan daerah tersembunyi atau hidden area. Daerah ini adalah daerah dimana mereka menyembunyikan atau menutup-nutupi perilaku mereka dari orang lain. Namun, dengan hadirnya Finstagram, mereka berada di daerah terbuka atau open area dimana mereka sangat terbuka tentang dirinya kepada orang lain.
Fenomena Finstagram di kalangan anak muda ini tentu dapat mempermudah mereka untuk mengekspresikan diri dan segala emosi yang mereka rasakan kepada orang-orang yang mereka percaya. Mereka menyulap akun Finstagram sebagai public diary yang dapat dibaca oleh orang lain tanpa perlu khawatir dengan komentar orang-orang Tanpa disadari, fenomena tersebut sudah memperlihatkan sisi positif dari hadirnya media sosial di tengah kehidupan kita saat ini.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”