Dilema Menjadi Mak Comblang: Orang Lain Dicarikan Pasangan, sementara Diri Sendiri Entah Akan Menyusul Kapan

dilema menjadi mak comblang

Semua berawal dari kebiasaanku mendengarkan cerita kawan. Menjadi naungan keluh kesah orang-orang. Ketika air mata tumpah dan segera kusiapkan tisu, serta rasa sayang untuk mereka yang berjuang dengan peluh dunia. Aku melihat mata yang kosong kehilangan asa apapun itu, seperti berjalan di hutan bermodalkan sinar rembulan. Kau takut malam itu menjadi kian temaram dan terselip suara-suara jeritan dari jiwa yang terluka. Lantas kupeluk dirinya seraya meyakini

Advertisement


Kamu nggak sendirian, percaya aku, ayo sama-sama lalui ini semua (sembari kugenggam tangan gemetar itu)


Kuingat kala itu, doa lirih kawan cantikku yang berharap segera bertemu sang masa depannya, dikala Ia hampir tersungkur kehilangan makna hidup. Aku pun menjawab kelak akan datang seseorang itu. Tak lama kuingat seseorang yang tepat. Pribadi yang cakap dan beradab, lantas dengan semua drama, kujodohkan kalian. Siapa yang sangka, Tuhan menjadikan kebahagiaan menyapa hingga janji suci terucap. Kalian tersenyum seraya mendoakanku segera menjemput kebahagiaanku layaknya kalian. Aku pun tersenyum.


Aku baik-baik aja, tenang aja yaa, hehehe


Advertisement

Aku kembali melangkah, sesekali aku menengok masa lalu dalam hening. Bukan untuk berharap kembali, hanya sebatas menyapa diriku bahwa aku akan terus menjadi lebih baik. Menjalani hariku walau kadang sepi terlalu asik menyapa, hingga aku tenggelam dalam musik yang teduh tentang kehilangan. Sesekali airmata itu tak terbendung, pecah dan aku melebur seorang diri.

Lagi, kukenal dua sosok yang sama-sama mencari makna masa depan. Kupikir kalian terlalu unik untuk menjadi potongan puzzel yang ganjil, mengapa tidak digenapkan? Rasanya saling menyempurnakan. Lantas pertemuan pertama disponsori nasi kotak kantor dengan kuselingi obrolan renyah, aku mundur pamit diri dari sisi kalian, dan kulihat kalian akur saling mentautkan hati sepaskanya.

Advertisement

Dan tepat, lagi-lagi kudapatkan doa semoga kelak bisa memetik bahagiaku selayaknya kalian. Hingga saat kudapatkan sebuah chat WhatsApp:


Terima kasih ya udah temukan aku sama orang yang tepat, jadi kamu sendiri kapan punya pasangan?


Aku senyum tipis menatap arah sebrang dan menyadari, tidak semua cinta saling bersapa, bersambut dan tepat. Sebagian mengisahkan kehilangan, kekecewaan dan trauma.

Dear diriku sendiri, sudahkah kita menemukan tujuan kita? Jika dia bukan orang yang tepat, kita tak bisa selamanya menjadikannya tujuan. Jika bukan dia orangmya, bukankah kita harus tetap melangkah kedepan? Jika trauma ini masih tersisa, sudahkah memohon semesta mengetuk hati yang terdalam? Entah, aku kadang tersesat dan kembali pada rute awal untuk menjemput kebahagian orang lain. Mungkin ini misi hidupku.

Kelak akan kukatakan pada seseorang di seberang sana bahwa aku mencintaimu selama ini dalam diam dan kamu menjauh, lalu aku pun menjauh.

Biarlah doaku yang menyertaimu…

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sederhana dan mensyukuri kebahagiaan Terus berkarya

Editor

une femme libre