Detroit Become Human: Dulunya Game, Kini Mendekati Kenyataan?

Perasaan dalam robot adalah manifestasi dari keajaiban teknologi yang melampaui batasan fisik, berbahayakah? Atau justru yang bukan manusia mengajar kita menjadi manusia yang sejati?

Detroit Become Human adalah permainan video yang dikembangkan oleh Quantic Dream dan dirilis pada tahun 2018. Permainan ini berlatar di kota Detroit, Amerika Serikat pada tahun 2038, di mana kecerdasan buatan telah berkembang pesat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Para AI tersebut dibentuk menjadi androids yang sudah selayaknya seperti manusia, hanya sidik jari saja yang mereka tidak miliki. Tokoh-tokoh androids dalam game tersebut tentu tak asing bagi para pecinta game AAA, sebut saja Kara, Marcus, dan Connor yang merupakan ketiga karakter yang bisa kita kendalikan di game. Beberapa NPC juga masih melekat di pikiran kita, North, Letnan Hank, Alice, Luther, Todd, dan masih banyak lagi.

Advertisement

Detroit Become Human merupakan salah satu game yang memiliki jalur cerita yang sangat kompleks dengan banyak kemungkinan ending yang bisa didapatkan. Dalam permainan ini, pemain akan menghadapi berbagai pilihan moral yang sulit yang akan mempengaruhi alur cerita dan nasib karakter-karakter utama. Perbedaan sedikit saja dalam memilih tindakan yang ditawarkan oleh game, bisa mendapatkan ending yang berbeda. Cerita yang kompleks dan alur yang bercabang membuat pemain merasakan tingkat kebebasan yang belum pernah ada sebelumnya dalam permainan video, bahkan hingga saat ini.

Namun yang membuat permainan ini semakin menarik adalah fakta bahwa apa yang pernah dianggap sebagai khayalan dan fantasi kini semakin mendekati kenyataan. Lima tahun telah berlalu sejak dirilis, game ini harus menjadi bahan renungan bagi kita. Belakangan ini, sempat viral stasiun televisi telah memperkerjakan AI dalam membawakan berita. Pada platform TikTok, sudah menyerbak luas bahwa tokoh-tokoh dunia bisa meng-cover sebuah lagu yang sedang hits sekarang dengan bantuan AI, contohnya saja Bapak Jokowi yang menyanyikan lagu Cupid.

Suara, serak, intonasinya sangat menyerupai sosok aslinya dalam membawakan lagu tersebut. Selain itu, juga ada seleb TikTok yang sudah berwujud AI, Arbie Seo,yang bisa bernyanyi bahkan diajak podcast oleh Sony Wakwaw. Yang terbaru, heboh foto Elon Musk dengan robot AI cantik miliknya yang diklaim telah dilengkapi dengan sensor perasaan sedih dan bahagia. Sudah menyerupai Kara, kan? Fenomena-fenomena tersebut telah membawa kita ke arah yang serupa dengan apa yang digambarkan dalam Detroit Become Human.

Advertisement

Dengan adanya perkembangan ini, tentunya timbul pertanyaan besar di lubuk hati kita. Sejauh mana kita harus memperbolehkan kecerdasan buatan berkembang? Bagaimana kita harus mengatur dan mengawasi penggunaan teknologi ini agar tidak melampaui batas-batas manusia dan menjaga integritas serta martabat kita sebagai makhluk hidup? Jikalau mereka para AI bisa mengimplikasikan fungsi luhur manusia yakni dengan memiliki perasaan, bagaimana ke depannya kita seharusnya berinteraksi dengan androids?

Apakah mereka memiliki hak-hak yang sama dengan manusia? Apa kemunculan mereka semakin mirip dengan manusia dan menjadi lawan baik dalam pekerjaan, ekonomi, dan hubungan sosial? Apakah androids dan kecerdasan buatan yang semakin maju akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita? Semua pertanyaan tersebut bisa dijawab jikalau kita bisa kembali merenungkan dua elemen dasar dalam kehidupan, etika dan moral.

Advertisement

Pertimbangan etika dan moral harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam mengembangkan teknologi. Detroit Become Human telah menjadi sebuah narasi yang memicu kita untuk merenungkan masa depan teknologi dan implikasinya bagi manusia. Kita dihadapkan pada peluang dan tantangan baru yang harus dihadapi dengan bijaksana. Permainan ini mengingatkan kita akan kekuatan dan tanggung jawab kita sebagai pencipta dan pengguna teknologi. Bagaimana kita memilih menghadapi perubahan ini, bagaimana kita menjaga kemanusiaan dan nilai-nilai yang kita anut, dan bagaimana kita memastikan bahwa permainan seperti Detroit Become Human tetap berada dalam ranah imajinasi dan hiburan, bukan menjadi kenyataan yang berpotensi merusak dunia kita. Semua itu ada di tangan kita sebagai pencipta mereka, cara pandang dan respons kita akan menentukan masa depan kita.

Pada akhirnya, Detroit Become Human bukan hanya sebuah permainan video yang menarik, diwarnai jalan cerita yang kompleks, visual baik karakter maupun dunia di game yang ciamik, tetapi juga merupakan refleksi dari dunia yang sedang kita bangun saat ini. Mungkin suatu hari nanti kita akan menghadapi tantangan dan pertanyaan yang sama seperti yang dihadapi oleh karakter-karakter dalam permainan ini. Apakah kita akan mampu menemukan jawaban yang tepat dan memutuskan arah yang benar? Hanya waktu yang akan memberikan jawabannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang mahasiswa yang diberi tugas untuk menulis artikel.