Alhamdulillah, akhir tahun 2019, kami diberi kesempatan umroh sekeluarga oleh Allah SWT. Tapi sebelum menunaikan ibadah umroh, kami melipir dulu ke negara Turki. Untuk melihat bekas kejayaan kerajaan Turki Ottoman jaman dulu. Tapi sebelum ke Turki, kami ke Malaysia dulu. Karena Malaysia merupakan titik kumpul jamaah yang tersebar dari berbagai daerah di Indonesia. Kemudian kami baru berangkat bersama-sama menuju Turki.
Dari Malaysia, kami transit dulu di Jeddah selama lebih kurang 6 jam. Kemudian berganti pesawat meskipun masih maskapai yang sama. Total perjalanan kami dari Kuala Lumpur menuju Istanbul lebih kurang 17 jam. Lumayan melelahkan.
Karena kesibukan menjelang keberangkatan, membuat saya tak sempat mampir ke money changer untuk menukarkan uang rupiah ke dalam mata uang asing. Tapi saya tak khawatir. Cukup dengan selembar kartu ATM dengan logo Visa, saya bisa menarik uang tunai dari seluruh ATM di dunia yang sudah bekerja sama dengan jaringan Visa bahkan bisa juga berbelanja di seluruh toko dengan mesin EDC yang bertanda Visa.
Jadi kerjaan saya, begitu tiba di Bandara Malaysia, Jeddah, dan Turki adalah langsung mencari mesin ATM. Saldo kita langsung dikonversikan ke dalam nilai mata uang negara setempat. Ketika di Malaysia, saldo saya sudah berupa Ringgit. Di Jeddah sudah berupa Riyal dan di Turki sudah berupa Lira. Sehingga kita bisa mengambil uang sesuai kebutuhan. Dan biaya sekali tarik tunainya pun amat murah.
Turki ini merupakan negara yang unik. Separo wilayahnya berada di Asia dan separoh lagi berada di Eropa. Wilayah Asia dan Eropa dipisahkan oleh sebuah selat yang bernama selat Bosphorus. Tadinya wilayah Turki di jaman kerajaan Turki Ottoman hanya di Asia. Tapi setelah mereka menaklukkan kota Konstantinopel yang berada di Eropa, maka wilayah Turki sekarang tersebar di Asia dan Eropa.
Perjalanan kami selama tiga hari di Turki adalah bolak balik Asia Eropa. Keren ya? Padahal sejatinya kami cuma bolak balik melewati sebuah jembatan. Hehee….
Hari pertama, kami diajak ke pegunungan di mana di sana ada salju abadi. Di luar musim dingin tetap ada salju, meskipun tipis. Sedangkan di musim dingin, seperti perjalanan kami ini, maka salju di sana lumayan tebal. Namanya pegunungan Uludag, yang berada di kota Bursa. Kota yang berada di wilayah Asia Turki. Kita juga punya ya, pegunungan dengan salju abadi yaitu di puncak Gunung Jayawijaya di Papua. Hanya saja puncak Jayawijaya tidak bisa dicapai dengan bus seperti pegunungan Uludag ini.
Sebagai orang Asia, yang rata-rata tak pernah melihat salju, sungguh, pemandangan salju yang terhampar di depan mata kami adalah pemandangan yang spektakuler. Menggenggam salju, tiduran di salju, membuat bola salju, melemparkan salju ke keluarga atau teman adalah kegembiraan yang luar biasa.
Ketika dijadwalkan kami di pegunungan ini hanya 2 jam, kami semua protes. Terlalu sebentar. Ternyata setelah di jalani, ternyata 2 jam itu terasa membekukan. Apalagi suhu ketika itu -6oC. Sehingga setelah satu jam berlalu, kami pun berbondong-bondong menuju kedai kopi untuk memesan segelas kopi atau segelas coklat hangat. Di kedai ini, ada perapian. Juga ada heater. Sehingga suhu di ruangan ini terasa hangat. Dan ketika waktu 2 jam itu habis, kami segera ke bus dan sibuk memakai heatpack untuk menghangatkan badan.
Selain ke pegunungan Uludag, kami mengunjungi masjid-masjid bersejarah yang dibangun pada jaman kerajaan Turki Ottoman. Modelnya kuno, luas, dan dengan tiang-tiang yang besar. Tapi sungguh indah dan kokoh. Rata-rata masjid ini sudah berdiri 600 tahun lebih. Dan hebatnya, bangsa Turki ini memang memiliki literasi yang kuat. Sehingga semua sejarah mereka tercatat dengan rapi.
Jangankan sejarah kerajaannya, sejarah penaklukannya, bahkan pembangunan masjidnya pun tercatat dengan rinci seperti tahun berapa berdirinya, dimasa kekuasaan siapa didirikannya, bahkan siapa arsitekturnya pun tercatat dengan jelas. Sejarah singkatnya tercetak di sebuah plat dan dipasang di dinding masjid.
Masjid bersejarah yang kami kunjungi adalah Ulu Camii, Camii Yesil, dan Ayyub Al Anshari Camii. Khusus masjid Ayyub Al-Anshari memiliki sejarah yang mengharukan. Beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Ketika baru tiba hijrah ke Madinah, di rumah beliau lah Rasulullah pertama kali menginap. Ketika Rasulullah meninggal, Abu Ayyub Al Anshari berusaha mewujudkan hadits rasulullah
Ternyata beliau dan pasukannya gagal menaklukkan Konstantinopel. Dan beliau meninggal di dalam pertempuran itu. Sebelum beliau wafat, beliau berpesan, “Makamkan aku di dekat benteng Konstantinopel. Agar ketika Kontantinopel ditaklukkan, aku bisa mendengarnya dari kuburnya.”
Sebelum Sultan Muhammad Al Fatih menaklukkan Kontantinopel, beliau menyuruh pasukannya mencari kuburan Abu Ayyub Al Anshari yang berada di luar benteng Konstantinopel. Kuburan Abu Ayyub Al Anshari ditemukan dalam keadaan terlantar. Kemudian mereka bersihkan dan rapikan. Dan setelah Sultan Muhammad Al Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel, beliau membangun sebuah masjid di dekat makam Abu Ayyub Al Anshari sebagai penghormatan beliau kepada sahabat Rasulullah itu.
Kemudian kami berkunjung ke museum Panorama 1435. Sebuah museum megah yang dibangun untuk mengenang pertempuran penaklukan kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al Fatih tahun 1435, yang didirikan persis di lokasi pertempuran. Museum ini berlantai dua.
Lantai satu menjelaskan tentang penaklukan Konstantinoel yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Al Fatih lewat tulisan, gambar dan patung, dan lantai dua dengan atap yang berbentuk kubah menceritakan bagaimana situasi pertempuran itu. Kubah ini cukup besar dengan diameter kubah 38 m. Lukisan mural 3 dimensi dikerjakan oleh 8 pelukis terpilih. Dan pembangunannya menghabiskan biaya $ 5 juta.
Berada di sini terasa bagaimana heroiknya Sultan Muhammad Al Fatih. Ketika kapalnya tak bisa menembus teluk Tanduk Emas untuk mencapai benteng Konstantinopel, karena pasukan Romawi memasang dan merentangkan rantai baja di lautnya sehingga tak ada kapal yang bisa melewatinya, Sultan Muhammad Al Fatih dan pasukannya menarik kapal-kapal itu naik ke gunung Galata. Dan menurunkan serta melabuhkan kapal-kapal itu di teluk dibalik rantai baja itu. Dan itu terjadi dalam semalam. Bayangkan…mereka menarik kapal-kapal besar dengan beratnya ber-ton itu dengan tangan. Dan dibantu dengan teknik sederhana yaitu menempatkan kayu gelondongan di bawah kapal agar kapal mudah ditarik.
Setelah itu Sultan mengajak pasukannya untuk shalat Hajat, memohon pertolongan Allah. Untuk memilih siapa yang layak menjadi imam, maka Sultan meminta semua pasukannya untuk berdiri. Dan bertanya,
“Siapa yang dari akil balignya pernah meninggalkan sholat wajib, silahkan duduk.”
Tak ada seorang pun yang duduk. Menandakan semua pasukannya tak pernah meninggalkan sholat wajib.
“Siapa yang dari akil balignya pernah meninggalkan shalat berjamaah, silahkan duduk.”
Mulai ada yang duduk.
“Siapa yang dari akil balignya pernah meninggalkan sholat sunnah Rawatib, silahkan duduk.”
Makin banyak yang duduk.
“Siapa yang dari akil balignya pernah meninggalkan sholat Tahajud, silahkan duduk.”
Semua pasukannya duduk. Yang masih berdiri hanya Sultan Muhammad Al Fatih seorang. Dari situ pasukannya tau bahwa semenjak akil balig Sultan Muhammad Al Fatih tak pernah meninggalkan sholat wajib secara berjamaah serta tak pernah meninggalkan sholat sunnah Rawatib dan sholat sunnah Tahajud. Dan Sultanlah yang jadi imam sholat Hajat itu.
Maka benarlah sabda Rasulullah, “Kelak Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kaum muslimin. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.”
Kemudian kami juga mengunjungi istana Topkapi. Sementara museum (ketika itu masih museum) Hagia Sophia tak bisa dikunjungi karena sedang renovasi. Kami juga mengunjungi pasar pertama di Turki yaitu Grand Bazar, yang di bangun oleh Sultan Muhammad Al Fatih tahun 1461 untuk mengumpulkan pedagang yang terserak. Berbelanja di sini, sungguh mengasyikkan. Dengan bangunan kuno yang indah, semua cenderamata khas Turki tersedia di sini. Serba ada dan murah.
Dan tak lupa kami naik kapal menyusuri selat Bosphorus yang legend itu. Pemisah wilayah Asia dan Eropa di Turki. Dari kapal ini kami menyaksikan keindahan Istana Topkapi dari laut serta melihat gunung Galata. Dan dari kapal ini kami menikmati sebuah pop mie Indomie, buatan Indonesia, seharga 60 Lira atau 150 ribu rupiah. Woow…begini rasanya makan Indomie impor. Wkkwkk….
Sungguh, perjalanan 3 hari di Turki terasa terlalu singkat tapi sangat berkesan. Semoga kelak kami bisa berjalan-jalan ke belahan bumi yang lain. Untuk refreshing dan untuk menambah ilmu pengetahuan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”