Berawal dari bulan Maret 2018, kali pertama bagi aku memberanikan diri melakukan perjalanan sebagai seorang backpacker pemula bersama seorang teman. Destinasi yang ditujupun tidak cukup jauh juga tidak sampai sejengkal jaraknya jika dilihat dari peta. Berbekal tekad nekat dan sebuah tas backpack serta minimnya informasi yang digali dari berbagai sumber, alhasil berangkatlah kami menuju Pulau Pramuka dari kota kembang, Bandung. Dengan menumpang travel yang terkenal paling ngawur, kami memulai perjalanan yang diawali keberangkatan yang terlambat dari jadwal seharusnya yaitu pukul lima sore menjadi selepas Isya.
Semua berjalan lancar pada awal mulanya, hingga mobil travel yang kami naiki meninggalkan Pasteur memasuki jalanan tol menuju Jakarta Utara yang notabennya belum separuh perjalanan tiba-tiba saja mesin mobil mengeluarkan asap. Alhasil, kami diturunkan di sebuah rest area demi keselamatan bersama. Seluruh penumpang luntang-lantung di rest area yang tidak kami ketahui di mana tepatnya karena penerangan yang sangat temaram. Pemandangan yang kami lihat hanyalah mobil-mobil dump truck hilir mudik mengisi bahan bakar. Tengah malam, barulah kami melanjutkan kembali perjalanan yang sempat tertunda setelah dijemput mobil travel berbeda dan tiba di Jakarta Utara esok harinya pukul dua subuh.
Lepas menunaikan shalat Subuh, aku dan temanku menyusuri Jakarta Utara yang masih tampak asing bagi backpacker pemula untuk mengejar jadwal keberangkatan kapal. Menumpang transportasi umum, akhirnya, kami berdua tiba di Muara Angke. Sayangnya, dermaga yang kami tuju jaraknya lumayan jauh dari di mana kami diturunkan. Walhasil, kami harus berlarian di tengah-tengah kerumunan manusia dan para penjaja ikan yang sedang berjualan. Sesampainya di gerbang dermaga, antrian manusia pemburu tiket sama ramainya dengan antrian BLT penuh sesak, saling sikut, saling menyerobot, enggan mengalah.
Tiket sudah ada di tangan, diri masing-masing sudah melewati pintu pemeriksaan, sayang disayang kapal yang seharusnya kami tumpangi sudah lebih dulu pergi. Padahal jadwal keberangkatan masih cukup lama dari semestinya. Hopeless? Tentu tidak. Setelah bertanya ke sana kemari, jawaban yang kami terima lumayan menenangkan hati—“Tunggu kapal selanjutnya yang berangkat dari pulau.” Kamipun tidak punya pilihan lain, selain menunggu dengan sabar. Pukul 11 siang, kapal yang akan mengangkut kami akhirnya datang. Langsung naik? Tentu saja tidak, sebab ada bongkar muat. Barulah sekitar pukul 12.30, nahkoda kapal mengajak kami berlayar.
Apakah perjalanan lancar? Tidak. Kapal yang kami tumpangi sebenarnya kapal ikan yang disulap menjadi kapal penumpang. Apakah perjalanan lancar? Tidak. Seharusnya kami tiba setelah 2,5 jam perjalanan, namun, karena ombak tinggi dan cuaca bikin ngeri jadilah kami harus bersabar lagi. Ditambah situasi di mana mesin kapal sengaja dimatikan, jadilah kapal yang kami tumpangi persis seperti sebuah benda mati di tengah lautan yang bergoyang mengikuti suasana air laut–ke kanan dan ke kiri. Belum lagi air laut merangsek hingga ke dalam kabin, penumpang muntah-muntah akibat masuk angin karena mabuk, dan aroma minyak kayu putih menyengar di mana-mana. Pengalaman perjalanan kami hari itu sungguh tidak sia-sia. Setelah sebelumnya dihantam situasi lumayan mencekam takut-takut kapal karam, yang terjadi justru sebaliknya, Pulau Pramuka menyimpan segudang keeksotisan alam. Semua terbayar kontan ketika kami disuguhkan kecantikan pantai bertabur pasir putih di sepanjang mata memandang. Air laut jernih berwarna biru emerald dan ikan-ikan bebas hilir mudik berenang hingga ke kaki-kaki penyangga dermaga.
Kapal-kapal yang sedang tidak berangkat melaut berbaris rapih di tepian pantai. Hamparan tanaman bakau nan hijau menambah keanggunan pulau. Menjejakkan kaki mengelilingi pulau di atas jalanan bersih dan menyapa penduduk yang ramah, membuat siapapun menjadi betah berlama-lama. Duduk di dermaga dengan kaki menjuntai di atas air laut tenang, menanti fenomena matahari terbenam bersemburat jingga yang amat menakjubkan ditemani angin sepoi-sepoi menenangkan. Pengobat penatnya hati, menutup hari. Begitu banyak rasa syukur terucap karena diberi kesempatan menikmati keagungan ciptaan Tuhan dalam melakukan perjalanan ala backpacker. Jika boleh memberi saran, suatu hari nanti, cobalah paling tidak sekali saja dalam hidupmu sempatkan waktu melakukan traveling sebagai self reward baik itu bersama partner ataupun solo seorang diri. Pulau Pramuka bisa kamu pilih sebagai #DestinasiHipwee awalmu untuk menggurat cerita dan menemukan makna hidup yang sesungguhnya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”