Aku adalah seorang karyawan yang terbiasa menjalani pola hidup praktis seperti menggunakan ojek online untuk menghemat waktu dan bisa dibilang aku adalah generasi cashless. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan penggunaan ojek online sebagai transportasi sehari-hari. Pun tak ada yang salah dengan tindakan meminimalisir penggunaan uang tunai. Hingga akhirnya aku terjerumus dalam pola hidup yang ternyata menghancurkan kondisi keuanganku.
Sejak keberadaan ojek online marak, aku adalah pengguna setianya. Aku menjadi terlalu malas untuk berjalan kaki dan berangkat lebih pagi agar bisa menggunakan transjakarta sebagai moda transportasi. Dengan jarak tempuh kurang lebih 13 kilometer, aku gunakan ojek online untuk pulang-pergi. Aku tahu pengeluaranku tidak sedikit untuk transportasi, tapi aku hanya berpikir bahwa aku bisa menghemat disisi lain. Tapi anggapanku ternyata tidak aku realisasikan. Pengeluaranku tetap besar karena aku tidak bisa menghemat dalam banyak hal.
Entah sudah berapa lama, aku sangat bergantung kepada Kopi. Awalnya aku hanya menggunakan kopi instan yang disediakan oleh kantor. Namun, dengan dalih self-reward, aku menjadi ketagihan untuk memesan kopi melalui aplikasi, ditambah diskon yang tersedia sungguh menggiurkan. Aku sudah bekerja keras, satu cup kopi fancy tidaklah membuat bangkrut. Tapi kemudian, satu cup tersebut adalah jumlah minimum. Aku memesannya setiap hari. Oh Tuhan, sungguh sesat diriku, tapi aku tidak bisa berhenti.
Hingga suatu hari, tagihanku membengkak hingga dua kali gajiku. Aku kaget, bingung, panik dan terhenyak. Apa yang membuat tagihanku segini besarnya? Aku berusaha membuat rincian pengeluaran selama sebulan kebelakang, nyatanya memang pengeluaran terbesarku adalah transportasi dan kopi fancy serta kebiasaan membeli makanan secara online.Â
Aku mulai mencari cara agar bisa menutupi tagihanku dan juga membiayai hidupku yang masih ada setengah bulan lagi sebelum gajian tiba. Aku ikut kuis, challenge, lomba.. Aku ikut serta dalam banyak hal yang kira-kira bisa menghasilkan uang tambahan. Sebisa mungkin aku tak memberitahu orang tuaku tentang apa yang terjadi. Ini semua salahku dan aku yang harus memikirkan jalan keluarnya sendirian. Ditambah lagi, orang tuaku sudah memasuki usia senja, aku sebagai orang yang saat ini bertanggungjawab atas pengeluaran bulanan keluarga tidak seharusnya memberikan mereka beban.
Mendekati hari penagihan, dengan menanggalkan rasa malu, aku menghubungi beberapa orang yang kiranya bisa membantuku. Tanggapannya beragam dari yang menjawab tidak bisa meminjamkan hingga mengabaikan pesanku, dan aku tidak menyalahkan mereka yang sama sekali tidak membalas pesanku. Sekali lagi, ini semua memang salahku, tidak semua orang dapat berbesar hati meminjamkan uang dalam jumlah besar, kan? Apalagi saat ini pandemi, tidak semua orang memiliki cadangan uang cukup. Aku mengerti kondisi mereka meskipun mereka tidak membalas pesanku.
Tapi beberapa orang lainnya ternyata dapat membantuku, dan aku terbantu sekali dengan kerelaan mereka. Aku berkali-kali berterima kasih atas bantuan mereka. Sejak saat itu, aku mulai menerapkan pola hidup hemat dengan berangkat kerja lebih pagi dan menggunakan Transjakarta sebagai moda transportasi menuju kantor. Satu hari biasanya aku menghabiskan sekitar Rp 70.000 untuk pulang pergi menjadi Rp 7000-13.000 saja. Aku menghilangkan kebiasaan minum kopi fancy seharga Rp 20.000/cup/hari. Pengeluaranku tentu saja menurun drastis, aku bisa mencicil hutangku pada temanku.
Ternyata selama ini aku salah memaknai self-reward. Self-reward-ku saat ini adalah melihat aku bisa tetap ceria memenuhi kewajibanku untuk memenuhi semua hutangku, kebutuhan bulanan keluarga, kebutuhan kucing-kucingku serta menjadi diriku yang lebih baik tanpa harus hidup boros.Â
Kejadian ini bisa dialami oleh siapa saja, dan aku tidak akan men-judge siapapun yang sedang terjebak dalam keadaan ini. Untuk kamu yang sedang terjebak dalam situasi serupa, semoga kita semua kedepannya dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan ya!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”