Dari Manisnya Kisah Cinta Luis Suarez dan Sofia Balbi Kita Belajar Banyak Hal Baik

Siang itu bandara El-Prat di Catalan kedatangan seorang remaja belasan tahun yang terbang dari jauh melintasi 10 ribu kilometer perjalanan melintasi samudera luas demi bertemu kekasihnya. Remaja lugu itu datang dari Salto di Amerika Selatan, hanya berbekal uang seadanya, dan tanpa punya alamat jelas ke mana ia hendak pergi. Di bibirnya yang kosong hanya sebuah nama yang bisa ia sebut berkali-kali: Sofia. Remaja itu tak tahu arah saat kaki-kakinya sudah berada di tanah matador yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia adalah Luis Suarez. Perjalanan menguras kecemasan itu ia lalui hanya untuk meredam amukan rindu di dadanya yang menghantui hari-hari mudanya. Itu bukan langkah omong kosong baginya, ia tahu ia datang dengan satu tujuan. Semua resah baru saja ia terbangkan bersama angin yang yang membawa pesawat mereka dari Salto.

Advertisement

Di luar bandara, gadis berambut pirang berdiri dan duduk bergantian selama 4 jam lamanya. Ia datang berbekal pesan dari telepon bahwa pacarnya akan datang  dan minta dijemput di bandara. Gadis itu baru berusia 14 tahun. Namanya Sofia. Jam-jam yang ia lewatkan di dekat bandara tak menunjukan akhir yang bagus baginya. Suarez yang ia tunggu tak juah muncul di hadapannya. Pihak imigrasi di bandara El-Prat menahan Suarez dengan alasan tak punya tujuan yang jelas. Uang 45 euro yang dipinjamkan kakaknya tak cukup membawanya ke hadapan Sofia. Mereka tak sampai ketemu. Suarez terpaksa dipulangkan.

Suarez baru berusia 15 tahun saat ia berkenalan dengan Sofia. Gadis itu anak seorang akuntan di sebuah bank pemerintah di kota Salto. Sedang Suarez sendiri hanyalah anak buruh serabutan yang orang tuanya bercerai dan memiliki banyak saudara. Suarez adalah anak miskin yang banyak menghabiskan waktu untuk bermain sepak bola. Meski kesulitan memiliki sepatu tekadnya untuk bermain bola tak terelakkan. Ia bergabung dengan tim sepak bola lokal untuk jenjang usia muda.

Perkenalan dengan Sofia langsung membuat hatinya mekar. Hari-harinya berubah. Ia tahu itulah namanya jatuh hati. Bak gayung bersambut Sofia pun merasakan debar yang sama dengannya. Tak butuh waktu lama-lama keduanya sudah jadi sepasang kekasih. Suarez tahu semua tak akan mudah, namun akan lebih berat lagi jika ia melepaskan kesempatan saat itu. Banyak hari keduanya habiskan bersama. Suarez yang dari anak miskin itu bahkan dengan beraninya memunguti koin yang jatuh di jalanan demi bisa membelikan Sofia ice cream. Sebaliknya dalam setiap pertandingan yang dijalaninya Sofia hampir selalu ada di pinggir lapangan menanti dan menyemangati. Kedekatan dengan Sofia membuat Suarez sejenak tumbuh jadi pemain sepak bola usia muda yang cukup menjanjikan performanya. Sampai kemudian Sofia datang padanya lagi dan mengatakan bahwa keluarganya akan pindah ke Spanyol membawa serta Sofia.

Advertisement

Suarez kebingungan. Bagaimana ia bisa menjalani hari-hari berikutnya tanpa Sofia di sisinya. Apakah ia masih akan tetap bermain sepak bola? Apakah ia harus berhenti saja? Suarez muda lalu memilih berdamai dengan situasi yang terjadi. Ia memberanikan diri terbang ke Spanyol mengejar Sofia yang menetap di Barcelona. Namun usahanya itu tak membuahkan hasil.

Kepahitan sejenak membuat ia jatuh. Ia tak lagi punya cukup semangat untuk tetap bermain sepak bola. Performanya menurun kian hari, sampai akhirnya ia ditegur pelatih berkali-kali. Ia bisa saja dicoret dari keanggotaan tim jika terus-terus menunjukan sikap lemahnya itu. Ia lalu melihat kembali keluarganya, ia melihat potret bergambar dirinya dan Sofia, ia mengamati sepatu bola satu-satunya yang sanggup dibelinya. Ia pun menyadari ia tak boleh berhenti di situ, ia akan jadi pemain bola, ia tak sepantasnya berhenti mencintai olah raga indah itu. Pun ia sadar satu-satunya hal yang bisa membawanya ke Eropa dan membuatnya kembali dekat dengan Sofia hanyalah sepak bola itu sendiri. Gerak hati itu memacu kembali gairahnya.

Advertisement

Dan nasib yang baik masih di tangannya. Sebuah tim pemantau bakat sepak bola tim Groningen dari Belanda datang ke kotanya untuk mengamati kualitas permainan pemain-pemain dalam setiap tim di sana. Suarez pun dilirik dan terpilih untuk bergabung dengan tim asal Belanda itu dengan nilai tebusan 800 ribu euro. Sebuah kesepakatan yang sekaligus membawa kaki-kakinya bisa kembali menapaki langit Eropa untuk mendekatkan jaraknya dengan Sofia dari 10 ribu kilometer jadi hanya 2 jam perjalanan udara. Barcelona dan Groningen memang masih cukup jauh, tapi paling tidak ia pun ada alasan untuk menyingkirkan sejenak perasaan rindu yang kian lebat di hatinya.

Setahun di Groningen Suarez lalu pindah lagi ke tim ibukota Ajax Amsterdam. Sejak saat itu karirnya menanjak. Saat di Ajax ia dan Sofia pun menikah. Berkali-kali ia mengaku setiap ditanyai tentang Sofia bahwa ia tak akan jadi pesepakbola hebat tanpa Sofia di sisinya. Torehan-torehan prestisius yang dicapainya saat di Belanda lalu pindah ke Liverpool membuat ia ditarget oleh FC Barcelona di tahun 2014. Keberhasilan pindah ke FC Barcelona bak mimpi yang terwujud. Kerja kerasnya sukses membawa ia kembali ke Barcelona, tidak lagi sebagai seorang penumpang pesawat tanpa kejelasan melainkan sebegai seorang pesepak bola yang kemudian dicintai banyak orang di kota itu setelah menghabiskan 6 musim yang luar biasa di sana.

Suarez dan Sofia kini sudah dikaruniai 3 orang anak. Cinta mereka mekar dengan caranya yang tak biasa. Diiringi perjuangan yang tak mudah, kegigihan tanpa batas, keberanian sebuah mimpi, dan tekad berlapis-lapis.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini