Patah Hati Nyatanya Tak Sesakit yang Dibayangkan. Saya Tetap Bisa Menikmati Kehidupan~

Patah hati karena ditinggalkan

Sunyi pernah jadi temanku, saat aku pikir kamu yang jadi ramai duniaku pergi begitu saja. Gelap dalam hari yang berwarna pun pernah jadi teman baikku, saat aku pikir kamu yang jadi sinar terang buatku lenyap dalam sekjap saja. Dunia pernah jadi sekecil dan sekelam itu buatku, bahkan sang semesta pun pernah aku persalahkan, bahkan tidak hanya itu, aku juga berteriak, kenapa harus aku yang ada di posisi untuk kehilangan dirimu. 

Advertisement


Bahkan apapun yang mereka katakan untuk membuatku kembali bangkit, hanya jadi angin yang tidak pernah aku anggap saat itu. Bagiku mereka tidak pernah tahu rasanya jadi aku, mereka cuma hanya pintar bermodalkan nasihat tanpa pernah tahu rasanya duduk di posisiku saat itu. 


Bahkan siang pun tidak pernah terasa terangnya, di pandangan mata yang ada hanya langit kelabu yang menggelayut semakin menghitam saat semua tantangmu terus-terusan saja seenaknya mengaduk-aduk perasaanku. 

Bukan meratapi,hanya kecewa. Istilah yang lebih tepat untuk apa yang aku rasa saat ini. Kecewa kenapa bahkan apa yang pernah aku usahakan tidak pernah kamu lihat, apalagi kamu rasakan. Bukan seperti pejuang yang dinilai dengan sebuah tanda jasa, aku hanya ingin jadi separuh hati yang kamu punya, hanya itu saja. Apa itu sudah cukup egois buatmu saat aku meminta untuk jadi setengah bagian dari hatimu? Toh separuhnya lagi akan tetap jadi punyamu, tidak akan aku meminta lebih. 

Advertisement

Apa sudah cukup bagimu saat aku memperdulikanmu dengan caraku, tapi selalu berujung dengan kekangan yang kamu rasakan? bahkan saat separuh dari sebuah hati yang kamu punya saja, kamu tidak bisa memberikannya buatku, bagaimana kamu bisa berpikir untuk lebih peduli padaku, ketimbang hanya memikirkan dirimu seorang saja dan bukan tentang kita? 

Aku punya sinarku dulu yang bisa bercahaya sebelum kita dipertemukan, walau mungkin tidak se terang sinar rembulan yang kamu idam-idamkan. Tapi kehilanganmu malah nyatanya pernah membuatku begitu terhilang hingga berniat melenyapkan sinar yang aku punya.

Advertisement

Sebegitu terpuruknya aku sehingga membuatku menjadi begitu bodohnya. Bukankah semestinya cinta membuat sinar yang ada dari masing-masing yang kita miliki semakin bersinar dengan terang tanpa berusaha menutupi satu dengan yang lainnya? Bukankah seperti itu juga sang semesta menciptakan semua yang ada di tata surya ini untuk saling melengkapi dan bukan untuk menghalangi satu dan yang lainnya? Tapi terima kasih telah memutuskan untuk merasa tidak nyaman dan segera mendesakku keluar dari lingkaran sinarmu yang nyatanya sekarang baru aku sadari tidak bisa berpadu dengan sinar yang aku miliki.

Kadang terlalu mengerahkan seratus persen hati tanpa memasukkan logika di dalamnya hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi salah pada akhirnya. Terimakasih telah pergi untukku saat itu, dengan semua alasan yang sekarang kamu ungkap pada semua yang bertanya atas perpisahan kita saat itu. Aku tahu mungkin buatmu cinta hanya sebatas itu saja nilainya, disanjung saat masih bersama, tapi akan terasa seperti bau busuk saat memutuskan untuk berakhir.

Sungguh tidak masalah buatku, keputusanmu saat itu membuatku menemukan dia yang mampu menyelaraskan sinarnya buatku, yang tidak semudah itu menyerah seperti yang pernah dulu kamu lakukan. Terima kasih sudah memutuskan untuk pergi agar aku bisa menemukan yang lebih selaras dengan sinarku dan aku sunggu bersyukur atas itu semua.   

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penyuka rintik hujan juga aroma hijau pegunungan sambil menantikan dia yang digariskan semesta untuk menua bersama dalam tiap kesederhanaan perhatian & hangatnya sebuah pelukan.

Editor

Not that millennial in digital era.