Aku Memilih Untuk Seperti Sang Mentari, Tetap Bersinar dan Membuat Orang Lain Bersinar

Kau tahu? Hidup ini sebenarnya perjalanan panjang, yang setiap harinya disaksikan oleh matahari

Pagi hari dia hadir dengan keteduhan, tidak jarang orang rela bangun lebih awal demi mengejar kehadirannya, menantikan kedatangannya yang begitu indah. Seringkali disaat menikmati terbitnya, aku begitu kagum dengan keindahannya. Selain itu begitu banyak manusia di bumi ini membutuhkan sang mentari pagi untuk kesehatan, termasuk diriku sendiri. Dibakar olehnya di pagi hari membuat tubuhku semakin segar.

Advertisement

Jika malam hari turun hujan, hal yang paling aku suka adalah keesokan paginya matahari bersinar, basahnya hujan masih tersisa di dedaunan dan rumput disertai hangatnya sinar matahari, suasana itu membuat aku sangat bahagia, indah. Ketika beranjak siang dia tetap bersinar, walaupun kadang manusia mengeluh kenapa begitu teriknya dia bersinar memberi ketakutan orang untuk berjalan dibawah sinarnya.

Hal itu bagiku memberi makna bahwa dia memang harus seperti itu. Dia diciptakan memang harus tetap bersinar walaupun kadangkala orang tidak menerimanya. Disanalah letak kuasa-Nya letak ketegasan-Nya.

Menjelang sore, teduh kembali begitu manis sehingga banyak orang juga mengejar keindahannya untuk diabadikan. Menghilangnya dia sering memberikan pesan padaku “Hal terbaik apa yang sudah kamu berikan hari ini?” Ah, matahari aku sungguh banyak belajar darimu.

Advertisement

Jika malam tiba, bukan berarti dia tidak ada. Dia hanya memberi kesempatan pada sang malam untuk hadir, memberi jalan rembulan untuk bersinar, tidak egois mesti dia tak terlihat. Dia memberi kesempatan untuk bintang bercahaya. Bahkan dia rela memberikan sang awan hadir untuk mencurahkan hujan, membiarkan petir menunjukkan kilatannya.

"Dia mengikuti segala sesuatu yang sudah ditentukan". Aku teringat ada satu kejadian di Malang ketika aku sedang menuju Pantai Tiga Warna. Di perjalanan tiba-tiba hujan turun sangat deras dan petir pun menyambar. Sebagian dari kami sempat mengeluh, “Aduh bagaimana ini hujan? Menikmati Pantai di kala hujan rasanya tidak tepat sama sekali” begitu kata seorang kawan.

Advertisement

Aku hanya diam dan mengoceh dalam kalbu serta memohon dalam hati, “Tuhan ijinkan kami menikmati keindahan Pantai Selatan yang indah itu.” Kami tetap meluncur dan ketika tiba di sana, seketika hujan yang deras itu berhenti digantikan gerimis, saat kakiku melangkah turun dari motor. Ketika kami sampai di tempat untuk meminum teh dan kopi, matahari pun bersinar seakan menyapa kami, “Halo semuanya, selamat datang di Pantai Tiga Warna, selamat menikmati keindahannya”.

Saat itu aku memandang genangan air yang masih terlihat. Sungguh aku bersyukur saat itu bukan karena do’aku terjawab tetapi terlebih karena aku bisa menikmati keindahan yang sempurna. Terik matahari setelah hujan pergi itu hal yang paling aku suka, indah. Aku sempat berpikir bagaimana kalau dia egois tetap bersinar? Tidak mau memberi kesempatan bulan dan bintang bersinar, tidak memberi awan dan hujan hadir, tentu semuanya akan berantakan.

Dan aku tidak bisa menikmati keindahan yang sempurna itu saat di Malang. Dan aku melihat diri lagi, saat ini aku diberi hak untuk memilih apakah mau melihat kesendirianku sebagai hidup yang biasa saja atau mau seperti matahari yang ditunggu banyak orang karena bermanfaat dan rendah hati untuk memberikan kesempatan buat orang lain bersinar.

Dan aku memilih untuk seperti matahari, tetap bersinar dan di saat tertentu memberikan orang lain kesempatan untuk bersinar. Tidak mudah memang, tetapi bukan berarti tidak bisa kan? Bagaimana dengan kalian? Apa arti kesendirian kalian? Mari terjemahkan kesendirianmu versimu sendri. Selamat mencoba.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Nikmati lezatnya rasa dan peristiwa yang terbalut kata-kata