Ketika sendunya senja yang dulu pernah jadi pengingat semua cerita tentangmu, sekarang bagiku hanya sebuah pemanis dari teriknya panas siang hariku. Ya, aku benar-benar sudah merelakan pergimu. Tanpa harus ada lagi air mata yang terjatuh, tanpa harus ada lagi ratap di sepanjang malamku. Ketika yang kamu sisakan hanya luka, aku mengubahnya jadi sebuah harap untuk cinta yang baru. Mempersiapkannya untuk sebuah dunia yang baru, di mana aku tahu, dunia yang pernah aku bangun bersamamu, nyatanya bukan di sana seharusnya aku ada.
Merelakanmu pergi dengan sebuah hati yang lain menurutku lebih baik tanpa harus melulu menyertakan sedih di dalamnya, seperti aku denganmu dulu. Senjaku sekarang tidak lagi sendu, memang masih terasa lembut tapi tentu saja tidak lagi monokrom. Aku menciptakan warnaku sendiri di langit senjaku. Tidak ada lagi namamu di sana atau bahkan kisah sedih yang terlintas. Pergimu saat itu adalah lembaran halaman yang sudah aku balik, bahkan bukunya pun sudah aku tutup rapat-rapat. Sebab, aku tidak bisa menuliskan cerita yang baru dilembaran yang sudah penuh dengan tinta yang sudah kamu tulis.Â
Senjaku sekarang adalah tentang mensyukuri bahwa tidak selamanya pergimu jadi sedihku yang abadi. Senjaku yang kini mulai kembali berwarna adalah pijakan di mana aku harus mulai lagi melangkah dan tidak lagi tenggelam dalam sebuah keputusasaan, walau mungkin akan ada cerita-cerita di depan sana yang tidak berjalan dengan baik. Sebab, bagiku jatuh cinta bukan sebuah kesalahan, begitu juga dengan apa yang disebut dengan cinta. Mungkin saja, aku hanya belum menemukan seseorang yang bisa memahami dengan benar apa itu cinta. Langit senja kini adalah sahabatku, tempat di mana aku harus memulai sebuah awal yang baru dengan meninggalkan kesedihan di belakang sana. Sebab aku dan langit senjaku adalah tentang merelakan siapa yang sudah memutuskan untuk pergi dan tidak lagi berkubang di warna monokrom yang tercipta setelah kepergiannya. Langit senjaku kembali keemasan seperti dulu, di mana masih tersisa sinar matahari yang menyembul di balik awan yang berarak. Sekalipun mungkin di sana ada rintik hujan, yang menetes dari langit bukan lagi tetesan kesedihan dan air mata dari hari yang terluka.
Pergimu mungkin memang pernah membuat warna monokrom pada senjaku, tapi dari situ aku juga belajar bahwa nyatanya aku masih memiliki hak penuh untuk mencoretkan warna-warni bahagia dari apa yang selama ini aku genggam, yang mungkin saja tidak aku sadari.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”