Perlakuanmu, cara bicaramu, pemikiranmu, perhatian kecilmu itu mungkin biasa saja bagimu. Namun tidak denganku, aku yang kini merasa tak bisa lupa akan kenangan itu meski kini kita sudah tidak bisa seperti dulu.
Iya, kini kita asing lagi. Padahal dulu kuputuskan dalam diri untuk menjadikanmu sahabat dan tak ingin berharap lebih seperti kemarin. Kedatanganmu kedua kali ini seharusnya menyadarkanku untuk berhenti mengharapkanmu lagi. Tapi kenyataannya, aku yang kembali terlalu percaya diri. Segala hal sederhana yang kukira kamu lakukan hanya untukku, tapi ternyata juga kamu berikan untuk orang lain.
Kukira kamu bisa menerimaku setelah patah hatimu dulu. Namun, seperti terkena petir di siang bolong, tanpa diduga kamu kini bersama dengan orang yang baru dan sama sekali aku tak mengenalnya. Lagi-lagi hanya aku yang terlalu berekspektasi tinggi. Padahal aku tahu sejak dari dulu sikapmu memang seperti itu. Tidak ada bedanya antara suka atau hanya menganggapku teman biasa. Kupikir denganmu membalas chat panjang, mengirim PAP, selalu sedia ketika aku cerita random itu bentuk kepekaanmu. Tapi ternyata aku salah paham.
Aku sadar aku yang salah, karena terlalu membawa perasaanku padahal sikapmu seperti itu denganku belum tentu karena sayang. Bisa saja karena kamu kesepian, bukan? Aku sudah berusaha meyakinkan diri untuk pergi, meski lagi-lagi aku selalu kembali karena aku tahu kamu bukan orang baru yang tidak kukenal, kamu sudah tahu seluk belukku yang kupercaya bisa berubah.
Makanya, tidak semudah itu aku bisa melupakan semuanya, termasuk rasaku dulu yang kupendam hingga kamu pergi dengan yang lain untuk kesekian kalinya. Tidak bisa, aku mengakui caramu yang seperti ini justru buatku bertanya-tanya: akankah kamu bisa kembali lagi denganku? Apakah kamu yakin dia pilihan terakhirmu? Tolonglah, lihat aku!
Tapi aku disadarkan lagi dengan perbedaan yang membuat kita dulu memutuskan untuk akhirnya berteman. Iya, karena perbedaan keyakinan kita tak bisa bersama, kita beda, kita tak bisa sejalan kita tak bisa lebih dari teman. Kamu pun sudah berulang kali mengatakannya padaku dan berulang kali juga aku meyakinkan diri kalau kita memang tidak bersama. Tapi jauh dihatiku yang paling dalam, aku percaya kita sama-sama saling menyayangi. Sebodoh-bodohnya aku mengartikan perlakuanmu, aku yakin kamu juga pernah, kan, sesekali ingin bersamaku?
Terima kasih untuk sikapmu yang sudah membuatku jatuh hati meski tidak bisa kumiliki lagi. Aku rindu saat kita bisa jadi teman tanpa melibatkan perasaan, aku rindu kita yang bisa saling cerita sampai tengah malam, aku merindukan semuanya yang sebenarnya harus kurelakan.
Aku akui aku kalah dengan pilihanmu, meski perhatianku padamu begitu menggebu, tapi aku hanya temanmu, beda dengan dia yang kamu cintai. Iya, aku sadar. Makanya, bukannya aku sengaja melupakanmu dari hidupku, aku hanya berusaha meyakinkan diriku untuk bisa menjadi biasa denganmu. Rasanya tak berhak jika aku meminta waktumu seperti dulu, karena aku juga menghargai perasaan kekasihmu. Aku bukan perempuan seperti itu.
Aku tidak bisa membohongi diri, aku membencinya karena telah mengambilmu dari hidupku. Tidak, kamu bukan milikku, aku tidak berhak menahan siapa pun yang ingin memilikimu. Aku hanya tidak ingin kamu terluka lagi, aku tidak ingin kamu salah lagi dalam menentukan pilihan, sedangkan aku di sini masih menunggumu. Iya, salah memang karena berarti aku mendoakanmu berpisah dengannya, kan?
Seperti halnya bahagia itu sederhana #CintaItuSederhana juga, hanya manusia yang sering mempersulitnya sendiri, menaruh harapan lebih pada sesuatu yang tidak pasti. Padahal kenyataannya, laki-laki akan memperjuangkan apa yang ia inginkan, bukan perempuan yang berusaha mati-matian meyakinkan. Munafik jika aku berkata ikhlas. Tapi aku juga percaya: bahwa sesuatu yang benar untukku, pasti akan kembali padaku.
Terima kasih untuk waktunya, terima kasih sudah membantuku menyelesaikan masalah, terima kasih selalu ada untukku. Tapi sejak saat itu aku tahu kamu bersama pilihanmu, maaf aku memilih untuk tidak menghubungimu seperti dulu. Kalau kamu memang mengenalku dan benar-benar paham tentangku, kuharap kamu tidak salah mengartikan kepergianku.
Di #HipweeBervalentine ini, jika kamu membaca tulisanku ini, kapan pun dan di manapun kamu berada, kalau kamu mau minta bantuan dan selama aku bisa, nomor WhatsApp-ku masih sama. Semoga kamu sehat-sehat, ya di sana. Dan semoga jika kita memang tak bisa bersama, aku harap suatu saat nanti, di waktu yang benar-benar tepat, kita bisa saling menyapa dan tetap berteman seperti saat pertama kali kita berjumpa.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”