Dalam suatu hubungan, pastinya tiap pasangan memiliki kekurangan masing-masing. Kekurangan ini bisa berupa hal kecil seperti kebiasaan buruk, kekurangan dalam hal tertentu. Bahkan, juga ada kekurangan yang cukup besar dan mempengaruhi hubungan secara signifikan. Menerima dan menoleransi kekurangan pasangan, apakah hal ini perlu dilakukan? Yuk, kita coba telaah!
Menerima dan menoleransi kekurangan pasangan bukanlah hal yang mudah. Terkadang kekurangan tersebut dapat sangat mengganggu keseimbangan dalam hubungan. Ketika kita menerima kekurangan pasangan kita, kita memberikan penghormatan dan rasa percaya diri pada pasangan untuk menjadi diri mereka sendiri tanpa takut untuk ditolak atau dihakimi.
Selain itu, menghargai dan menoleransi kekurangan pasangan dapat memperkuat kepercayaan diri dan memberikan kesempatan untuk tumbuh dan belajar bersama. Walaupun toleransi adalah salah satu kunci dalam membangun hubungan yang sehat dan baik, kita juga harus tahu kapan saatnya kita bisa menoleransi dan menerima kekurangan pasangan. Kita harus tau kapan perlu mengakhiri hubungan tersebut.
Namun, hal ini bukan berarti bahwa kita harus menutup mata terhadap kekurangan pasangan yang cukup besar apalagi kalau kekurangan itu dapat membahayakan hubungan. Kita harus tetap berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan pasangan mengenai kekurangan tersebut.
Kita harus mencoba untuk bekerja sama dengan pasangan untuk mencari solusi dan cara untuk mengatasi kekurangan tersebut. Tapi, sebaiknya pertimbangkan untuk mengakhiri hubungan tersebut kalau terdapat beberapa hal. Jadi hal yang mengganggu kalau pasangan susah atau bahkan tidak mau bekerjasama dalam mengatasi kekurangan tersebut. Apalagi, jika kekurangan pasangan sudah mencapai tingkat yang tidak dapat diterima. Misalnya, hal-hal menyangkut prinsip hidup kita. Pertimbangkan sebelum hubungan terlanjur susah untuk diakhiri.
Oleh karena itu, sebelum kita berpikir untuk menerima atau menoleransi kekurangan pasangan, kita harus tahu dan mengenal dulu batasan diri kita. Kita harus memiliki prinsip yang jelas terhadap apa yang bisa kita terima, apa yang masih bisa kita kompromikan dan apa yang sudah pasti kita hindari.
Misalnya saja, kita sudah pasti harus menikah dengan orang yang seagama karena alasan keluarga atau apapun. Maka sejak awal jangan pacaran dengan orang yang berbeda agama. Dengan demikian, kita sudah menghapuskan konflik perbedaan yang tidak perlu mulai dari awal.
Ada juga contoh yang lebih sederhana tapi sering diabaikan di awal. Kita orangnya sangat mencintai dan menghargai kebersihan dan dapat menjadi stres kalau melihat ruangan kotor dan berantakan. Perjelas kebutuhan ini mulai sejak awal pada calon pasangan kita dan lihat bagaimana reaksinya. Apakah ia juga menghargai hal yang sama? Kalaupun dia tidak mencintai kebersihan sebesar kita, setidaknya bisakah dia menghargai kita dengan tidak membuat kotor rumah?
Bagaimana kalau justru ia orangnya sangat jorok? Kalau ternyata dari awal kita sudah tau kalau dia orangnya jorok, dan kita berharap dengan menoleransinya akan membuatnya berubah, berarti mindset kita yang salah.
Orang cenderung tidak akan berubah dilingkungan yang membuatnya merasa nyaman. Kalau kita menoleransi kebiasaan joroknya dengan harapan dia mau menoleransi kecintaaan kita akan kebersihan dan kemudian berubah, bersiap-siaplah untuk stres dan kecewa.
Jauh lebih mudah dan bijaksana jika sejak awal kita memilih pasangan yang tidak menjadi pemicu stres kita. Sehingga hubungan akan bisa berjalan jauh lebih mudah dan menyenangkan. Karena itulah penting sekali kalian mengenali diri sendiri terlebih dahulu sebelum memilih pasangan.
Nah, jadi jika sejak awal kita sudah memiliki prinsip dan menetapkan batasan yang jelas, dan memilih pasangan berdasarkan prinsip tersebut. Maka rasanya perkara menerima dan menoleransi kekurangan pasangan harusnya lebih mudah dilakukan. Karena sejak awal kita sudah memfilter orang yang kita ijinkan untuk menjadi bagian hidup kita.
#CintaItuSederhana dan #HipweeBervalentine
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”