(CERPEN) Cinta Ini Tak Pernah Berhenti, Hanya Waktu yang Terus Berjalan

Mungkin sebegitu lelahnya aku menunggumu hingga pada titik akhir rasa kecewa.

Kamu. Laki-laki berinisial F yang sudah satu tahun ini hadir dalam mimpi-mimpiku. Janji-janji manis mu masih terpampang jelas diingatan. Membuat  hati ini berbunga-bunga membayangkan kelak ketika aku dan kamu dipersatukan menjadi kita. Namun satu minggu ini kamu bagaikan mimpi buruk yang tak pernah terbayang

Advertisement

"De, tunggu sebentar saja, pasti esok aku akan melamarmu"

Aku tak pernah menyangka kata-katamu waktu itu menjadi bumerang bagi diriku saat ini. Sebentarmu ternyata tak pasti. Berapa lama lagi waktu menunggu akan usai.

 Ingin kukatakan, "Cukup, waktu menunggumu sudah habis." Harus kusampaikan kepada siapa rasa menjanggal perasaanku, jika satu  minggu ini kamu menghilang tanpa pamitan. Apa kamu tak pernah sadar ada aku yang masih menunggumu. Menunggu kamu menunaikan janji yang pernah kamu katakan dulu.

Advertisement

Apa kamu lupa, ada aku yang dulu kamu prioritaskan sekarang apa artinya aku untukmu. Hatiku menangis terisak ingin berteriak sekencang-kencang aku tahan. Takut  dikira gila karenamu. Walaupun ternyata menunggu tanpa kepastian membuatku lelah tanpa henti. Tetap saja aku masih disini, diposisi sama seperti dulu, menunggumu.

"De, kamu tak akan pernah menghianatikukan," senyummu mengembang menatapku penuh arti.

Advertisement

"Tak akan mungkin," jawaban singkatku. Sejak saat itu aku berkomitmen jika kali ini kamu adalah satu-satunya dalam hati dan selamanya akan seperti itu.

"Janji, jika aku pergi kamu akan menantikukan"

"Pasti"

Sungguh disaat orang-orang mengatakan kamu tak akan pernah kembali. Aku percaya kamu pasti pulang. Bukankah kamu yang menyuruhku untuk menunggu. Pasti kamu akan pulangkan. Kamu juga yang menyuruhku untuk tak menjadi penghianat berarti kamu tak akan pernah menghianatikukan. Kali ini kamu adalah laki-laki yang sering membuatku bertanya-tanya.

Sudah tiga tahun aku menunggumu tanpa kepastian. Seiring berjalannya waktu walaupun cinta saat ini belum pudar tetap saja rasa percaya mulai sedikit menghilang. Pertanyaan kapan mulai sering berseliweran yang membuat hati ini semakin resah. Sedangkan pulangmu belum ada kabar.

Apa kamu tak pernah merindukanku, setidaknya jika bukan seperti kekasih ya seperti sahabat. Bukankah kita adalah sahabat yang sudah lama saling mengenal. Rumah pohon itu menjadi saksi bisu ketika kamu mengucapkan aku adalah sahabat terbaikmu, kekasih yang sulit dilupakan dan calon istri yang sulit untuk ditinggalkan.



Ah kamu, aku baru sadar ternyata kamu pandai merayu, pandai mengumbar janji yang tak pasti dan membuatku masih menunggu sampai saat ini. Itu sebuah penghargaan untukmu sekaligus kebodohan untukku yang terus menunggu. Akhir-akhir ini aku sibuk menerka-nerka dirimu tentang arti hadirku sekarang.

Waktu itu terus berjalan, dia tak pernah mau berhenti untuk menunggumu pulang. Aku ingin menyerah. Ternyata menunggu itu tak pernah enak coba saja kamu berada diposisiku pasti kamu akan mengeluh. Dan tak akan pernah kuat. Tapi tetap saja aku orang bodoh yang selalu berharap kamu akan pulang.

Apa kamu tak pernah kasihan padaku. Apa cintamu terhadapku sudah pudar. Jika ia seharusnya kamu katakan. Supaya menungguku tak akan pernah sia-sia. Titik kecewa telah sampai pada puncaknya. Sekarang aku hanya butuh kepastian. Walau pun pada akhirnya yang kamu ucapkan hanyalah selamat tinggal.

4 tahun, 3 bulan 10 hari semenjak kepergianmu. Aku masih menghitung hari berapa lama lagi kamu akan pulang. Memahami tentang Ikhlas mencoba melepaskanmu. Itulah pilihan terakhir yang mungkin akan aku lakukan.

Setelah sekian lama aku menunggumu. Akhirnya ada kabar kepulanganmu. Menunggu ini akan berakhir. Kita menyusun rencana tentang pertemuan. Pertemuan yang tak akan pernah terlupakan. Takdir kadang tak selalu memihak kepada kita.

Rumah makan sederhana yang menjadi tempat kesukaan kita dulu. Aku hanya tersenyum membayangkanmu seperti apa kamu sekarang. Lima belas menit aku menantimu, kamu datang. Kamu berdiri dihadapanku dengan senyuman. Kuamati dengan teliti dari celana jens yang kamu pakai hingga kemeja biru warna kesukaanmu. Kamu ikat rambutmu yang sebahu. Wajahmu jauh terlihat lebih dewasa. Aku begitu merindukanmu dan sangat ingin memelukmu. Tapi  siapa yang kamu gengam erat disampingmu. Yang kamu coba jabatkan tangannya padaku. 

"De kenalin, dia Alya adalah istriku."

Mulutku menganga lebar, aku tak pernah menyangka kamu  melakukan ini padaku. Dengan ragu aku masih berusaha kuat. Tersenyum palsu dan mencoba membalas jabatan tangan, walaupun tanganku saat ini bergemetar.

"Dea Ananda, temannya Fauzan"

Kamu duduk didepanku, berbicara seperti biasa seolah-seolah kita hanyalah kawan lama. Tak nampak rasa bersalahpun. Ternyata kamu terlampaui pandai membohongiku. Aku ingin lari dan mengatakan kamu penipu namun aku masih terlampaui baik hingga sulit untuk marah pada orang yang ku cintai.

"Seharusnya kamu mengundangku, pasti aku akan datang dihari pernikahanmu"

Kamu tiba-tiba terdiam mengambil nafas panjang ada sesuatu yang sedikit sulit kamu ucapkan, "Maaf ya. Aku takut kamu terluka. Aku telah menghianatimu"

"Ternyata kamu masih ingat juga. Jujur aku kecewa, ya sudahlah mungkin kita bukan jodoh," raut wajahmu yang suram tiba-tiba ceria rasa bersalahmu terhadapku telah aku patahkan. 

"Terimakasih ya, " wanita disebelah mu hanya tersenyum dan memandang kita penuh arti.

"Satu pesanku kali ini, jangan berjanji jika kamu belum sanggup menepati," kataku sinis. Walaupun terlihat biasa tetap saja aku adalah wanita yang sedang terluka.

"Ya, sekali lagi maaf, "Kamu memelas aku tak tega menatapmu.

Aku tak apa-apa walau tanpamu. Mungkin sebegitu lelahnya aku menunggumu hingga pada titik akhir rasa kecewa. Percuma mengharapkanmu. Aku mencoba untuk mengikhlaskankanmu. Mengikhlaskan cintaku terhadapmu yang sampai saat ini masih bersemayam dihati. Sulit itu pasti.

Terimakasih kamu yang memberikan aku arti sabar dalam menunggu. Aku menang  dalam ujian menunggu dan kamu kalah dengan ujian menunggu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Gadis manis yang masih merangkai mimpi