Kamu datang dengan sebongkah harapan dan menabur rasa di dalam lubuk hati hingga menjadi satu gumpalan menyatu dalam aliran darah, bersenandung seiring detak jantung. Saat cinta menyentuh, hidup seolah semakin berwarna, hari-hari bahagia selalu menghampiri. Senyum merekah menghiasi wajah mungil ini, mata tampak berbinar-binar, langkah kaki terasa penuh arti, dan di hati hanya ada kamu.
Ah, tapi kamu tahu itu hanya sesaat, bukan? Kebahagiaan itu hanya ilusi belaka dan kamu hanya bayangan semu. Datang dengan wajah polos menawarkan sejuta makna cinta dan kebahagian, lalu memperalat rasa atas nama cinta. Bukankah kini semua sudah cukup miris membuat hidupku semakin teriris dan meninggalkan luka yang kamu sebut takdir. Mungkin untukmu yang pandai merangkai kata, semua yang terjadi selalu kamu sebut atas nama takdir.
Jika memang berpisah denganku adalah takdir, lalu apakah menoreh luka di hati ini juga takdir? Lalu bagaimana perihal rasa yang kamu tawarkan dulu dan semua janji manis yang kamu sebut atas nama cinta? Mungkinkah takdirmu untuk mecintai salah alamat di hatiku? Ternyata iya, bukankah takdir itu bisa diubah? Atau memang kamu yang tak berniat menetap, makanya semua seolah-olah takdir yang tak mampu untuk kita ubah.
Bukankah kini semua sudah cukup miris? Membuat hidupku semakin teriris, meninggalkan luka yang kamu sebut takdir.
Tapi bagiku, semua yang terjadi dalam hubungan ini tak melulu soal takdir, karena saat sebelum kamu datang, aku dan hidupku baik baik saja. Lalu kamu datang membawa cinta dan menabur rasa di hati, lalu setelah rasa itu ku sambut, kamu malah bertingkah seolah-olah salah menempatkan rasa.
Sekarang kamu mau apalagi? Bukankah kamu menyebutku sebagai takdir yang salah dan kamu ingin berkelana untuk menemui takdirmu yang sesungguhnya?
Sekarang kamu datang kembali pada rasa yang sempat kamu tabur dan melirik hati yang dulu menjadi tempatmu singgah. Apa yang ingin kamu tuai? Apa yang kamu harapkan dari gadis sepertiku? Apa yang kamu cari di binar mata yang kini kamu tatap?
Tidak ada! Semua yang kamu cari tentang dirimu dalam diriku sudah tidak akan pernah kamu temui, karena semua sudah hilang bersamaan dengan ucapan selamat tinggal.
Ada yang tersisa. Bayanganmu yang mengingatkan aku, bahwa aku bukan takdirmu. Padahal saat rasaku memuncak, ingin rasanya memilikimu dan terus bersama denganmu. Namun kamu sendiri yang menyadarkan ku bahwa rasa yang kamu beri adalah palsu.
Aku pun harus cepat-cepat menghapus rasa agar tidak semakin sakit. Saat diri dan hatiku telah sembuh, kamu malah datang kembali membawa kabar tentang hati, bahwa aku adalah tempatmu untuk pulang.
Maaf, aku bukan rumah yang selalu menanti kepulanganmu. Sekali kamu pergi, kamu tidak akan punya ruang untuk kembali.
Apa yang lebih sakit dari ditinggalkan saat kamu merasa dialah takdirmu? Dan apa yang lebih menjijikkan ketika kamu meninggalkan seseorang lalu kembali seolah-olah tanpa berbuat dosa?
Mungkin kamu lupa perihal rasa sakit yang telah kamu tancapkan di hati, tapi aku tidak semudah itu untuk bisa lupa, karena kamu adalah cinta pertama yang mematahkan hati dan rasa yang aku miliki. Kini meski kamu ingin kembali memperbaiki semua, dan hadir lagi dalam hari-hari ku, semua percuma, hatiku sudah tidak tergerak atau pun terpengaruh lagi oleh rasamu.
Kamu sanjung aku dengan untaian bait-bait puisi, tapi kamu jangan pikir aku bodoh dan mau terlena untuk kedua kalinya. Sadarlah semua yang keluar dari mulut manismu, bagiku tidak lebih dari sekadar bualan belaka, sebagai penenang sesaat, dan bumerang untuk selamanya.
Kalau ini kamu ingat? Dulu, ketika kamu ingin pergi untuk mencari takdirmu yang sesungguhnya aku tahanpun kamu tidak perduli, aku kejar kamu tidak menoleh ke arahku. Bahkan saat tangisku masih untukmu sedikitpun kau tak anggap aku ada. Kini saat aku tak membutuhkan mu kamu datang dengan seuntai pembelaan dan seribu kata maaf.
Kenapa sekarang kamu berbalik padaku, apakah aku takdirmu yang sesungguhnya? Tapi sekarang aku sadar kamulah yang bukan takdirku, karena rasa yang dibangun diatas kebohongan hanya akan menumpuk luka. Malam ini sekedar kamu tahu aku tengah merayakan luka yang kamu toreh, mengundang rindu, cinta, airmata serta rasa sakit yang kamu beri pastinya ditemani bayangan semu dirimu. kamu taukan semua percuma jadi berhentilah sampai disini. Karena sudah tidak mungkin ada kamu dalam diriku, kita telah usai!
“Aku pernah membiarkanmu menjemput takdirmu, kini biarkan aku menunggu takdirku tapi yang pasti bukan kamu!”
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”