Menikah, siapa yang tidak ingin mewujudkan sebuah mimpi membangun keluarga kecil bersama dengan orang yang sangat kita cintai. Rasanya hampir semua orang tidak ingin melewatkan fase dimana status ekor yang selama ini menuruti kehendak orang tua berubah menjadi kepala yang kemudian menentukan arah tujuan bahtera rumah tangga.
Besar dan menggebu memang rasa untuk mewujudkan impian tersebut. Namun seiring dengan bertambahnya usia, cara pandang kita tentang arti pernikahan dan perjalanan guna menggapai mimpi tersebut perlahan berubah.
Saat kecil jelas kita tidak berpikir tentang bagaimana cara menikah. Beranjak remaja, mulailah pemikiran itu tumbuh, dibarengi dengan muncul nya perasaan suka terhadap lawan jenis. Mungkin di fase ini ada beberapa orang yang sudah berpacaran dan memikirkan untuk menikah, dengan bermodalkan cinta.
Cinta memang dasar utama dari sebuah pernikahan, namun menjalankan rumah tangga butuh lebih dari itu.
Berjalan bersama waktu mengantarkan kita pada pemahaman bahwa menikah tak lagi semata menyatukan dua insan, namun dua keluarga dengan latar belakang yang berbeda-beda. Menerima mereka sama seperti kita menerima pasangan.
Mungkin di fase ini beberapa orang merasa kesulitan terutama untuk memenuhi segala tuntutan yang calon mertua kita berikan. Nafkah misalnya. Di masa ini kita akan sadar bahwa cinta semata tak bisa, butuh pengorbanan ekstra untuk menjadikannya milikmu seutuhnya.
Uang dan materi yang sebelumnya tidak menghambat kita menuju pernikahan mulai datang menghampiri.
Beberapa dari kita pasti berpikir bahwa nikah itu yang mahal gengsinya. Tepat, terima kasih bagi kita yang sudah dewasa dalam menyikapi hal tersebut. Namun, meski nikah memang murah, keadaan tidak akan menjadi lebih baik saat kita tak punya uang maupun pekerjaan untuk memberi makan pasangan kita nanti.
Lebih jauh lagi, ketika kita berniat untuk meminangnya, sudahkah ada tempat untuk bisa menjadi sebuah rumah? Awal-awal pernikahan masih tidak masalah jika memang harus tinggal bersama mertua atau orang tua, namun ini tidak bisa berjalan untuk waktu yang lama. Sebuah kapal tak berjalan dengan dua nakoda, begitu pun rumah, tidak bisa berjalan dengan dua kepala.
Ideologi kita belum tentu sejalan dengan orang tua pasangan kita. Selain itu, terikat terlalu lama akan membuat kita terlambat dewasa.
Perubahan yang paling terasa mungkin saat kita kembali menjadi anak dengan orang tua yang lain. Mendapatkan orang tua baru jelas terasa berat bagi beberapa orang. Jika mertua kita adalah orang yang baik mungkin tidak terlalu berat, namun jika tidak bagaimana?
Mengenal calon mertua kita lebih awal adalah langkah yang baik. Jangan sampai kita menghindar terlalu lama hingga membuat mereka tidak percaya. Akan sangat sulit menjadi anak dalam sebuah keluarga yang asing bagi kita, namun itulah pernikahan. Besarnya usaha kita sekarang akan membuktikan sesiap apa kita nanti saat utuh menjadi suami dan istri.
Yang terpenting, jangan sampai segala pertimbangan itu mengurungkan niat mulia kita untuk segera meminang dia.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”