Cinta Bukan Perkara Menunggu, Tetapi Mendewasa

“Dia pergi bagai layangan yang putus. Sekuat apapun menarik benangnya, ia tidak akan pernah kembali. Entah ia akan terus terbang tinggi, tersangkut di dahan, menikmati terik dan senja di bagian atap rumah, atau bahkan bersanding dengan layangan lainnya, ikhlaskan saja. Angin yang nantinya membawa dia kembali tidak akan pernah membuatnya ternilai sama.”

Advertisement

Seperti pohon yang mempercayakan daun-daunnya berjatuhan dihembus oleh angin. Ia sadar. Walaupun sesuatu yang telah bersamanya sekian lama. Bahkan sejak tumbuh melihat dunia dan kini telah matang, pada akhirnya berhak memilih untuk tetap bertahan atau memisah.

Hati memang pemenang dari segala keputusan wanita. Sementara logika dinomorduakan. Tidak perduli segelap apapun langit yang dipilihnya. Tetapi setidaknya ada regenerasi dari hati yang telah patah. Seperti atlet yang cedera, antara memilih berhenti dari permainan atau berbelok menjadi pelatih atlet. Hatipun diberi kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan memperbaikinya kembali.

eberapa lama kamu mencintainya? Bagaimana eratnya kamu berupaya mengenggamnya? Seberapa buram penantian rasanya? Berapa lama lagi menyesakkan dadamu dengan ikatan yang kamu simpulkan sendiri? Di balik itu semua, sebenarnya logika berteriak.

Advertisement

Sejauh mana kamu hanya mengaguminya? Seberapa sia-sia sampai kamu tidak berani untuk berpaling dari rasa itu? Seberharga apakah ia yang tepat untuk kamu jadikan penantian? Apakah itu benar-benar rasa cinta atau hanya rasa suka yang terlalu lama dipendam dalam kesesakan? Sehingga untuk melepaskannya butuh kelapangan dada. Sekuat apapun penantian cinta itu, berusahalah melepas simpulnya.

Kamu sangat berharga untuk tidak diperjuangkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang tumbuh dari hati dipaksa oleh logika. Matahari diciptakan untuk menyinari bintang-bintang. Kamu pun diciptakan untuk memberi terang pada sosok yang telah disediakan sejak awal. Jadi jangan meragu ketika terangmu hanya berkilau sepihak, sebab ada yang menanti di ujung sana. Awan-awan gelap yang berusaha membatasi pandanganmu tidak akan pernah berkuasa untuk menghentikan kilau terangmu.

Advertisement

Suatu hari ketika cinta yang sangat besar menenggelamkanmu dalam sebuah penantian, bersyukurlah! Waktu yang panjang memendam rasa adalah jalan terbaik untuk menyiapkan diri menemui sosok yang tepat. Mendewasa dari pembelajaran akan kesetiaan. Menerima setiap hal dengan senyum adalah respon terbaik dari goresan luka yang datang. Hanya berani menatap punggungnya akan menumbuhkan kepercayaan walaupun tidak melihatnya. Dan berdoa untuknya agar bahagia dengan kehidupan yang baru menjadi pelajaran yang paling mahal dari semuanya.

Cinta yang sebenarnya bukan menunggu. Tetapi ia bertahap. Dari merangkak hingga mampu berjalan. Dari berambut hitam hingga berambut putih. Dari satu kata menjadi seribu kata. Cinta bertumbuh mengikuti waktu dan kehidupan. Cinta berkembang menjadi matang. Dan cinta belajar dari setiap kondisi. Mendewasalah dari setiap kesakitan. Bersabarlah!

Hujan yang membasahi pipimu sedang merencanakan pelangi di pelupuk matamu. Awan yang gelap dipandanganmu akan berpindah pada langit senja yang memancarkan beribu keindahan untuk kamu nikmati berdua dengannya. Pada cinta yang sama-sama telah dewasa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Anak 93. Suka baca, suka kata, suka nulis, suka kamu :)

15 Comments

  1. Ipit Mandaru berkata:

    diannn….kereeeeennnn 😀

  2. Nopi berkata:

    Tulisan yg menginspirasi buat semua wanita..awesome dian!!!

  3. Dian Mangedong berkata:

    tq kak nops 🙂

  4. Dian Mangedong berkata:

    tq kak ipit 🙂