Hari ini aku mulai lebih berhati-hati dalam mengambil langkah. Sebalnya aku masih saja bangun kesiangan hari ini. Sepertinya perubahan pada diriku bukan serta merta harus sekaligus total. Akan tetapi, totalitas perubahan itu harus diubah secara perlahan dan pakem agar tertanam di dalam diriku. Aku selalu ingat caraku bangun pagi dulu. Aku selalu memiliki motivasi untuk bangun pagi sebelum matahari benar-benar terbit. Seolah itu sebuah tuntutan yang akan membuatku terjerat hukuman berat jika aku lalai dan tidak melakukannya. Sedangkan sekarang ini seakan tidak ada tujuan untuk bangun pagi selain untuk beribadah dan seterusnya enggan melakukan apa-apa. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan setelah itu. Seolah-olah hidup ini terlalu membosankan bahkan terlalu pagi untuk memulai sesuatu.
Sering kali aku menatap rak buku dan tumpukan kertas-kertas di dekat tempat tidurku dengan pikiran "Yang mana lagi yang harus aku lakukan?" Hampir dalam setiap kegagalanku, aku malah justru menyalahkan keadaan. Padahal harusya aku lebih mengkoreksi diriku lebih dalam. Aku harusnya banyak bersyukur bukan malah menggerutu dan memaki-maki hal yang memang sewajarnya terjadi. Tuhan selalu memberikan aku berkah yang luar biasa setiap hari, tapi kenapa sikap tamak dan egoisku malah melupakan berkah yang begitu banyak.
Tuhan yang Maha Pengasih, aku menyesal telah menggerutu siang tadi. Aku juga menyesal lupa untuk mensyukuri nikmat-Mu setiap hari. Tuhan aku benar-benar menyesal selalu bangun kesiangan. Apakah setiap orang seusiaku juga mengalami hal yang sama, Tuhan? Apakah mereka juga manusia bermasalah seperti aku yang bangun kesiangan? Ataukah mereka memiliki masalah kedewasaan lainnya? Aku telah mencoba bangkit dari keterpurukan ini berkali-kali Tuhan, tapi hampir setiap hari aku menemui diriku yang sama. Bisa dibilang menyedihkan kataku.
Soal tujuan hidup, terkadang aku lupa apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidupku. Jika tujuan hidupku semata-mata menabung kebajikan untuk akhirat, tapi sikapku tidak menunjukkan bahwa itu tujuan hidupku. Memang notabene itu tujuan utama mutlak setiap makhluk Tuhan yang hidup di dunia sebagai bentuk keimanan pada-Nya. Akan tetapi, iman itu terkadang tergerus oleh kenyataan lingkungan, prinsip yang hampir goyah dan godaan lainnya. Aku bersyukur atas segala nikmat yang Tuhanku beri beserta segala kurang dan lebihnya dan juga aku bersyukur pernah memiliki kekasih yang baik imannya (walau sekarang dia meninggalkanku). Dalam benakku, aku terkadang merasa kurang sanggup bersamanya sebab kekuranganku ini sebagai manusia bermasalah, aku selalu banyak-banyak bersyukur pernah bersamanya. Dia seperti alarmku, terkadang dia juga seperti sosok pangeran impianku, dan juga jadi seorang pemimpinku saat diriku terlalu membelot dari kenyataan. Hanya saja Tuhan menghadirkannya dalam hidupku ini sebagai pelipur lara dan kawan yang tidak abadi. Apakah duniaku ini sudah hancur?
Ah, tolong diri sendiri, berhenti memikirkan keburukan, tapi rasanya semua sisi negatif itu terus menggerogotiku dari dalam. Menghancurkan aku perlahan sehingga aku stagnan. Aku telah kehilangan harapanku. Tidak ada orang lain lagi yang merangkulku. Di sini sekarang tinggal aku yang menjadi pemeran utamanya tidak ada peran pendukung lain. Satu-satunya yang masih bisa aku lakukan saat ini adalah kembali membuat harapan. Minimal berharap agar aku pulih kembali sebagai manusia yang waras bukan sebagai manusia yang kehilangan arah seperti sekarang ini.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”