[CERPEN] Terima Kasih Sudah Sempat Ragu

Seperti yang pernah Yogi Berra katakan, It aint over ‘till it’s over.

Maria melihat dari jendela rumahnya, menerawang kosong ke arah jendela lain. Jendela yang biasanya terbuka, kini tertutup rapat dengan tirai. Seseorang yang selalu bertingkah aneh di balik jendela  itu sepertinya telah mengganti posisi meja kerjanya. Tidak lagi persis menghadap jendela Maria. Setidaknya itu yang Maria tangkap hari ini, satu minggu setelah hari Senin kedua di Bulan Maret, hari yang akan selalu diingat Maria.

Advertisement

Senin itu,

Sepeda Ahmad terjerembab. Dia tidak menyadari bahwa ada lubang besar di jalan dekat sekolahnya. Padahal tanda hati-hati dilarang melintas berada persis di dekat lubang tersebut, menutupi siapapun yang hendak melintas. Hatinya terlalu girang melihat Maria sedang berdiri di halte bus, tak jauh dari tempatnya terjatuh, sampai-sampai melupakan yang ada di sekitarnya.

Advertisement

Dengan langkah tergopoh-gopoh, dan sepeda yang ditinggalkan tergeletak di jalan begitu saja, Ahmad menghampiri Maria.

“Maria.”

Advertisement

Wajah Maria yang sedari tadi murung, melamun tanpa menghiraukan siapapun dan apapun, berubah menjadi sedikit bersemangat. Ditatapnya dalam-dalam laki-laki sebaya yang berdiri tepat di hadapannya, yang juga menatapnya balik dengan penuh perasaan senang. Senyum tak henti-hentinya mengembang dari wajah laki-laki yang kusam dengan sedikit luka memar di kepala dan pipi. Seolah mengisyaratkan bahwa nothing has to be worrried.

“Maaf membuatmu menunggu.”

Sahut Ahmad, ingin menenangkan hati perempuan yang selama 15 tahun berada dalam lingkaran hidupnya. Yang tak butuh waktu lama untuk bisa berteman dengannya ketika pertama kali Pak Suryono, ayah Ahmad, membawa Ahmad kecil pindah ke Situbondo. Kota yang tak pernah terlintas di pikiran anak kelas 3 SD.

Kalimat teduh yang disampaikan Ahmad membuat Maria justru tersadar, membuyarkan tatapan & fantasinya seketika. Membawanya kembali pada sebuah kenyataan pahit yang harus mereka berdua hadapi. Maria mengambil tangan Ahmad dan menggegamnya kuat. Sangat kuat sampai membuat Ahmad bergidik, dia punya firasat buruk untuk itu.

“Aku yang minta maaf.” Maria berkata lirih. “Aku yang tidak seharusnya membuatmu menunggu lagi.”

Dugaan Ahmad meleset. Pernyataan yang baru saja diselesaikan oleh Maria membawanya pada harapan bahwa dirinya tidak akan menunggu lagi, karena sudah jelas Maria  memilihnya. Dua minggu yang lalu, Ahmad terpaksa menyatakan cintanya kepada Maria, sesaat setelah Maria curhat menceritakan bahwa Vincent, cinta pertama Maria, datang ke rumah Maria secara tiba-tiba, setelah sekian lama. Ahmad tidak ingin kecolongan lagi. Sudah cukup 3 tahun dia diam mengamati Vincent dan Maria merayakan musim cinta di hadapannya.  Itulah mengapa kemarin dia nekat meminta Maria menjadi pacarnya, yang kemudian dijawab dengan dua minggu tanpa kehadiran Maria di hari-harinya.

Senyum Ahmad semakin mengembang, diikuti dengan tatapan lega berikut bahagia yang tidak terkira. Akhirnya perempuan yang diam-diam dikaguminya selama ini, membalas perasaannya. He was not the one who only has a feeling, finally.

“I cant. Sorry. I shouldn’t do this to you. You’re such a good person. You were so kind to me and being with you was nice and fun.”

“Maksudnya Mar? Aku ngerti asal jangan cepat-cepat.”

Maria sengaja. Sengaja berbicara dalam bahasa yang agak lama dicerna oleh Ahmad. Paling tidak, dengan membuat situasi tidak terlalu tegang bagi mereka berdua adalah jalan terbaik untuk menutupi perasaan bersalah Maria. Walaupun itu terlihat seperti tingkah pengecut.

“I thought….. I was a strictly rational person, hmmh..  but I wonder  hmmmh… why it seems a though that rationality never applies to you. Im affraid, it’s as if I harbor different feelings for you.  But we both know, we cant.”

Lagi. Dengan fasih tapi sedikit terbata, Maria berbicara bahasa asing lagi.

“Kamu ngomong apa sih, Mar? Pelan-pelan. Jangan buat aku kayak orang bego.”

Ahmad yang kebingungan, berusaha mencerna apa yang disampaikan Maria, bersamaan dengan lepasnya genggaman Maria. Ahmad pun menatap kembali perempuan di hadapannya. Berusaha untuk menangkap mata Maria yang terlihat ke mana-mana, berusaha mengalihkan pandangan, yang meski berbicara dengannya tetapi berusaha untuk tidak terlihat bingung. Ahmad memaksa Maria untuk balik menatapnya, dan Maria tidak kuasa menahan itu.

Tatapan balik Maria penuh nanar, menyadarkan Ahmad sesuatu. Ia teringat sebuah kutipan drama korea yang tak sengaja ditontonnya ketika iseng membuka laptop Maria. Subtitle asing, tetapi sempat diterjemahkannya saat itu.

When your heart is an O but you want to say it’s an X or  when your heart is an X but you want to say that it’s an O, they say that people hesitate.

Dan segera dipeluknya erat Maria yang sontak kaget, tanpa memperdulikan sekitar. Dibisikannya perlahan,

“Terima kasih karena sempat sudah ragu, Maria.”

Vincent dan rombongan keluarganya sudah sampai di rumah Maria, lengkap dengan “bawaan” mereka. Ruang keluarga, tempat dimana dua keluarga besar akan resmi bertemu Maria juga sudah berhiaskan pernak-pernik kain-kain tenun ikat khas NTT yang dikombinasikan dengan sedikit spot photobooth ala kebaratan dengan bertuliskan cantik “Happy Engagement Vincent & Maria”. 

Maria pasti cantik hari ini. Tapi bagi Vincent, dia selalu cantik setiap hari. Kind-hearted woman. Perempuan yang rela memberhentikan motornya, dan menawarinya bantuan untuk membelikan bensin ketika Vincent sedang mendorong motornya yang mogok.

“Kamu ingat gak, waktu kita pertama kali bertemu. Kenapa kamu nekat membantu aku waktu itu? Kamu gak takut, kamu kan gak kenal aku?”

“Kenapa harus takut. Aku pernah di posisi saat itu, mendorong motor, kehabisan bensin. Dan kamu tahu gak, gak ada satu orang yang berhenti untuk membantu. Padahal jalanan ramai. Sedih, kan?”

Alasan itulah, membuat Vincent jatuh cinta pada Maria, setiap kali dia mengingat itu. Kebaikan hati yang jarang ditemui Vincent di dunia yang sudah mulai jahat. Sama jahatnya ketika 2 tahun lalu, dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Maria karena rasa bosan, yang ternyata hanya ilusi belaka.

Menyadari putus dengan Maria adalah kesalahan terbesarnya, sebulan yang lalu dia kembali. Tidak hanya sekedar meminta maaf, tetapi lebih. Mengajak Maria untuk bersama-sama hidup dalam ikatan pernikahan melalui sakramen perkawinan adalah hal yang paling gila menurut Vincent yang dulu. Apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak bisa dipisahkan oleh manusia, bagi seorang mantan playboy, rasanya mustahil. Tetapi Vincent sudah berubah.   

Maria masih menatap jendela itu, dengan penuh harap sahabatnya muncul. Dan masih nihil saat adiknya, Elisabeth datang dengan sepucuk surat.

“Dari Mas Ahmad.”

Do you know the saying, “It aint over ‘till it’s over”?

It suddenly popped into my head when I see how beauty you are today,

 from my hidden place.

Love,

 Your best man.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Purna Praja IPDN XXI