[Cerpen Part 2] Berhenti Mencari untuk Menemukan

Mengejar masa depan demi kebahagiaan yang sesungguhnya

Semenjak hari itu aku kembali bangkit demi masa depanku. Jalanku masih panjang dan aku ingin membahagiakan ibuku. Aku tahu bagaimana frustrasinya ibu ketika ditinggalkan ayah. Aku ingin melihat ibu tersenyum kembali seperti dulu. Aku ingin menghabiskan waktu dan melewati momen-momen indah bersama ibu. Aku ingin membuat ibu bangga padaku. Aku harus percaya bahwa apa yang telah terjadi tidak akan menghambat langkahku untuk maju ke depan. Akhirnya aku melanjutkan studiku ke jenjang S2 melalui beasiswa sambil bekerja part time. Setelah lulus S2, aku dan beberapa teman magisterku mendirikan suatu biro psikologi dan pengembangan diri yang memberikan pelayanan jasa konsultasi, psikoterapi, dan training baik secara individu, kelompok, institusi maupun perusahaan.

Advertisement

Pada suatu waktu aku mendapat undangan sebagai pembicara untuk mengisi suatu acara seminar nasional yang membahas tentang pengaruh kesehatan mental terhadap kesehatan fisik dan dampaknya dalam produktivitas kerja. Jadi dalam seminar tersebut ada dua pembicara, yaitu aku dari psikolog dan satu lagi seorang dokter. Alangkah terkejutnya aku setelah melihat dan bertemu dengan dokter itu, karena ternyata dia adalah teman lomba waktu sekolah dulu.

Hei, Alma. Kamu Alma kan? Almahira Nabila? Temen lomba waktu SMA dulu?, sapanya dengan bertanya.

Iya, aku Alma. Kamu Aldi kan? Aldiansyah Permana? Juara I Olimpiade MIPA waktu SMA dulu, jawabku.

Advertisement

Haha bisa aja. Kamu kan yang jadi juara II nya. Ternyata kamu masih inget aku ya, dan sekarang kamu udah sukses jadi ahli psikolog, katanya dengan bangga.

Kamu juga lebih sukses lagi dong udah jadi dokter muda, kataku memuji.

Advertisement

Perjuangan banget lho buat sampai ke titik ini. Kita udah lama banget ya nggak ketemu, hampir 10 tahun lho, katanya kemudian.

Iya ya, kita ketemu cuma waktu lomba itu aja, setelah itu kuliahnya beda kampus, beda kota juga, kataku.

Entah kebetulan atau skenario dariNya yang membuatku bisa bertemu lagi dengan Aldi. Aku benar-benar tidak menyangka. Sejujurnya dari dulu aku mengagumi Aldi. Ya hanya sebatas kagum saja, bukan suka, sayang, apalagi cinta. Dia orangnya ramah, supel, pintar, dan baik. Dia sering menjuarai berbagai lomba waktu sekolah dulu, seperti pidato, cerdas cermat, siswa teladan, dan lain-lain. Tak heran juga jika akhirnya dia mengambil kuliah kedokteran. Waktu kuliah dia juga sering mengikuti berbagai event keorganisasian dan lomba antar mahasiswa. Aku tahu hal tersebut dari sosial medianya. Selepas acara seminar itu, aku dan Aldi jadi semakin akrab dan sering meluangkan waktu untuk bertemu, hingga akhirnya dia mengutarakan sesuatu padaku.

Alma, ada yang ingin aku sampaikan ke kamu, katanya pelan.

Iya Aldi, tentang apa?, tanyaku.

Sejujurnya dari dulu aku sudah merasa simpatik sama kamu. Tapi aku nggak berani chat kamu duluan. Aku malu. Jadi aku cuma bisa stalking sosial media kamu. Tapi entah kenapa saat kita bertemu kembali, aku merasa sesuatu yang hilang telah kembali. Ada getaran yang nggak sanggup aku definisikan. Aku juga selalu bermunajat di sepertiga malam terakhir untuk meminta petunjuk dari-Nya, dan kamu selalu hadir di mimpiku. Aku jadi semakin yakin untuk memilihmu. Maukah kamu menjadi pelengkap separuh agamaku, Alma ? tanyanya penuh kesungguhan.

Sejujurnya dari dulu aku juga mengagumi kamu Aldi. Tapi yang ada di pikiranku kamu itu seperti mimpi bagiku. Bagai bintang di langit yang nggak bisa aku raih. Tapi aku juga nggak bisa menyangkal adanya getaran dalam hatiku, dan pertemuan kita yang diizinkan oleh semesta membuatku dilema, jawabku terbata – bata.

Kamu nggak perlu jawab sekarang Alma. Dua minggu lagi aku dan keluargaku akan datang ke rumahmu untuk melamar kamu. Apapun jawaban kamu, aku akan ikhlas menerimanya, katanya dengan yakin.

Sebulan berlalu sejak Aldi menyatakan kesungguhannya untuk meminangku, dan akhirnya aku menerima lamarannya, setelah berkonsultasi dengan Ibu dan kakakku, serta meminta petunjuk pada Yang Maha Kuasa. Puji syukur juga akhirnya ibuku sudah dinyatakan sembuh dan pulih seperti sediakala. Kini bisa kusaksikan lagi ibuku tersenyum bangga melihat putrinya bahagia dengan laki-laki yang akan menjaga dan melindunginya. Inilah jawaban dari pertanyaanku dulu tentang Kenapa aku nggak diijinkan buat bahagia?. Jawabannya adalah sangat diijinkan untuk bahagia, namun semua butuh proses. Dua laki-laki yang pernah menyakitiku memang bukan yang terbaik untukku. Aku dipertemukan dengan orang yang tepat setelah aku mendapatkan banyak pelajaran dari orang yang salah, setelah aku menjadi orang yang lebih kuat, lebih sabar, dan lebih ikhlas dalam menghadapi berbagai persoalan. Inilah perjuanganku bangkit dari masa lalu yang menyakitkan, keterpurukan yang membuatku tak berdaya. Hingga memandang bahwa semua laki – laki sama saja, termasuk ayahku, superhero yang sangat aku banggakan.

Semua kepahitan sudah berlalu. Lembaran baru putih bersih telah dibuka, siap diwarnai dengan kanvas cerita kehidupan yang baru. Tak ada perjuangan yang sia-sia. Segalanya pasti akan terbayar dengan tawa ceria, meskipun harus berlinangan air mata dan menyayat hati hingga terluka. Tetaplah berbuat baik kepada siapapun, karena sesungguhnya kebaikan itu akan kembali kepada kita, bisa jadi dalam bentuk yang berbeda, dari orang yang tak terduga pula. Bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh apa pun atau siapa pun, tetapi kebahagiaan akan kita temukan dalam diri kita sendiri ketika kita mampu menerima segalanya dengan lapang dada.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Perempuan berzodiak Taurus. Penyuka buku fiksi, walau kadang - kadang juga membaca buku non fiksi.