Cerpen; Ibarat Bermain Api. Tentang Kita Berdua yang Saling Mencintai, Namun tak Direstui oleh Alam Semesta.

Surat dari Riko untuk Raka


Kita tahu bahwa cinta yang sedang kita mainkan ini berbahaya. Engkau juga tahu bahwa rasa cinta kita berdua tak akan pernah direstui alam semesta, namun kita tetap saja bermain dengannya. Ibarat bermain api, sudah tahu panas namun tetap saja kita mendengus mendekat.


Advertisement

Untuk Raka yang ada di ujung telepon sana. Teman tidur yang selalu setia mengiringi tidur ku dengan lagu Cinta Luar Biasa dari Andmesh. Terimakasih telah memperkenalkan lagu indah tersebut, yang akhirnya membuat ku tergila-gila. Bukan dengan liriknya, namun dengan suaramu yang setiap malam selalu setia mencumbui telingaku.

Rasa ini tak tertahan..

Hati ini selalu untuk mu..

Advertisement

Terimalah lagu ini

Dari orang biasa

Advertisement

Tapi cinta ku padamu luar biasa

Aku tak punya bunga

Aku tak punya harta

Yang ku punya hanyalah hati yang setia tulus padamu

Hatiku selalu tenang ketika mendengar suara mu dari arah jauh sana. Hatiku menjadi dingin, seperti terjatuhi oleh salju antartika. Malam berganti malam kita nikmati secara bersama. Bercumbu ria melalui ponsel pintar yang dengan lihai memadukan kisah cinta kita berdua. Walau hubungan kita masih berada pada zona abu-abu.

Zona abu-abu berarti samar. Karena kita memang memilih untuk merindu dan menghindari untuk mencintai. Mengumbar rindu setiap saat untuk mengumbar nafsu raga, namun menolak untuk mencintai satu sama lain. Itulah kondisi hubungan kita. Hitam tidak, tidak juga putih.

Dari awal menjalin hubungan, kita sudah sadar akan risiko di depan mata. Bahwa kita akan berhadapan dengan api. Kita tahu bahwa api itu panas, dan kita berdua malah memilih untuk memainkan api itu sendiri. Kita tahu bahwa api dapat menyebabkan luka, namun kita tetap tersenyum memainkannya.


Raka, tahukah engkau bahwa aku telah terlebih dahulu terluka dengan cinta masa lalu. Aku tak ingin mengulanginya lagi. Luka di hati tak semudah menambali luka memar di dahi. Memar dan lecet di hati memang tak pernah berdarah, namun butuh ratusan hari untuk bisa benar-benar pulih, sehingga bisa bangkit seperti sediakala. Luka hati tak tersembuhi dengan jarum infus, ia hanya perlahan sirna seiring tersiram oleh kebaikan sang waktu.


Namun, waktu kembali ingin melawan masa lalu ku yang kelam itu. Waktu membawa mu datang ke hadapanku. Aku seperti kucing yang sedang dihidangkan ikan asin tercampur madu. Ingin rasanya ku lahap tanpa jeda, namun aku tahu bahwa itu tak akan pernah mungkin. Karena aku tahu jika di dalamnya ada ratusan tulang belulang yang mampu menusuk rongga. Seperti rasa ku kepadamu saat ini. Cinta berhadapan oleh ratusan rintangan.


Kau datang ke dalam hidup ini, di saat aku baru saja pulih dari kegagalan cinta. Kau datang seperti membuka lubang luka lama yang telah lama aku kubur. Kegagalan sudah benar-benar membuatku tak berdaya, kini kau kembali datang untuk mengajak ku bercinta. Aku ingin menolak, namun pesona mu tak bisa ku tolak. Daya pikat mu sungguh mematikan bagi jiwaku. Aku memilih untuk bermain. Karena aura mu merontokkan tembok iman ku. 


Entah apa isi dari skenario Tuhan. Kehadiranmu mungkin adalah suatu ujian yang harus kulalui untuk menggoda imanku yang sedikit longgar. Hasrat cinta sesama jenis ini kembali membara di saat kau mulai memamerkan seluruh pesona wajah mu yang mampu menggetarkan syahwat birahi siapa pun. Tuhan mungkin menjebak, dan aku memilih untuk bermain dengan jebakan tuhan.

Raka, kamu dan aku sudah sama-sama paham jika hubungan kita adalah dosa yang mutlak. Yang tak akan pernah mendapatkan persetujuan dari sudut mana pun. Malaikat bahkan pernah langsung berbisik  ke telingaku bahwa hubungan kita adalah dosa.

Raka, jika hubungan yang sedang kita mainkan ini adalah dosa, maka akan ku jadikan dosa ini sebagai dosa terindah yang ingin ku cumbui hingga libido raga ku terpuaskan. Persetan dengan dosa fana itu. Saat ini, aku hanya ingin menikmati kemolekan jiwa dan raga mu. Aku hanya ingin engkau.


Namun sayang. Cerita kita memang tak akan pernah bersatu seperti cerita Cinderella yang hidup bahagia selamanya. Cinta kita akan tetap mengikuti rumus alam, bahwa sekuat apapun kita mencoba mempertahankannya, lambat laut tembok benteng pertahanan kita akan tetap roboh di runtuhkan tiupan angin yang tak merestui hubungan kita.


Itulah sebabnya diriku tak pernah terlalu dalam melepas hatiku di pelukan mu. Karena aku tahu bahwa semakin dalam aku titip hati ini kepadamu, akan semakin sulit untuk menarik ulurnya nanti. Aku tak ingin hatiku tercabik lagi. Karena ia baru saja sembuh dari luka memar yang berkepanjangan. Pahami itu, Raka!

Kelak, semoga kita bisa menemukan keajaiban dari luka yang telah kita ciptakan masing-masing. Kau akan bahagia dengan pengganti ku saat ini. Memulai hidup dengan orang pilihan kita masing-masing. Percayalah, luka yang telah kita tembakkan ke dada masing-masing akan tersembuhkan oleh baiknya waktu.

Sepertinya aku sudah tak ingin lagi bercinta, setelah cinta ku dibawa pergi oleh yang lain. Aku trauma berat dengan kepergian. Hingga kini pun rasa luka telah membuatku sulit untuk tersenyum sejak ia pergi.


Seperti yang aku pernah bisikkan ke telinga mu, bahwa luka adalah bagian dari pendewasaan hidup. Luka akan menjadikan kita lebih tegar lagi untuk menghadapi gelombang cobaan yang lebih besar lagi di kemudian hari.


Luka perih karena cinta yang dulu pernah membuatku tak berdaya rasanya sedikit sulit untuk ku muntahkan. Jika sendainya kita hanya bermain, lebih baik kita berpisah dengan cara baik-baik. Meskipun berpisah dengan cara baik-baik itu hanyalah sebuah majas dalam bahasa. Hati ini takut terluka untuk kedua kali, karena perihnya luar biasa. Aku takut akan ditinggalkan. Kita harusnya menjauh dari bara api, bukan malah memainkannya. 


Kau dan aku sudah tahu akan menderita dikemudian hari dengan keputusan masing-masing. Skenario kita pasti akan dipisahkan takdir. Bahwa cinta kita memang ditakdirkan semesta untuk tidak pernah berakhir bahagia. Kau dan aku sudah hafal rumus alam itu, namun kita nikmati saja hingga kapan ini berakhir.


Jika memang harus tragis, kau dan aku sudah tahu cara menangisinya. Dan jika pun harus berpisah, setidaknya kita sudah sama-sama menikmati indahnya dosa yang telah kita cicip bersama-sama. Masalah dosa, nanti kita bela diri masing-masing di hadapan tuhan. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Financial Analyst and Novelist