Cerita Kopi dan Revolusi, Itu Bukan Fiksi

Secangkir Kopi Melahirkan Embrio-embrio Revolusi

Tidak ada kota-kota yang minim kisah tentang kopi. Urusan nongkrong, diskusi, rapat, sambil menyeruput kopi setiap kota punya tradisi yang kuat. Kedai kopi atau warung menjadi pemicu denyut kota, bagaikan paru-paru rekonsiliasi, bahkan darah revolusi itu bersemi, untuk mengetahui lebih lanjut kebenarannya. Mari kita usut tuntas kebenarannya. Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa, secara historis awalnya orang-orang Eropa memperlakukan kopi sebagai bahan medis yang memberikan efek positif buat tubuh, harganya mahal dan umumnya dikonsumsi masyarakat kelas atas.

Advertisement

Pada 1650-an, ketika pedagang lemon di Italia mengikutsertakan kopi sebagai barang jualannya, sementara kedai-kedai kopi di Inggris bermunculan, minuman ini mulai menemukan dimensi sosialnya, dikonsumsi sembari berbincang-bincang. Saat kopi mulai menyebar ke negara-negara besar Eropa, cerita lama berulang kembali. Muncul pihak-pihak yang menentangnya. Menurut Linda Civitello dalam "Cuisine and Culture: A History of Food and People" Pada 1679, dokter-dokter dari Prancis membuat catatan buruk tentang kopi. Mereka mengatakan bahwa kopi membuat orang tak lagi doyan wine, hal ini semacam Black campaign.

Serangan ini disusul oleh seorang dokter muda yang menganggap kopi bisa mengakibatkan keletihan, menimbulkan hal-hal buruk pada otak manusia, serta biang keladi impotensi. Pihak yang membela pun segera bersuara. Seorang dokter, juga asal Prancis, Philippe Sylvestre Dufour, beliau mengatakan kopi baik untuk tubuh manusia dan menyegarkan kulit. Polemik terhadap kopi tak berhenti sampai di sini, ketika kopi mewarnai perbincangan dan menemukan dimensi sosialnya, kopi tak sekedar minuman yang rutin dikonsumsi, tapi juga banyak terlibat dalam perubahan sosial dan iklim politik Eropa.

Linda Civitello mengatakan, untuk kali pertama orang Eropa berkumpul di ruang publik tanpa alkohol. Kegiatan ini pun berkembang menjadi rutinitas sosial yang bersifat politis. Berita tersebar dari mulut-kemulut di kedai-kedai kopi, melalui proses dialogis (kalau bahasanya sekarang nongkrong berfaedah). Pada akhirnya, para pemegang kekuasaan merasa deg-degan, karena khawatir hal-hal politik diperbincangkan di kedai-kedai kopi. Ide-ide yang beredar dalam diskusi di kedai-kedai kopi pada akhirnya terakumulasi dalam peristiwa Revolusi Prancis.

Advertisement

Voltaire adalah salah seorang tokoh yang berperan penting dalam Revolusi Prancis, dalam sehari ia mampu menghabiskan 40 gelas kopi yang dicampur cokelat. Kopi membuka imajinasi Voltaire menjadi lebih liar dalam berpikir, sehingga lebih lancar dalam menemukan ide demokrasi moderen yang mengubah sejarah Perancis, dan wajah dunia politik di seluruh dunia. Awal mulanya Revolusi Prancis dimulai dari sebuah warung kopi milik seorang pedagang yang bernama Procope, warungnya diberi nama Le Procope. Tempat ini menjadi ajang nongkrong kalangan seniman dan juga tempat membaca. Warung kopinya menjadi tempat untuk berbagi informasi dan pencerahan akal sehat karena kalangan intelektual pun sering berkumpul ditempat ini, yang salah satunya adalah Voltaire, yang menjadi pelanggan setia.

Ketika memasuki abad ke-18 diskusi di tempat itu makin memanas karena karena mulai menyangkut pemisahan kekuasaan dalam negara. Hal ini sebagai pemicu yang rakyat mulai mengkritik kekuasaan absolut raja. Sehigga pecah mejadi gerakan Revolusi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini