Cerita Hidup Kita di Antara Tasbih dan Rosario. Jujur, Ini Pendewasaan Terbaik Dalam Hidupku

Aku jatuh cinta pada seseorang yang cara ibadahnya berbeda denganku. Aku jatuh cinta padanya. Seseorang yang tempat ibadahnya berbeda denganku. Aku merindukan dia. Dia yang kitab sucinya tak sama dengan yang ku miliki.

Advertisement

Rasanya seperti bersembunyi di dalam terang. Memejamkan mata pada saat malam gelap dan terbangun di pagi hari dengan bimbang yang tidak berubah. Cinta dan ketidakpastian. Tak mungkin aku tetap berjalan, dan lebih tak sanggup jika aku harus akhiri.

Aku akan menceritakan suatu kesakitan. Bukan pengkhianatan, hubungan jarak jauh, ditinggal tanpa alasan, bukan seperti itu. Ini tentang perbedaan. Bukan perbedaan jarak dan waktu, bukan juga perbedaan prinsip hidup apalagi hanya perihal perbedaan usia. Tapi perihal kesakitan karena perbedaan. Tentang tasbih yang ku genggam dan kalung rosario yang dia pakai. Tentang Alquran yang aku eja dan Alkitab yang dia baca. Tentang panggilan terhadap Tuhan yang berbeda. Tentang aku yang menengadahkan tangan dan dia yang melipatkan tangan.

Aku sebenarnya tidak tahu darimana aku harus mulai bercerita. Mungkin yang bisa ku ceritakan hanya kita yang sama-sama tidak akan mungkin marah dan menentang Tuhan. Juga kita yang tidak akan rela dan mampu mengakhiri semua yang telah kita lalui. Cinta yang ada, apakah mungkin bisa kita hapus?

Advertisement

Aku dan kamu, kita. Bukan Istiqlal dan Katedral yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan namun tetap harmonis. Jawab aku, jika mereka memiliki nyawa, apakah tidak mungkin mereka saling jatuh cinta?

Aku takut. Suatu saat kamu di sampingku, keyakinan yang kamu miliki tak sebesar saat dulu kamu meyakinkanku menjalani itu semua. Kamu mungkin juga takut. Suatu saat ketika aku memelukmu, aku merasa keliru dengan ini semua. Tapi sampai saat ini, detik di mana aku mengetik tulisan ini, aku belum pernah melewatkan namamu di dalam percakapanku dengan Tuhan. Walaupun beberapa kali aku tak bisa menahan untuk tidak bertanya, mengapa aku dipertemukan denganmu, dengan orang yang tidak bisa aku ajak ibadah bersama? Mengapa Tuhan tak datangkan yang lain, yang setiap Jumat pergi ke Masjid, bukan setiap Minggu datang ke Gereja?

Advertisement

Sayang, dengar. Tuhan tidak mungkin aku pilih. Karena Dia lebih dulu memilihku. Bukan aku lupa, aku hanya tak ingin mengingat bahwa mungkin sampai kapanpun kita berbeda. Tuhan dan Iman tidak bisa kita pertaruhkan. Tak mungkin ku biarkan kau mengkhianati Tuhanmu, dan aku tidak akan pernah meninggalkan Tuhanku. Kemungkinan yang terjadi bukanlah mengalah yang menjadi akhir, namun kita yang mungkin berakhir.

Sayang, bisakah kau menolong aku? Bebaskan aku dan menyelamatkan kita berdua? Kita mustahil untuk menjadi satu. Lalu apa yang tengah kita lakukan? Saling bertahan atau hanya berusaha menunda perpisahan?

Dari awal kita tak pernah tahu bagaimana akhir kisah kita: apakah mimpiku yang menang atau harapanmu yang akan terjadi, apakah kamu akan disampingku ketika kamu mengucapkan ijab kabul, atau aku di hadapanmu ketika kita ada dalam acara pemberkatan?

Terang, tapi aku bersembunyi. Tolong aku. Aku tak tahu harus apa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

let's find me

327 Comments

  1. Nona Ann berkata:

    Y Allah mbg, sumpah tulisanmu ngena banget d hati .. seperti benar2 keinget masa2 dulu .. ak dulu pernah spt ini . Dan memang entah harus berbuat apa .
    Hingga akhir.a kami sepakat utk berpisah ��

  2. Ekho P berkata:

    lebih pantasx umatx sedang di uji…
    dia lebih memilih sang pencipta atau ciptaanx…

  3. Sekar Geni berkata:

    Let it flow….
    Meminta jalan yg terbaik tak semudah berucap….
    Berjuang bertahan sampai di titik persimpangan.
    Dan ternyata sy ga sendirian, banyak temen2 yg mengalami hal sama. Semangat ya 🙂 kita berhak bahagia

  4. Agisa Agustina berkata:

    trus itu nikahnya secara katholik atau gimana ka Sisca

  5. Saya juga, saya islam sedangkan kekasih saya kristen , dia laki – laki yang begitu penyabar , dewasa , sering mengalah dan membuat saya nyaman. Kami sudah menjalin hubungan sekitar kurang lebih 1 tahun . Tapi sayang , semua itu harus lenyap menjadi tangisan
    . Ya karna keluarga saya tidak setuju atas hubungan kita berdua .maka ketika siang hari dia kerumah saya mengantarkan obat , disitu saya bilang kepada dia . “Tuhan memang satu , tapi keyakinan itu banyak , ini sudah pilihan untuk harus berpisah” itu pun juga demi kebaikan kita berdua karna kita tidak mau menyakiti hati orang2 disekililing kita. Seketika saya menangis tak bisa menahan tangisan yg begitu membuat saya ingin berteriak . Dia pun juga menangis. Tapi alhamdulillah sekrng kita masih bisa berteman walaupun sudah tidak ada kebersamaan dengan rasa cinta �

  6. Adris Manurung berkata:

    waitt… apa kamubyakin perbedaan kaya gitu bisa di persatukan?? di dalam pernikahan itu udah beda loh cerita nya sama hubungan pacaran..

  7. Ruyan berkata:

    Aku sekarang seperti ini rasanya ada bongkahan besar di dalam dlam.. aku anak penghulu dianya anak pendeta gimana bisa ketemu.. beberapa waktu ibu perna ngajakin dia ketemu kami bertiga dalam satu ruangan.. beliau berucap lirih katanya nggak mungkin kami brdua bersatu karena ibu bakalan kecewa klau aku ikut agamanya dan dia juga yg notabenenya anak tunggal pasti bkal nyakitin keluarganya.. tapi di akhir hayatnya beliau berucap kalau saya tau mana yg terbaik. Saya masih lanjutin hbungan sampai skrang meski kerap pembicaraan ttg masa depan hanya berujung pd kalimat “biar wktu yg menjawab” but sy rasa waktu semakin berlalu dan tak ada kepastian.. dan kami masih tetap menunggu dalam genggaman yg entah kemana arahnya

  8. Cerita yang sama yang pernah saya alami beberapa tahun lalu, akhirnya kami berdua yang mengalah. Karena tak mungkin kami melawan Tuhan, tak mungkin untuk menggadaikan iman kami masing2. Walau terasa menyakitkan dan sangat berat. Kami sama2 sepakat untuk saling melepaskan, menghapus semua kontak yang berhubungan dengannya. Apa semudah itu melepasnya? Sama sekali tidak, butuh waktu yang lama untuk melaluinya, butuh cucuran air mata untuk menghapusnya. Terkadang rasa rindu itu hadir menyapa, walau hanya sebatas rindu tentang percakapan2 lucu kami, tidak seperti percakapan pasangan lain. Dia selalu bertanya, apakah saya sudah solat, mengingatkan saya untuk membaca Al-Qur’an dan berdoa untuk kami. Dan setiap minggu saya selalu bertanya, sudah pergi ke gereja dan berdoa untuk kita? �
    Saya selalu berdoa semoga dia dan saya sama2 bahagia dengan kehidupan dan keyakinan kami masing2. “Walau berbeda iman, namun tetap menjadi bagian terbaik dalam hidup saya”.�

  9. Dhia Zahrah Salsabila
    Aamiin.. Semoga ya Dhia 🙂 dan semoga kamu jg bisa menyikapi masalah ini dengan baik 🙂

  10. Yana Erisha berkata:

    Aku crita sdikit ya… Krn aq gk snggup mcritakan smw nya… Aq yg muslim n mantan Qu yg nasrani.. Emang kala itu aku bkan muslim yg baik, masih sring ninggalin printah Allah, aq btuh pendamping yg bsa membimbingku jdi muslimah yg baik. tp aQ sllu ngaduh sma Allah agar dibrikan jalan kluar dri mslah yg kuhadapi tanpa menyakiti siapapun… Kmi sma2 gk snggup brpisah atau mlepaskan satu sama lain… Dy jga sllu brdoa sma Tuhannya, agar dibrikan jalan kluar. Smpe Akhirnya Allah menjawab doa Qu… Kami dipisahkan krn takdir Allah.. Dy meninggal dlam sbuah kcelakaan. Tenyata kmatian yg memisahkan kami… Kjadian ne 10 tahun yg lalu. Skrg aq telah menemukan pengganti yg seiman dengan ku yg bsa membimbingku tuk lebih taat beribadah sma Allah. Smoga Adek jga menemukan jalan kluar dri prmslahan adek. Jgan lpa sholat istikharah.