Berhenti Menganggap Catcalling adalah Hal Biasa. Please, Ini Udah Termasuk Pelecehan Lo!

Catcalling termasuk pelecehan

Beberapa hari yang lalu, saya mengunggah di platform sosial media saya tentang tulisan catcalling. Beberapa teman setuju tapi banyak pula yang tidak setuju terhadap saya dan berkomentar

Advertisement


“Halah catcalling itu wajar, toh cuma iseng saja kok biar nggak boring.”

“Kenapa harus marah sih? Itu kan salah satu bentuk pujian kita buat kalian para perempuan.”

“Ah lebay kamu, buktinya kalian baik-baik saja”.


Advertisement

Hey, catcalling tidak bisa dianggap remeh! Kita nggak akan pernah tahu efek terburuk apa yang bisa didapatkan para korban dari keusilan yang tidak menguntungkan sama sekali itu. Kita juga tidak akan pernah tahu seberapa besar ketakutan yang mereka hadapi untuk berada di posisi itu. Dan terdapat satu komentar yang cukup membuat saya kaget.


“Maaf nih, tapi pakaian kalian yang terlalu terbuka itu justru mengundang untuk dijadikan sasaran empuk, tahu?”


Advertisement

WOW! Jadi maksudnya, jika perempuan berpakaian terbuka itu berarti pantas untuk dijadikan bahan catcalling, begitu? Miris sekali.

Apa pantas seorang perempuan dapat dijadikan bahan pelecehan tergantung cara berpakaian mereka? Terlepas dari bagaimana kebudayaan mereka, mereka mempunyai hak atas diri mereka sendiri termasuk salah satunya berpakaian. Oke, jika orang beropini catcalling terjadi karena berpakaian, tapi saya juga pernah kok dijadikan bahan catcalling padahal saat itu pakaian saya tidak terbuka dan bahkan cenderung tertutup. Lantas mengapa saya masih menjadi korban? Lebih miris lagi ketika ada salah satu perempuan ikut berkomentar:


“Nggak usah lebay, itu tuh hal biasa. Nggak usah digede-gedein deh~”


Saya tertegun mendengar komentar-komentar dari lingkungan saya. Ternyata lingkungan saya pun masih menganggap pelecehan melalui catcalling itu hal yang biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Mereka tidak menyadari bahwa berapa banyak perempuan di luar sana yang memiliki efek buruk karena tindakan-yang dikatakan bahwa itu adalah lebay. Catcalling tidak bisa dikatakan sebagai sebuah hal yang dianggap lebay,hiburan,pujian atau bahkan angin lalu semata . Perlu diingat bahwa para korban tidak akan merasa bahagia jika kalian catcalling!

Bagi sebagian perempuan yang sudah pernah menjadi korban dari catcalling tentunya menimbulkan efek-efek tertentu salah satu korbannya adalah saya. Sejak saya masih berada di bangku SD (iya SD, bayangkan anak kecil saja dijadikan sasaran pelaku lho) sudah beberapa kali menjadi korban catcalling namun sebagian besar masyarakat belum mengetahui bahwa itu adalah catcalling dan bahkan belum mengetahui bahwa hal tersebut adalah salah satu bentuk pelecehan. 

Lalu apa yang dilakukan masyarakat sekitar saya? Tidak ada. Saya hanya bisa ketakutan dan menghindar untuk sebisa mungkin tidak berjalan sendirian. Hal ini yang mempengaruhi pembentukan karakter diri saya hingga saya beranjak dewasa. Saya menjadi tidak berani untuk berjalan sendirian di tengah keramaian karena masih teringat dengan jelas bagaimana mereka memanggil saya di kala itu dengan melontarkan kalimat


“Eh adik kecil, mau ke mana?”

“Yuk sama abang aja pasti senang deh”.


Ketika saya sudah menjadi mahasiswa dan hidup merantau, efek dari catcalling ketika saya masih kecil itu pun tetap berlanjut. Saya menjadi tidak berani sendirian ketika berada di keramaian. Saya akan selalu pergi dengan teman-teman dan saya akan lebih memilih berdiam diri di dalam rumah ketika tidak ada yang bisa menemani saya.

Di satu titik saya sadar, saya harus mengalahkan rasa takut lalu berupaya untuk mengatasinya. Banyak pikiran positif yang mulai tumbuh dikepala saya, salah satunya yaitu saya piker masyarakat sudah mulai teredukasi tentang pelecehan melalui catcalling ini. Ternyata saya salah. Ketika saya berusaha untuk mengatasi ketakutan ini yang saya dapatkan adalah kalimat dan ucapan seperti ini.


“Neng neng neng,sini sama saya saja yuk ikut. Saya bawa jalan-jalan deh”


Dengan senyum yang menurut saya sungguh tidak pantas untuk diberikan kepada seseorang yang tidak dikenal. Ketika hal itu terjadi lagi, saya merasakan ketakutan masa lalu kembali menghantui pikiran saya. Sempat terlintas di dalam pikiran saya, mengapa saya? Ketika saya ingin berusaha mengatasi ketakutan itu, yang saya dapatkan adalah “keusilan” itu lagi.

Tentu efeknya akan berbeda apabila para korban berani untuk berbicara lantang, memaki bahkan membuat efek jera bagi pelaku. Terlepas dari semua efek buruk catcalling, Namun apakah para pelaku sadar bahwa keusilan mereka akan membawa malapetaka bagi para korban? Para perempuan tidak akan merasa senang, tersanjung apalagi bahagia ketika mereka menerima perlakuan catcalling dan itu yang perlu diketahui oleh para pelaku.  Masyarakat pun harus semakin sadar, catcalling bukanlah sesuatu yang dapat dijadikan permainan dan pemikiran masyarakatlah yang dapat meminimalisir perlakuan buruk tersebut.

Bagi para pelaku atau bahkan sebagian orang, mungkin catcalling adalah hal yang sederhana, lebay dan tidak perlu dibesar-besarkan namun tidak bagi saya. Catcalling yang saya dapatkan dari saya kecil meninggalkan memori buruk untuk perkembangan pribadi saya. Saya yakin di luar sana masih banyak korban yang bahkan memiliki efek yang lebih parah dari saya atau bahkan hingga mengalami trauma.

Saya hanyalah salah satu korban yang mendapatkan efek buruk. Namun, di luar sana ada beribu-ribu korban yang tidak berani untuk melakukan sesuatu. Pemahaman akan pelecehan ini harus selalu diterapkan agar ke depannya semakin minim masyarakat yang melakukan catcalling dan menekan jumlah korban yang memiliki efek-efek buruk dari catcalling itu sendiri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

optimistic girl

Editor

Not that millennial in digital era.