#CatatanAkhirTahun – 2021: Tahunnya Berdamai dengan Quarter Life Crisis

Jurnal kesehatan mentalku sepanjang tahun 2021

Masih dalam ruangan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Ruangan yang menjadi saksi bisu semua peristiwa yang terjadi. Sekarang, di ruangan ini juga, aku mengingat dan merasakan kembali perasaanku waktu itu.

Advertisement

Pertengahan tahun 2020 menjadi awal dari segalanya bersama dengan dunia yang terasa semakin mencekam gara-gara Covid-19. Aku seakan berada di sebuah padang rumput luas yang secara tiba-tiba muncul awan gelap. Awan itu sedang bersiap menghadirkan hujan dan petir. Kemudian, tanpa aba-aba dan persiapan apapun, hujan itu serentak turun membasahiku.

Aku merasakan betapa gelapnya padang itu dan betapa seramnya petir itu. Aku juga merasakan betapa beratnya ketika pertama kali air hujan itu turun. Semua perasaan itu masih ada dan sangat membekas dalam hati hingga saat ini. Alhasil, topik-topik sensitif tentang keluarga dan cita-cita selalu ku hindari karena itu membuatku sesak.

Berbekal perasaan sesak itu, aku menyambut tahun 2021. Di tahun baru 2021, ternyata pandemi Covid-19 belum berakhir juga dan entah mengapa aku merasa bersyukur akan hal itu. Bukan maksudku merasa senang atas penderitaan orang-orang akibat pandemi, tapi setidaknya dengan pandemi yang masih berlanjut, PPKM pun berlanjut, jadi aku punya waktu lebih untuk menyendiri, healing time. Kemudian, aku sadar bahwa rasa syukur itu muncul karena sebenarnya aku terjebak dalam zona nyaman ‘masa remaja’, bukan karena healing time.

Advertisement

Singkatnya, aku menjalani tahun 2021 dengan situasi yang (aku tahu itu) toxic dan aku membencinya, tapi aku terlalu takut untuk meninggalkan zona nyaman itu. Aku benar-benar merasa kacau dan lelah (secara mental dan fisik). Mood naik-turun, sering overthinking, jam tidur dan jam makan berantakan, merasa iri dan takut tertinggal atas pencapaian orang-orang, feel hopeless karena cemas akan masa depan, sampai merasa hilang motivasi.

So, Is this a Quarter-Life Crisis Phase? Apakah aku mengalami Quarter-Life Crisis?

Advertisement

Pernah aku mengikuti sebuah webinar dan campaign online tentang Quarter-Life Crisis, fase kritis pada orang dengan rentang usia 18-30 tahun yang merasa cemas dan gelisah tentang hidup. Persoalan Quarter-Life Crisis biasanya berkaitan dengan karir, keuangan, pendidikan, dan hubungan sosial. Quarter-Life Crisis dicirikan dengan perasaan kehilangan arah tentang masa depan, sulit/bingung mengambil keputusan karena banyaknya pilihan, kurang motivasi, hingga merasa khawatir tertinggal dari teman-teman. Sebanyak 86% dari generasi milenial pun mengaku pernah merasakan Quarter-Life Crisis.

Okay, this is a Quarter-Life Crisis Phase!

Berbulan-bulan mengalami Quarter-Life Crisis, berbulan-bulan juga aku lari dan menolak Quarter-Life Crisis. Selama itu, drama korea selalu menjadi pelarian favorit (sampai jadi candu) setiap kali aku mulai merasa cemas ataupun khawatir. Pada akhirnya, aku pun lelah berlari dan capek sendiri. Aku pun mencoba berdamai dengan Quarter-Life Crisis dan perasaan sesak yang mungkin memperburuk kesehatan mentalku di Tahun 2021.

Mulai dengan detoks sosmed, mengurangi (sebanyak mungkin) pemakaian Instagram dan membuka story WA agar kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain berkurang. Kemudian, fokus dengan diri sendiri dengan mulai menulis kembali, memulai untuk self-love, juga mencoba untuk menerima dan menghadapi perasaan-perasaan Quarter-Life Crisis itu. Selain itu, aku juga mencari teman agar aku tidak merasa sendirian menghadapinya, dengan curhat kepada sahabat dekat.

Tidak mudah memang untuk menghadapi Quarter-Life Crisis. Aku pun terkadang masih lari dan menolaknya. Namun, dengan menerima dan menghadapinya, setidaknya itu akan membantu kesehatan mentalku agar tidak jatuh bebas.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

"It's nice to be important, but it's more important to be nice" -John Templeton

Editor