Laki-laki yang waktu itu pernah kuajak berkali kali menemuimu, duduk bersama di samping pusaramu. Kini dia telah pergi, membawa semua mimpi dan harapanku.
Di depan pusaramu, kala itu aku bercerita dalam hati berharap akan didengar olehmu, Bu. Kuperkenalkan padamu sosok lakilaki yang bersedia menemaniku beberapa tahun terakhir setelah kepergianmu. Memang kehadirannya tidak bisa sepenuhnya mengobati kepergianmu, tapi aku bersyukur sekali dia datang dan sembari berjalannya waktu bersedia menjadi rumah tempatku berbagi tawa dan pilu. Aku selalu membayangkan untuk membawa dia di hadapanmu, Bu.
Banyak yang kusuka darinya Bu, hampir tak kulihat celah kekurangan dari dirinya. Aku selalu terpicu untuk berbenah diri menjadi sebaik-baiknya pendamping untuk menjadi layak menemani perjuangannya. Aku begitu bangga memilikinya bu, laki-laki luar biasa yang mampu berdiri di kakinya sendiri dengan segala jerih payahnya. Aku selalu terkesima dengan pola pikirnya, dia selalu berhasil membuatku jatuh cinta berkali kali dalam waktu yang lama.
Berjalan beriringan dengannya membuatku tidak takut untuk melangkah sejauh yang kubisa untuk meraih apa yang aku impikan dan membuatmu bangga Bu. Kehadirannya benar benar menguatkanku Bu, keberadaannya di sampingku benar benar membuatku merasa aku layak untuk dicintai. Aku selalu bertekad untuk membuatnya bangga memilikiku. Aku ingin membuatnya menjadi laki-laki paling beruntung di dunia ini.
Rasa cintaku padanya, membuatku lupa bu. Membuatku lupa bertanya apa yang dia rasakan selama bersamaku. Aku menyadari setelah bertahun tahun bersamanya, aku hanya membebani langkahnya, aku hanya membuatnya ketakutan untuk menjalani hidup di masa depan. Aku baru menyadari bahwa berjalan denganku begitu melelahkan baginya.
Kini dia telah memutuskan untuk pergi Bu, melepasku. Dia telah temukan rumah baru yang lebih menenangkan baginya. Dia telah temukan sosok yang membuatnya tidak merasa ketakutan untuk berjalan bersama di masa depan. Aku tidak menjadi pilihan Bu, walaupun aku lebih dulu ada dihatinya. Berat menerima kalimat terakhirnya, jangankan untuk memilikinya lagi, untuk berharap saja aku sudah tidak diizinkan Bu.
Aku terluka Bu, aku tidak baik baik saja. Aku tidak tau harus beranjak sembuh dengan cara apa. Ternyata aku masih belum terbiasa dengan kehilangan. Aku kira setelah aku kehilangan doa termustajab setelah kepergianmu, aku akan menjadi kebal dengan kehilangan kehilangan yang lainnya bu. Ternyata, kehilangan tetap menjadi hal yang menyakitkan.
Kini aku sendiri Bu, melangkah dan berjuang sendiri. Mari kita sama-sama ikhlaskan Bu, kepergian laki-laki baik itu untuk menjemput bahagianya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”