Aku percaya, orang yang paling egois sebenarnya adalah orang yang paling merasa tidak aman di dunia. Menyembunyikan emosi hanya untuk terlihat seperti baik-baik saja, padahal sesungguhnya menyimpan berjuta pikiran di kepalanya dan begitulah aku saat itu
Dilan dimasa putus dari Milea (Dalam buku Milea: Suara dari Dilan)
Saat ini sedang heboh film Dilan yang diangkat dari novel apik karya Pidi Baiq yang berjudul Dilan: Dia Dilanku tahun 1990. Latar novel ini adalah Kota Bandung tahun 1990. Jadi filmnya pun berlatar tahun segitu juga. Itu sih yang aku lihat di trailer movienya. Aku kayaknya sih nggak bakalan nonton filmnya. Soalnya aku punya bayangan sendiri tentang Dilan. Jadi saat aku tahu pemeran Dilan adalah Iqbal mantan personel Coboy Junior, yaaah di luar ekspekstasi nona dewasa ini. Sorry to say because I'm not a fans of Coboy Junior since they came to Indonesian music few years ago.
Balik lagi ke topik Dilan. Nah Dilan ini khas anak muda tahun 90an yang suka naik motor, nongkrong di warung kopi, tawuran. Eh tapi itu juga masih dilakukan sama generasi milenial sih. Tapi aku kok sok tahu yaa tahun 90an itu gimana. Secara aku aja masih bocah ingusan usia 3 tahun. Aku cuma suka nonton film Catatan si Boy atau Lupus.
Kalau dulu idolanya remaja adalah Lupus yang lucu, asyik, keren, nakal, suka ngegombal dan diidolain banyak umat manusia bernama wanita. Namun bergesernya tahun, idola wanita pun berubah. Tahun 2000an Indonesia dihebohkan dengan pria yang misterius, suka baca buku di gudang sekolah, jago buat puisi dan sulit jatuh cinta. Mari kita panggil dia Rangga miliknya Cinta.
"Hai Cinta, Hai Rangga" #AdaApaDenganCinta.
Atau yang sekarang juga lagi happening pria yang sholeh, baik, tampan, pintar, kaya, rela berkorban, dosen di Edinburgh University yang kita kenal dengan Fahri #AyatAyatCinta.
Mari kita telaah dulu karakter Dilan dan Milea yang menjadi perbincangan banyak orang.
ADVERTISEMENTS
Dilan
Dilan ini pas untuk menggambarkan cowok bad guy yang romantis dan setia. Anak geng motor dan menjadi panglima tempur yang tidak hanya setia pada pacarnya tetapi juga setia pada kawan-kawannya. Dilan punya banyak teman lintas generasi dan gender. Semua dia temani, nggak peduli apapun latar belakang dan pekerjaannya. Dilan ini juga anak mapan. Ayah TNI, Ibu kepala sekolah. Makanya dia bisa naik motor kesekolah. Tahun 90 motor itu masih barang mewah sebelum kredit motor murah menginvansi Indonesia seperti sekarang.
Terus yang aku suka dari Dilan ini tuh, dia adalah pria realistis gak menye-menye saat putus cinta. Sedih, rindu, terluka, tapi dia bisa hadapi dengan tenang dan tetap bisa ketawa-ketiwi sama teman-temannya. Bahkan saat harus berhadapan dengan Milea pun dia masih bisa tenang. Walau hati bergejolak. Yang bikin gemes lagi di Dilan ini yah itu, kalau lagi ngomong. Becandaannya receh sebenarnya tapi tetap aja aku bisa ketawa kalau lagi bacanya. Ini antara akunya mudah ketawa atau emang selera humorku sereceh itu. Tapi yah emang lucu si Dilan ini. Jawabannya spontan.
Dilan ini kan suka ngegombal dan yang kemakan gombalannya cuma Milea. Milea bahkan masih terbayang-bayang sampai sekarang. Padahal Milea itu digambarkan cantik, pintar, rambutnya kembang terurai wangi khas duta shampoo lain. Badannya proposional, diidolain cowok-cowok keren dan pintar. Kang Adi anak ITB aja tergila-gila dengan Milea. Tapi apa daya Milea sukanya anak badung yang gila naik motor yang meramalnya saat pertama kali bertemu.
"Aku ramal, kita bakal ketemu lagi di kantin sekolah"
Tsaaahhhh modus si Dilan…
Milea ini memang seperti perempuan remaja idola pada umumnya. Menjadi pusat perhatian dimana pun dia berada. Sederhana dan tetap cantik walau tampil apa adanya. Yang aku suka dari Milea ini adalah dia anak yang ramah dan tetap melayani lawan pembicaranya walau dianya gak nyaman dengan lawan bicaranya. Walau terkadang rada keramahan. Wajar lah Dilan kesal waktu dia ke ITB bareng Kang Adi.
Terus yang aku nggak suka dari Milea ini yah itu, overprotective. Seakan Dilan adalah milik dia seutuhnya. Melarang kesukaan laki-laki adalah kesalahan besar yang dilakukan oleh seorang perempuan. Emang jadi anak geng motor bukanlah hal yang baik, tapi kan Dilannya juga nggak macam-macam. Hmmmm pasti Milea bakalan nyesal karena kesalahpahamannya saat baca buku Milea: Suara dari Dilan.
Please, dehh Milea, Dilan itu bukan hanya milik kamu, dia punya teman, punya keluarga, dan punya dunianya sendiri. Dilan juga butuh Room 19. Ruangan dimana kita butuh sendiri tanpa ada gangguan dari orang lain even itu kelurga dan orang yang kita cintai.
Milea ini adalah perempuan yang gampang termakan gombalan unik. Bukan yang biasa dan basi.
Dikasi TTS aja dia senang kok. Diberi surat cinta dia lebih senang, karena Dilan mengirimkan surat cintanya melalui tetangga Milea. Bukan ke Milea langsung. Hal-hal yang nggak dimasuk akal ini yang buat Milea jatuh cinta sama Dilan.
"Milea aku belum mencintaimu, gak tau kalo nanti sore. Tunggu aja."
Cih apaan sih Dilan nembak kok suruh nunggu. Dan itu memorable sodara-sodara.
"Jangan rindu, berat. Kamu gak akan sanggup. Biar aku aja."
"Jangan bilang ada yang nyakitin kamu, karena besoknya orang itu pasti hilang."
"Aku takut ada yang ngaku-ngaku Milea. Pas udah dirinduin ternyata palsu."
"Nah sekarang tau, kamu Milea asli."
"Taunya?" Kata Milea
"Ketawanya bagus."
Pintar si Dilan ini merayu yaaa…. Ckckckckck
Chilis zaman jigeum (sekarang) mana bisa digituin. Tapi walaupun petakilan dan anak geng motor tahun 90an, Dilan bukanlah begal yang suka keluyuran tengah malam merampok motor orang. Mau dibunuh ayahnya lah dia. Malahan yaa Dilan ini anaknya pintar. Selalu juara 1 dikelasnya.
Dilan ini juga jago berantem. Tipe yang melindungi ceweknya apapun ceritanya. Makanya Milea tanpa segan bilang ke semua orang kalo Dilan adalah pelindungnya. Ya iyalah siapa yang gak ngerasa terlindungi kalau ada seorang cowok bilang kayak gini ke gurunya.
"Jangankan Anhar, kalau kepala sekolah nampar Milea aku bakar sekolah ini."
Hmmm kalau dia ngomong kayak gini di sekolah ini kira-kira apa yang terjadi ya? DIPECAT!!!
Seperti yang ku katakan di atas kalau Milea ini adalah gadis cantik yang mempesona banyak pria. Di filmnya pun ku lihat, pemeran Milea emang cantik, walau wajahnya terlalu masa kini. Soalnya bayangan ku wajah anak SMA tahun 90an itu keriting kembang-kembang gak jelas. Karena tahun segitu role modelnya Meriam Belina, Desi Ratnasari, (Almh) Nike Ardila, dan lain-lain. Tapi yah nggak masalah sih, yang penting Mileanya cantik.
Novel Dilan ini sebenarnya gak ada masalah yang berat sampai harus buat kepala mikir tujuh putaran. Yah tidak semikir pas baca novel karya Dan Brown atau The Lord of the Ring. Luwes aja gitu kita bacanya, konfliknya cuma sebatas pacaran anak SMA tahun 90an yang memiliki perbedaan hobi dan pandangan. Walau akhirnya mereka tidak bersama. Serius disini agak kesal aku lho!
Cuma salah paham aja. Dilan menganggap Milea punya pacar dan begitu juga sebaliknya. Akhirnya sampai Milea mengikat janji dengan Mas Herdi keduanya baru tahu kalau selama ini mereka salah paham. Yaaahh akhirnya cinta mereka pun kandas tak bersatu di pelamninan.
Realistis sih, nggak selamanya cerita hidup kita itu harus happy ending seperti Disney. Tak usah berharap tiba-tiba Milea lari-lari ke bandara (karena dia larinya di stasiun kereta) terus bilang ke Dilan. "Dilan aku cinta sama kamu, kamu jangan pergi."
Dan meninggalkan Mas Herdi sendirian kemudian kembali ke pelukan Dilan. Itu cuma di film! Jadi ceritanya Dilan ini lebih real kalau menurut aku. Dilan melanjutkan hidupnya, begitupun Milea. Mereka punya cara masing-masing dalam menjalani hidup mereka. Mewujudkan cita-citanya. Sepertinya Kang Pidi Baiq ingin buat pembacanya greget sama kisah cinta Dilan-Milea.
Akhirnya gombalan receh Dilan hanya menjadi kenangan manis bagi Milea. Beberapa gombalannya juga sudah menjadi trending topic meme. Banyak banget versinya. Itulah yang membuktikan novel ini laris manis, dan memorable di banyak orang.
Selamat membaca novelnya dan selamat menonton filmnya semuaaaa
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”