Saat masih duduk di bangku sekolah saya sering merasa cemas, was-was, dan deg-degan ketika tiba saatnya pelajaran Matematika. Ternyata, hal serupa juga dialami oleh hampir semua teman saya. Matematika yang isinya rumus dan hitung-hitungan berhasil membuat suasana kelas menjadi tegang karena otak yang dipaksa untuk berpikir ekstra. Guru saya yang mengajar Matematika sudah dipastikan menjadi guru yang tidak menjadi langganan guru terfavorit. Alasannya karena dinilai galak saat sedang mengajar.
Padahal, setelah saya amati guru-guru saya tersebut sebenarnya tidak galak-galak amat. Hanya saja sering menggunakan nada yang keras saat sedang menerangkan pelajaran. Apalagi kalau materinya sulit dan butuh konsentrasi yang tinggi untuk memahaminya. Sudah diterangkan berulang kali tapi murid-muridnya tidak ada yang paham. Alhasil guru saya tersebut menaikkan nada bicaranya agar semua murid bisa fokus mendengarkan dan akhirnya paham walupun tidak semuanya. Itulah yang menjadi dasar banyak murid-murid menganggap bahwa guru Matematika pasti galak.
Saat saya memutuskan untuk kuliah di Jurusan Pendidikan Matematika, banyak dosen-dosen saya yang menjelaskan bahwa bukan saatnya lagi guru Matematika identik dengan guru yang galak, kaku, dan tidak bisa diajak bercanda. Guru Matematika sama seperti guru Seni Budaya yang terkenal akrab dengan murid-murid. Guru Matematika sama seperti guru Penjasorkes yang sering bercanda dengan murid-murid. Guru Matematika juga sama saja seperti guru BK yang bisa diajak curhat dikala ada masalah datang menyerang. Tapi ya gitu, pelajaran Matematika memang tidak bisa diajak santai seperti pelajaran yang lain. Keliru menghitung sedikit di awal sudah dipastikan kacau sampai belakang. Nggak bisa diajak main-main deh.
Setelah kurang lebih 5 tahun saya mengabdikan diri sebagai guru Matematika, ternyata yang dosen saya sampaikan memang sulit untuk diterapkan. Pada kenyataannya, guru Matematika memang punya aura galak sendiri yang entah dari mana asalnya. Misalnya saja, saat saya sedang menerangkan materi kemudian memberikan soal lalu murid-murid saya tidak merespon apakah mereka paham atau tidak, tanpa sadar saya langsung bertanya dengan kalimat seperti ini, Paham tidak? lengkap dengan nada yang keras dan sorotan mata yang tajam. Mungkin murid-murid saya menganggap bahwa saya sedang membentak mereka. Tapi, dalam kenyataannya saya hanya sekedar bertanya tentang paham dan tidaknya materi yang barusan saya sampaikan. Walaupun dengan nada yang tak biasa.
Belum lagi jika hasil ulangan murid-murid saya yang jauh dari harapan alias banyak yang tidak lulus KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Saya sering dianggap galak karena marah-marah mendapati muridnya banyak yang tidak mendapat nilai yang baik. Padahal, dalam lubuk hati yang paling dalam saya tidak ada maksud untuk marah-marah. Saya hanya merasa kecewa kenapa banyak yang tidak lulus padahal sudah sekuat tenaga menerangkan materi dan cara yang paling mudah saat mengerjakan soal.
Memang dalam kenyataannya menjadi guru khususnya guru Matematika punya image negatif sendiri di mata murid-murid. Mungkin karena pelajarannya susah jadi otomatis yang mengajarkannya juga pasti dianggap nggak asik dan suka marah-marah kalau ada murid yang tidak bisa mengerjakan soal. Hingga akhirnya dicap sebagai guru galak. Mau gimana lagi, Matematika kan memang salah satu pelajaran yang membutuhkan konsentrasi tinggi masak guru yang mengajarnya tidak tegas, suaranya lirih, masa bodoh ada anak yang mendengarkan atau tidak, ya tidak bisa seperti itu dong.
Seandainya nih, ada murid yang disuruh maju mengerjakan soal Trigonometri yang terkenal sangat susah, banyak rumus, dan njlimet di papan tulis, tapi pada saat mengerjakan soal tersebut dia tidak serius dan cenderung mengatakan bahwa dia tidak bisa hitung-hitungan dan tidak berusaha untuk menyelesaikannya, wajar tidak sebagai guru marah?
Menjadi guru yang dianggap galak oleh murid adalah sebuah konsekuensi yang harus diemban oleh guru yang mengajar pelajaran-pelajaran sulit seperti pelajaran matematika. Nggak papa wes ya dianggap sebagai guru galak. Yang terpenting adalah galaknya untuk mengajarkan kebaikan dan mengingatkan ketika murid melakukan kesalahan. Bukan untuk sekedar ingin ditakuti murid-murid apalagi menggunakan langkah-langkah kekerasan yang sudah jelas melanggar kode etik guru.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”