Jatuh Bangun Seorang Wanita Usia 30an dalam Menghadapi Perjodohan yang Diatur Orangtua

Untuk perempuan di sana yang lelah ditanya kapan nikah...

Mungkin judul di atas terdengar hiperbola, tetapi ketahuilah itu yang saya rasakan akhir-akhir ini. Bukan karena saya merasa kesepian karena masih sendiri justru saya merasa nyaman dengan kesendirian itu. Saya terbiasa dan bisa dengan itu semua. Saya nyaman untuk menonton, makan, berbelanja bahkan saya nyaman untuk liburan sendiru. Tidak masalah jika tidak ada yang menanyakan kabar saya atau chat saya sedang melakukan apa. Justru saya menikmati masa-masa ini karena saya bebas untuk melakukan apapun sendiri.

Advertisement

Yang memberatkan justru pertanyaan dan sedikit paksaan dari orangtua saya sendiri untuk menikah.  Saya tidak heran dengan pertanyaan tersebut, malah biasanya saya bisa menjawab dengan guyonan jika ada pertanyaan itu. Namun akhir-akhir ini semakin derasnya pertanyaan itu datang dan disodorkannya beberapa nama yang menurut meraka layak untuk saya. Mereka mengharuskan saya untuk menjawab dengan segera apakah saya mau atau tidak untuk dijodohkan dengan salah satu calon itu. Penyebabnya adalah adik perempuan saya sudah membawa pasagannya ke rumah dan mengindikasikan bawah dia serius dengan hubungannya dan akan membawanya ke jenjang yang lebih serius.

Atas desakan-desakan tersebut menimbulkan rasa ketidaknyaman saya dengan orangtua sendiri yang menyebabkan saya merasa enggan untuk berkomunikasi dengan mereka, rasa tidak betah di rumah, gelisah, insomnia, suhu tubuh yang cendrung di atas normal (semacam demam) dan kecemasaan akan paksaan itu sendiri.  Sempat terbersit di pikiran saya untuk tidak tinggal di rumah lagi agar menghindari paksaan itu.


Apakah saya menyerah hanya karena paksaan tersebut? Tidak tentu saja, masih ada hal lain yang masih ingin saya capai selain menikah. Saya percaya bahwa saya akan menikah jika waktunya sudah tepat dan saya memang mau untuk menikah bukan karena paksaan atau lewat dari batas kadaluarsa umur.


Advertisement

Bagaimana saya mengatasi perasaan yang ada? Apakah perasaan – perasaan tersebut masih menghantui saya? Jawabannya ya, masih dengan sangat tetapi saya mencoba untuk mengatasi dengan melakukan "self healing" ala saya sendiri. Saya mencoba untuk meyibukan badan dan pikiran saya dengan cara selalu membersihkan kamar, mencuci dan menyetrika baju – baju saya sendiri, membuang barang yang tidak berguna di kamar, memasak, berolahraga. membaca dan yang menurut saya paling berhasil adalah dengan menulis. Hingga saat inipun, saya masih tetap menerima paksaan untuk menyegerakannya.

Maafkan tulisan saya yang setengah curhat ini, karena saya butuh media untuk menyalurkan emosi saya melalui tulisan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Book Lover

Editor

Not that millennial in digital era.