“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari dan Muslim)
Identitas diri seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat ia tinggal dan lingkungan berteman, hal itu disebabkan oleh penciptaan konsep diri muncul karena adanya suatu interaksi dengan seseorang yang kemudian saling memahami pola pikir satu sama lain. Oleh karena itu, sering sekali orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk lebih selektif dalam bergaul, hal itu disebabkan karena orang tua menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang menjadi anaknya memiliki karakter yang positif.
Pada realitanya ada 2 hal yang menjadi kata kunci dalam bergaul yaitu “mempengaruhi” atau dipengaruhi”, sebagian orang memilih lingkungan positif agar ia dapat terpengaruh kepada hal-hal yang positif, namun sebagian lainnya lebih memilih lingkungan pertemanan yang kurang baik agar bisa mempengaruhi lingkungan tersebut menjadi lebih positif. Untuk membentuk identitas diri yang positif kita bisa menilai bagaimana cara orang berinteraksi satu sama lain dari suatu kelompok sosial, misalnya dari cara mereka berbicara, cara mereka berpakaian, nilai budaya yang terkandung dalam kepribadian setiap individu.
Namun, untuk memilih lingkungan pertemanan yang baik demi mendapatkan pengaruh positif tidak semudah yang dibayangkan, karena di Indonesia sendiri masih memiliki pandangan yang buruk terhadap ras, kelas sosial-ekonomi, dan gender yang sering kali menjadi penghalang untuk mencapai tujuan dari kelompok itu sendiri. Pada saat ini, kita sudah tidak bisa menilai identitas berdasarkan hal-hal yang sudah disebutkan tadi, seperti halnya banyak sekali wanita yang sudah bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh laki-laki, jadi semua hal tersebut sudah tidak bisa menjadi alasan tidak diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial.
Ada banyak sekali contoh yang dapat menjadi bukti bahwa lingkungan sangat berpengaruh kepada pembentukan identitas seseorang. Ketika kita terlahir kedunia, hal pertama kita temui adalah keluarga, keluarga selalu menjadi hall yang paling penting bagi perkembangan dan pembentukan identitas seseorang.
Bagi keluarga yang menerapkan pola kelekatan aman, dalam artian seorang anak dibesarkan dengan penuh rasa kasih sayang dan penuh tanggung jawab maka anak akan tumbuh menjadi seorang anaknya penyangang, hal itu disebabkan oleh pola pikir anak yang terpengaruh oleh rasa kasih sayang yang besar dari keluarganya, selain itu anak juga akan merasa bahwa keluarga adalah segala-galanya bagi dirinya dan berfikir bahwa sebaik-baiknya tempat pulang adalah keluarga. Sebaliknya, ada keluarga yang secara tidak sengaja menerapkan pola atau rasa ketakutan berlebih kepada anaknya, hal itu menjadi menyebabkan anak tumbuh menjadi pribadi yang memiliki banyak sisi negatif.
Kebiasaan orang tua yang selalu memarahi dan melarang anaknya dalam melakukan segala sesuatu menyebabkan anak menjadi ragu dalam melakukan segala sesuatu, terlebih lagi orang tua yang melakukan tindak kekerasan kepada anaknya, hal ini menyebabkan anak tumbuh dengan kurangnya rasa kasih sayang, bahkan merasa tidak ada yang menyayanginya lagi, karena keluarga yang seharusnya memberikan rasa kasih sayang yang penuh malah melakukan sesuatu yang tidak pantas kepada anak, hal ini juga membuat anak susah berinteraksi atau bertemu dengan orang baru karena rasa trauma yang dialaminya.
Selain keluarga, ada juga hal yang tidak kalah penting dalam membentuk identitas diri seseorang, yaitu lingkungan pertemanan. Dalam memilih lingkungan pertemanan kita harus lebih selektif dan memilih mana lingkungan yang bisa mendukung kita untuk dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Di Indonesia, seringkali ruang lingkup pertemanan dikelompokan dalam status sosial dan ekonomi, tidak ada yang salah sebenarnya dari budaya tersebut, karena dengan begitu individu satu dengan yang lain bisa memiliki keseimbangan yang sama, tapi bukan berarti hal tersebut menjadi alasan untuk tidak bergaul dengan status sosial yang lainya.
Seperti orang yang bergaul dengan seorang yang terpelajar semisalnya orang yang berkuliah, para pengusaha, guruilmuan, bahkan petinggi perusahaan mereka akan cenderung memiliki wawasan yang lebih luar, memiliki kepribadian yang lebih berwibawa, belajar bagaimana berpikir kritis, terlebih lagi memiliki jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab. Hal-hal demikian dapat terbentuk dengan sendirinya melalui percakapan yang dilakukan sehari-hari, dan bagaimana seseorang menafsirkan pemahaman orang lain serta menerapkan semua itu dalam dirinya.
Kemudian, yang sering terjadi dalam generasi muda Indonesia adalah salah bergaul, anak muda yang memiliki rasa ingin tahu dan coba-coba cenderung harus lebih berhati-hati dalam memilih tempat bergaul. Sebenarnya, tidak ada yang salah ketika generasi muda dalam bergaul dengan siapapun hal tersebut juga bermanfaat demi menambah relasi dalam perjalanan hidupnya, namun alangkah lebih baiknya jika bisa mereka bisa lebih selektif dalam memilih pertemanan dengan pembicaraan yang lebih berbobot, agar relasi dan wawasan yang didapatkannya akan lebih bernilai positif.
Pada generasi muda yang salah dalam memilih pergaulan akan cenderung lebih membuang-buang waktu mereka dengan hal-hal yang menyenangkan sesaat, atau bahkan lebih menunda-nunda untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat, mereka lebih suka tertawa dan hanya menjalani kesenangan yang ia lakukan hari ini tanpa memikirkan apa yang harus mereka lakukan keesokan harinya. Berbeda halnya dengan generasi muda yang pintar dalam memilih pergaulan, misalnya ia bergaul dengan orang-orang sudah berpikir jangka panjang.
Berbeda dengan sebelumnya, jika seorang selektif dalam memilih pergaulan maka, bisa jadi ia akan mendapatkan hal-hal yang seharusnya didapatkan di masa tua pada masa mudanya. Seperti saat ini, banyak sekali generasi muda yang sukses menjadi pengusaha muda, salah satu penyebab ia berhasil dalam hal tersebut karena lingkungan pertemanannya yang mendorong untuk berfikir jauh kedepan, seperti menunda kesenangan untuk sesuatu hal yang jauh lebih baik dimasa yang akan datang.
Dalam pembentukan identitas seseorang, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, namun ada 2 hal yang paling berperan penting disamping usaha dari diri kita sendiri yaitu lingkungan keluarga dan pergaulan. Masa muda adalah masa keemasan dimana pada masa tersebut merupakan penentu dari keberhasilannya untuk menggapai sesuatu di masa yang akan datang. Pintar-pintarlah dalam bergaul dan selektif dalam memilih lingkungan, carilah lingkungan yang sesuai dan dapat menunjang diri kita untuk dapat mencapai apa yang sudah menjadi impian kita. Jadilah generasi muda yang benari untuk menunda kesenangan untuk hal-ha yang jauh lebih indah dimasa yang akan datang.
Referensi: Wood, Julia. T (2013). Komunikasi Interpersonal: Interaksi Keseharian (Edisi 6). Salemba Humanika: Jakarta.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”