Andai, overthinking dan insecure adalah dua sosok manusia, saya yakin sudah sejak lama mereka di hukum mati dengan dakwaan menciptakan hidup tak tentram. Overthinking dan insecure adalah dua perasaan yang sangat tidak mengenakkan, dan mirisnya perasaan ini menjadi rasa yang paling rajin muncul di keseharian kita. Lucunya, kita sering merasa kesal dengan perasaan yang muncul ini.
Padahal, rasa overthinking dan insecure dapat melenggang di pikiran dan hati karena jalan yang dibuka oleh diri kita sendiri. Ungkapan ‘hidup itu keras’ sangat benar adanya. Jangan kan mengungkit tentang orang-orang yang mengusik hidup kita, toh, melawan sifat buruk yang disebabkan oleh diri sendiri saja tidak semua orang berhasil melakukannya. Tak jarang, fenomena mengakhiri hidup karena ketidakmampuan mengolah emosi, menjadi hal yang lumrah untuk disaksikan.
Dear, overthinking dan insecure, kenapa sih nongol melulu?
Sebenarnya, sederhana. Hidup sehari-hari kita tidak pernah lepas dari yang namanya media sosial. Apalagi, di masa pandemi ini hubungan bersama smartphone menciptakan ikatan yang primer, teramat lekat. Setiap saatnya seperti terasa sulit untuk tidak melihat media sosial, padahal dalam hati sudah merasa lelah, jenuh dan bosan menatap layar handphone dan kehidupan orang. Konten-konten seperti hidup suskes, pekerjaan lancar, hingga suguhan ke-uwu-an momen-momen tiap pasangan yang ada di luar sana, menjadikan kita kerdil dan merasa tidak ada apa-apanya.
Cukup. Mau sampai kapan menciptakan skenario hidup menyedihkan secara sukarela?
Hidup memang tidak selalu sesuai apa yang kita rencanakan, karena sebagai manusia kita hanya bisa berencana, rencana dan rencana. Kita juga hanya bisa berusaha, mengerahkan segala usaha terbaik untuk menggapai hidup bahagia sesuai versi kita. Tapi, segala hal tidak pernah lepas dari campur tangan Tuhan. Berhenti menyalahkan keadaan atau pada kasus yang lebih ekstrim, kita mungkin pernah murka dan mengutuk ketidakadilan Tuhan.
Permasalahannya bukan “Mengapa kita tidak diberi kehidupan yang baik?” Namun, sudahkah kita bertanya, “Upaya apa saja yang sudah kita lakukan untuk menciptakan hidup yang baik”? Sibuk memperhatikan rumput tetangga yang lebih hijau hanya akan membuang-buang waktu kita, hingga kita lupa untuk menyiram rumput milik kita sendiri. Memang tidak ada yang salah dengan memperhatikan kehidupan orang lain, selama kita bisa mengelolanya untuk dijadikan motivasi hidup.
Sayang, kebanyakan dari kita sepertinya terhenti sebagai orang yang bersedih diri dan merasa segala yang ada di dunia tidak ditakdirkan untuk kita miliki. Sosial media pun cenderung berlaku curang karena lebih sering menampilkan kehidupan yang mewah dan bahagia milik orang-orang. Namun, kita harus percaya bahwa kehidupan sudah membagi derita dan bahagia secara merata. Yang membedakan hanyalah usaha tiap-tiap kita dalam menyikapi derita, dan upaya menuju bahagia.
Seorang Ibnul Qayyim pernah berkata,
“Andai kamu tahu bagaimana Allah mengatur urusan hidupmu, pasti hatimu akan meleleh karena cinta kepada-Nya.”
Ia juga mengatakan,
“Betapa Allah sangat menginginkan kebaikan bagi hambanya, lebih dari hambanya tersebut menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri.”
Sungguh sederhana, namun ketenangannya nyata terasa. Ibnul Qayyim mengingatkan bahwa kita tidak akan pernah mengetahui apa-apa yang akan diberikan hidup esok, lusa, bahkan disetiap detiknya. Jadi, mulai sekarang berhenti memikirkan sesuatu secara berlebihan. Karena hidup memang tidak selalu berjalan dengan baik, tapi kita selalu bisa melihat hal baik dalam hidup.
Tiap-tiap kehidupan juga memiliki nilainya tersendiri, sehingga hidup dengan cara membanding-bandingkan tidak selalu pantas untuk dilakukan. Jangan biarkan langkahmu terhenti. Di masa hidup ini, masih banyak kejutan yang menanti!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”