Merangkai kata untuk angin yang berhembus. Entah untuk menutup kisah usang, atau memberi sedikit tawa. Angin bulan Desember menyiratkan kepergian yang tak pernah dinanti, namun menjadi pasti.
Entah apa yang kau pikirkan hari itu. Yang jelas kau hanya ingin berdiam tanpa hening, berkata tanpa suara, dan bercerita tanpa teman. Perempuan yang bertahun-tahun mengusik pikiranmu akhirnya kembali, menyatakan keinginannya untuk menjalin kasih yang sebelumnya tak sempat terjalin. Lekuk di bibirmu seolah merasakan kemenangan. Akhirnya, apa yang kau selalu impikan menjadi kenyataan.
Kau menyeruput kopi, sambil sesekali menghisap batangan tembakau yang asapnya dua kali lebih tebal dari biasanya. Tak ada hujan sedingin pada bulan Desember, namun untuk pertama kalinya kau merasakan kehangatan di malam Desember yang penuh dengan gemercik air hujan. Lantas, kau membalas kepingan kalimat penyemangat itu. Bertukar kabar, memastikan perjalanannya kemarin baik-baik saja walau tanpamu.
Goresan di pipimu adalah yang terbaik malam itu. Kau memikirkan hari esok yang semakin indah karena hadirnya kembali. Merencanakan pertemuan, untuk melihat senyum manisnya yang kian luntur dalam ingatanmu.
Di balik bahagiamu malam itu, ada pula kisah yang selalu meminta kepastian. Dia, perempuan yang selama akhir tahun menemani hari-harimu, merencanakan hari esok akan mengunjungimu untuk makan siang bersama. Dia berdiam di tengah keramaian, berkata meski suaranya tak didengar, dan tidak bercerita meskipun dikelilingi teman. Dia menunggu kabar, sepatah atau dua patah kata yang mungkin membuatnya tenang. Dia bertanya-tanya, mengapa sampai selarut ini kau tidak mengabarinya?
Mungkin hari itu menjadi malam terlelahnya—menunggu kabar dari seseorang yang tidak berniat memberinya kabar. Ia mengirimkanmu beberapa kata penyemangat untuk menutup hari. Berharap hari-hari kalut kian memudar, hingga akhirnya terlelap dalam sunyi.
Esoknya, kau baru ingat untuk mengabarinya. Kau pikir, dengan memberinya kata maaf mungkin akan mencairkan suasana. Sepatah, dua patah kata kau ketik. Namun jari-jari indahmu itu teralih untuk mengucapkan salam indah; untuk mengawali pagi perempuan tadi malam. Hari itu, kau merasa bahagiamu kembali seutuhnya. Walau akhirnya kau harus mengacuhkan seseorang yang semalaman menunggu kabarmu.
Kau menjadi tidak peduli tentangnya—rasanya seperti kisah berdebu yang tidak perlu diungkap kembali. Untuk apa? Toh, kau sudah menemukan sebongkah berlian yang selama ini kau cari.
Gelagatmu memberi jarak untuk sebuah rasa yang hampir sampai di tujuan.
Yang pada akhirnya membuat ia memilih pergi, karena dibuat mati oleh keadaan.
Angin bulan Desember, begitulah orang-orang menyebutnya. Entah untuk menutup kisah usang, atau memberi sedikit tawa.
Sampai jumpa lagi, kalau memang berjumpa, titipnya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”